Mongabay.co.id

Seekor Lumba-lumba Mati di Kolam Hotel, Dua Ekor Sudah Dievakuasi

 

Seekor lumba-lumba yang dipelihara Hotel Melka di Lovina, Kabupaten Buleleng, mati. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali sudah merelokasi 2 dari 4 ekor yang tersisa karena hotel tengah bersengketa di pengadilan.

Sumarsono, Kasi Konservasi Wilayah I BKSDA Bali mengatakan kemungkinan dua ekor lainnya juga akan dievakuasi. Saat ini sedang menunggu laporan apakah dua ekor yang sudah dievakuasi kondisinya baik di tempat evakuasinya di Pantai Mertasari, Denpasar. Ini semacam kolam tengah laut yang juga berisi lumba-lumba.

Kematian seekor lumba-lumba ini dilaporkan ke BKSDA pada Sabtu (3/8/2019) sekitar pukul 09.00 WITA. Sumarsono mengatakan, di sisi lain, ada perintah pengadilan untuk relokasi hotel pada 5 Agustus akibat sengketa hukum. Namun batal karena belum ada kesepakatan antara dua pihak. “Kami tak bisa menunggu karena sudah ada yang mati. (Kami) putuskan evakuasi (lumba-lumba) ke Mertasari, Sanur,” katanya.

Dari hasil pemeriksaan luar pada lumba-lumba yang mati, tak ada luka dan menurutnya tak ditemukan hal mencurigakan. “Kemungkinan karena sudah tua, usianya lebih 50 tahun,” ujarnya.

Pihaknya mengambil sampel organ dalam untuk pemeriksaan lebih lanjut dan dikirim ke Balai Besar Veteriner Denpasar. Sementara tubuh lumba-lumba sudah dikubur di belakang kantor Seksi BKSDA, Jalan Pamelisan, Denpasar. Jika sewaktu-waktu diperlukan, mudah diambil lagi. Organ yang diperiksa di antaranya hati, usus, dan lambung.

“(Nekropsi) belum ada hasilnya,” lanjut Sumarsono. Sementara dari pemeriksaan 4 lumba-lumba lainnya di Hotel Melka, dua ekor diketahui kondisinya kurang fit. “Sengketa tanah ini bisa menimbulkan situasi tak baik dengan satwa,” jelasnya.

baca : Menyedihkan, Lumba-Lumba Mati Teriris-iris di Karangasem Bali

 

Petugas sedang memerika seekor lumba-lumba peliharaan Hotel Melka di Lovina, Kabupaten Buleleng, yang mati. Foto : istimewa/detik.com/Mongabay Indonesia

 

Izin Lembaga Konservasi

Siaran pers BKSDA Bali menyebut CV. Melka Satwa merupakan Lembaga Konservasi dalam bentuk taman satwa sesuai dengan SK Dirjen PHKA No.SK 655/Menhut-II/2010 tanggal 22 November 2010. Izin Lembaga Konservasi ini berlaku selama 30 tahun sampai dengan 22 November 2040. Dalam perjalanannya, belakangan CV. Melka Satwa mengalami pailit dan puncaknya mengalami sengketa lahan dengan Bank Harda International. Dalam hal sengketa tersebut, satwa koleksi yang berada di lokasi tersebut tidak termasuk obyek dalam sengketa dan sepenuhnya masih merupakan tanggung jawab CV. Melka Satwa sebagai pemilik izin lembaga konservasi.

Sedikitnya 21 ekor satwa direlokasi pada Selasa (6/8/2019) dari Melka yakni 2 ekor Lumba-lumba (Tursiops aduncus), 3 ekor buaya muara (Crocodylus porosus), 2 ekor bayan (Eclectus roratus), 1 ekor kakatua jambul kuning medium (Cacatua eleonora), 3 ekor nuri merah, 2 ekor lutung (Trachypithecus auratus), 3 ekor landak (Hystrix brachyura), 2 ekor kangkareng (Anthracoceros albirostris), 2 ekor jalak bali (Leucopsar rotschildi), dan 1 ekor ular sanca bodo (Phyton reticulatus).

