Mongabay.co.id

Begini Tanggapan Susi Pudjiastuti tentang Kehancuran Industri Perikanan Nasional

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menanggapi pernyataan tentang keterpurukan perekonomian nasional yang salah satunya disumbang oleh sektor kelautan dan perikanan yang dipimpinnya dalam lima tahun terakhir. Dia menyebut yang terjadi bukanlah karena kinerja ekonomi yang buruk, melainkan tidak adanya pelaporan dalam kegiatan ekkonomi. Kondisi itu masih berlanjut hingga sekarang

Demikian diungkapkan Susi  mengomentari terus menurunnya neraca defisit Indonesia saat ini. Menurutnya, aktivitas penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) yang ada di Indonesia, bukan saja dilakukan oleh kapal-kapal ikan asing (KIA), namun juga oleh kapal ikan Indonesia (KIA).

“Dan ternyata unreported (fishing) pun masih lebih dari 70 persen,” ungkapnya pekan lalu di Jakarta.

baca : Aktivitas Perikanan Ilegal, Kegiatan Berbahaya Lintas Negara

Pernyataan Susi tersebut kemudian ditegaskan lagi melalui akun twitter-nya yang diunggah pada Rabu (7/8/2019). Dalam twitnya, dia menyatakan bahwa kemunduran industri perikanan nasional, bukan disebabkan oleh kebijakan yang dibuatnya. Melainkan, karena dampak dari kehancuran industri pencurian ikan yang sudah mengerak di Indonesia.

“Yang Bangkrut dan Hancur adalah Industri Pencurian Ikan .. Industri Pencurian Ikan memang saya bangkrutkan. Masa ada industri pencurian ikan kok dibiarkan!!!!!BTW Kapal asing dilegalkan jadi berbendera Indonesia tahun 2001,” tulisnya.

“Industri pencurian memang hancur dan harus dihancurkan. Setuju??? Masa ada industti kok industri pencurian,” cuitnya.

Pernyataan Susi itu menjawab tudingan dari Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2001 – 2004 Rokhmin Dahuri. Dalam sebuah kesempatan, Rokhmin mengkritik kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah kepemimpinan Susi sebagai kebijakan yang salah langkah dan menghancurkan industri perikanan nasional.

baca juga : Ekspor Raya Perikanan Simbol Kebangkitan Sektor Kelautan?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melepaskan ekspor raya perikanan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (19/7/2019). Ekspor perikanan terbesar ini dilakukan serentak di lima pelabuhan besar nasional, yaitu Tanjung Priok Jakarta, Tanjung Perak Surabaya, Tanjung Emas Semarang, Belawan Medan, dan Soekarno Hatta Makassar. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Tak Terlaporkan

Menurut Susi, apa yang sudah diterapkan selama lima tahun terakhir, justru bisa membantu tata kelola perizinan yang kemudian berhasil menaikkan pajak perikanan dari Rp734 miliar pada 2014 menjadi Rp1 triliun pada 2017. Tetapi, dia tidak mengelak jika nilai rupiah tersebut masih bisa digenjot dengan maksimal.

Susi mengklaim, saat ini Indonesia sudah menjadi penyuplai ikan terbesar kedua di benua Eropa. Sementara, untuk peringkat dunia, Indonesia masih menempati urutan nomor empat, atau tiga tingkat di bawah Tiongkok yang saat ini masih menjadi negara pemuncak dunia penyuplai ikan. Dia berkeyakinan, Tiongkok bisa seperti itu, karena ada sumbangan dari Indonesia.

“Saya yakin, kalau yang transshipment ke Tiongkok ini kita bisa kejar, sebetulnya Indonesia itu sudah nomor satu. Namun, unreported tadi masih banyak. Kita harus membawa semua pelaku bisnis mulai compliance,” tuturnya.

Selain faktor pencurian ikan, Susi menambahkan, keterpurukan bisnis perikanan nasional juga dipengaruhi oleh aktivitas penangkapan ikan dengan cara merusak (destructive fishing). Hingga sekarang, aktivitas itu masih banyak dilakukan para nelayan. Padahal, aktivitas seperti itu sangat merugikan Indonesia dari sisi bisnis dan juga lingkungan hidup.

Destructive fishing dengan cara menyuntik atau menyebarkan bahan konsentrat potasium sianida lebih dari 100 kilogram bisa menghancurkan terumbu karang. Aktivitas itu berlangsung setiap hari di berbagai wilayah perairan.

“Indonesia sekarang sudah kehilangan 65 persen terumbu karangnya,” tegasnya.

perlu dibaca : Seperti Apa Ancaman Kerusakan Ekosistem Laut Besar di Indonesia?

 

Kapal perikanan asing berbendera Tiongkok yang sedang melintas di Laut Natuna Utara. Foto : KKP/Mongabay Indonesia

 

Penyelesaiannya, Susi menyebut harus ada dukungan penuh dari berbagai pihak untuk menghentikan aktivitas merugikan tersebut. Dengan ada dukungan seperti dari pihak kepolisian, dia optimis KKP bisa mengusut tindak kejahatan industri perikanan nasional.

Diketahui, dalam sebuah seminar di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (6/8/2019), Rokhmin Dahuri menilai kondisi sektor kelautan dan perikanan di bawah kepemimpinan Susi Pudjiastuti. Dikutip dari kompas.com, Rokhmin menyebut kalau Susi menyebabkan capaian ekonomi sektoral pada KKP dalam lima tahun terakhir kondisinya hancur lebur.