Satwa-satwa yang telah direlokasi saat ini dititiprawatkan di lembaga konservasi lain yang berada di Bali yakni PT. Taman Safari Indonesia III Gianyar (Bali Safari & Marine Park), PT. Piayu Samudra Bali, serta CV. Bali Harmoni (Bali zoo).

Balai KSDA Bali menyebut akan evaluasi menyeluruh terhadap kasus ini. Apabila hasil evaluasi dan juga analisa kematian lumba-lumba tersebut mengarah kepada kelalaian, maka akan dilakukan proses hukum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Sumarsono menyebut Melka mendapat izin konservasi karena memenuhi persyaratan. Misalnya kedalaman kolam berisi air laut untuk lumba-lumba minimal 2,5 meter, dan di Melka sekitar 5 meter. Hamparan bebas bergerak juga disebut sudah memenuhi syarat.

Ia menyebut pihak Melka sedang membangun tempat baru di Canggu, Kabupaten Badung. Sambil menunggu selesai, lumba-lumba bisa dititip ke negara. “Izin konservasinya masih hidup, tinggal mengajukan adendum perubahan alamat,” kata Sumarsono. Melka juga disebut bisa menambah lumba-lumba jika fasilitas kolam sesuai.

baca juga : Marak, Penyiksaan Lumba-Lumba Berkedok Wisata Konservasi di Bali

 

Seekor lumba-lumba peliharaan Hotel Melka di Lovina, Kabupaten Buleleng, sedang diobservasi sebelum dievakuasi ke Pantai Mertasari, Sanur, Denpasar. Foto : BKSDA Bali/Mongabay Indonesia

 

Dalam website dolphinhotelbali.com di laman Hotel Melka ini tertulis pertunjukan atau dolphin show tiap hari. Tarifnya sekitar Rp150 ribu untuk dewasa. Dolphin Show ini terdiri dari dolphin touching and taking photos, swimming with dolphins, dan snorkeling with dolphins. Dolphin Hotel Bali berlokasi di Kalibukbuk, Lovina, sekitar 3 jam berkendara dari Denpasar.

Pihak manajemen Hotel Melka yang dikonfirmasi Mongabay mengatakan tidak berwenang menjelaskan kondisi lumba-lumba karena sudah diurus BKSDA. “Sehat semua, dipelihara baik, ada dokter hewan veteriner Singapore juga,” kata Putu, pria yang bertanggungjawab di marketing dan minta nama lengkapnya tak dikutip.

Tak hanya dolphin show, Melka juga punya taman satwa berisi burung, kera, jalak, buaya, tdan lainnya. “Konsepnya hotel dengan binatang,” lanjut Putu.

Dolphin show disesuaikan dengan jadwal memberi makan, sehingga tamu hotel bisa melihat dan main di kolam. Ada juga terapi lumba-lumba untuk yang memiliki penyakit tertentu atau terapi autis.

Selain Melka, ada juga Dolphin Lodge Bali di Mertasari, Sanur. Dari website tertulis paket swimming with dolphin USD99, dan dolphin interaction USD79. Bedanya, lumba-lumbanya di area kolam laut.

Upaya penyelamatan satwa di lokasi ini juga dibantu LSM Jakarta Animal Aid Network (JAAN). Amank Raga dari JAAN ikut mengevakuasi lumba-lumba ini ke Sanur pada Selasa (6/8/2019). “Ada yang sedikit luka dan matanya bermasalah, Dewa,” ia menyebut nama si lumba-lumba terluka itu. Lokasi relokasi ditunjuk BKSDA. Sementara dua ekor lainnya masih di Melka karena dimanfaatkan untuk terapi sampai Agustus. Setelah itu proses relokasi akan dilanjut.

baca juga : Kemenhut Sita Dua Lumba-Lumba di Bali, Namun Tetap Ditinggalkan di Lokasi Hiburan

 

Dokumentasi dolphin show di Hotel Melka, Lovina, Buleleng. Foto : dolphinhotelbali.com/Mongabay Indonesia

 

Wisata Lumba-lumba

Lovina terkenal dengan wisata melihat lumba-lumba. Paling ramai adalah dolphin watching di tengah laut. Menumpang perahu bermotor, sebelum matahari meninggi, turis diajak ke tengah laut untuk menunggu penampakan lumba-lumba, kemudian mengikutinya.

Doktor Putu Liza Kusuma Mustika, perempuan Bali peneliti paus dan lumba-lumba serta analis wisata bahari melakukan rangkaian riset selama enam tahun terutama wisata lumba-lumba di Lovina.

Pada penelitian awal 2012 ia meneliti dampak ekonomi wisata laut ini. Kemudian berlanjut dengan perilaku manusia, nelayan dan turis. Selanjutnya pada 2015 tentang upaya mengukur gangguan yang berdampak pada mamalia laut ini. “Banyak komplain juga, namun bukan berarti wisata ini tidak bisa ditangani sehingga lebih baik,” sebutnya soal wisata melihat lumba-lumba di laut di seputar Lovina.

Sejumlah upaya perbaikan sudah ditempuh dengan cara diskusi antar pihak. Misalnya pada 2010 disebutkan ada 3 dari 4 kelompok wisata di Lovina yakni Kalibukbuk, Kaliasem dan Aneka menyetujui sejumlah kesepakatan. Yakni tidak ngebut, jaga jarak di sekitar lumba-lumba, dan matikan mesin atau angkat baling-baling di sekitar lumba-lumba. “Tinggal sekarang pelaksanaannya, karena masih perlu pelatihan dan diskusi reguler dengan para kapten kapal,” terang Liza.

Tentang usulan rumpon di laut, ia tidak setuju karena itu jadi masuk ranah captivity yang sangat ditentang oleh banyak pihak. “Walaupun jukung Lovina masih ada yang kebut-kebutan, setidaknya lumba-lumbanya masih ada di laut lepas, berenang dengan bebas. Jadi yang sebaiknya dilakukan adalah mengatur agar jukung-jukung di Lovina bisa melakukan tur dengan cara yg benar. Kebanyakan kapten kapal sudah mengerti. Tinggal pendampingan terus-menerus dan pelatihan,” paparnya.

Selama pemantauan ada 7 jenis Cetacea (lumba-lumba dan paus) sekitar perairan Lovina. Yakni spinner dolphins (Stenella longirostris), spotted dolphins (Stenella attenuata), Fraser’s dolphins (Lagenodelphis hosei), Risso’s dolphins (Grampus griseus), short-finned pilot whale (Globicephala macrorhynchus), Bryde’s whale (Balaenoptera edeni, pernah terpantau lewat), dan bottlenose dolphins (Tursiops sp.)

menarik dibaca : Cerita Dolphin, Penyelamat Tukad Mati Penerima Kalpataru dari Bali

 

Suasana wisata melihat lumba lumba saat sunrise di perairan Lovina, Buleleng, Bali Utara. Foto : Anggara Mahendra/Mongabay Indonesia

 

Atraksi lumba-lumba dalam kolam di Bali beberapa kali mendapat protes, terutama dari warga asing. Misalnya pada 2014, saat pembukaan Wake Dolphin and Resto, sebuah restoran yang menyajikan atraksi lumba-lumba diwarnai aksi sejumlah aktivis perlindungan satwa.

Sementara pada 2013, restoran Akame, dekat Pelabuhan Benoa, Denpasar diduga bermasalah dengan dua lumba-lumba yang juga dijadikan atraksi penarik pengunjung. Lumba-lumba tersebut disita oleh Menteri Kehutanan saat itu, Zulkifli Hasan.

 

Exit mobile version