Di bawah Susi, banyak perusahaan perikanan yang harus mengalami kebangkrutan akibat aturan yang diterbitkan KKP dan berisi berbagai larangan. Kondisi tersebut, terus berlangsung selama lima tahun terakhir, sejak Susi memimpin KKP pada akhir 2014.

Kemudian, masalah yang muncul di bawah Susi, adalah cara memimpin dia yang dinilai Rokhmin tidak jeli dalam menangkap peluang pada industri perikanan, salah satunya adalah industri budi daya perikanan. Padahal, menurut dia, industri budi daya perikanan potensinya sangat besar dan layak untuk dikembangkan.

baca juga : Kapan Industri Perikanan Nasional Kuat Lagi?

 

Rokhmin Dahuri, Menteri Perikanan dan Kelautan periode 2001 – 20014. Foto : rokhmin dahuri institute/Mongabay Indonesia

 

Belum Berkembang

Kritikan Rokhmin selanjutnya adalah terkait proses peningkatan nilai yang belum dikembangkan dengan baik, terutama untuk industri pengolahan dan industri bioteknologi. Masalah itu, karena KKP di bawah Susi hanya fokus pada satu dimensi, yakni penegakan hukum saja.

“Tapi dimensi kesejahteraan dan dimensi ekonomi serta dimensi ipteknya kurang didorong. Apabila dari segi ekonomi, kesejahteraan dan iptek didorong dengan baik, maka pencapaiannya diyakini akan sangat baik,” sarannya.

Pernyataan itu ditanggapi Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) KKP Sjarief Widjaja. Dia mengatakan, dampak penegakan hukum di perairan Indonesia dirasakan sangat positif terhadap keberlangsungan kehidupan nelayan. Dari capaian tersebut, stok ikan kemudian meningkat dari 6,5 juta ton pada 2013 menjadi 12,45 juta ton pada 2017.

Menurut Sjarief, meningkatkan stok ikan, menjadi indikator keberhasilan pada sektor kelautan dan perikanan, dan otomatis ikut meningkatkan penghasilan nelayan. Dampaknya, angka nilai tukar nelayan (NTN) ikut terkatrol dari 103 menjadi 114 dan nilai tukar usaha perikanan (NTUP) juga meningkat menjadi 127. Semua angka tersebut, menjelaskan bahwa nilai kesejahteraan nelayan kini sudah naik.

“Ini yang saya pikir harus dihitung bahwa industri bukan hanya industri besar, tapi mayoritas masyarakat Indonesia itu industri skala kecil juga harus dibangun supaya mereka punya daya saing,” pungkasnya.

perlu dibaca : Kenapa Stok Ikan Terbaru Jadi 12,5 Juta Ton Per Tahun? Ini Jawabannya

 

Kapan nelayan Suku Bajo di Pulau Bungin, Sumbawa, NTB. Di Indonesia, orang Bajo, menyebar di seluruh perairan Indonesia, dari barat sampai ke timur. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Kerjasama Polri

Kepala Polri Jenderal Polisi Tito Karnavian menyatakan, pihaknya antusias untuk bekerja sama dengan KKP dalam melakukan pemberantasan aktivitas ilegal ataupun merugikan Negara. Kerja sama yang dijalin dengan penandatangan nota kesepahaman (MoU) itu, dinilai sangat penting dan strategi bagi kedua belah pihak.

“Tantangan di bidang kelautan dan perikanan ini tidak bisa dikerjakan sendiri oleh satu kementerian ataupun lembaga saja,” ucapnya saat penandatanganan nota kesepahaman dengan KKP, di Kantor KKP, Selasa (30/7/2019)

Tito mengatakan, saat ini menjadi momen yang tepat untuk mewujudkan berbagai tugas yang ada, termasuk pada sektor kelautan dan perikanan. Ada banyak hal yang harus diselesaikan pada sektor tersebut, dan itu memerlukan keberanian serta ketegasan dari pempinnya.

Melalui kerja sama tersebut, Tito menyebut pihaknya akan membentuk satuan tugas (Satgas) khusus illegal fishing yang akan bekerja untuk mengusut tuntas para pelaku tindak kejahatan di bidang kelautan dan perikanan. Satgas tersebut, nantinya akan digabung dengan Satgas yang sudah ada di KKP.

Pada kerja sama tersebut, disepakati tentang pertukaran data dan/atau informasi; bantuan pengamanan; penegakan hukum; pemanfaatan sarana dan prasarana; peningkatan kapasitas dan pemanfaatan sumber daya manusia; dan bidang lain yang disepakati.

Berdasarkan peraturan yang ada, saat ini pemerintah Indonesia hanya bisa menahan ABK, nakhoda, dan juru mesin kapal pelaku illegal fishing. Sementara itu, mayoritas dari para pemilik kapal tersebut masih belum bisa ditangkap. Bahkan, pemilik kapal tersebut juga tidak mau menebus para ABK, nakhoda, dan juru mesin kapalnya yang ditahan untuk dipulangkan.

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Kapolri Kapolri Tito Karnavian menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang sinergitas pengamanan dan penegakan hukum di bidang kelautan dan perikanan pada Selasa (30/7/2019) di Mabes Polri, Jakarta. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Catatan redaksi : Artikel ini telah diperbaharui pada Selasa (13/8/2019).

Exit mobile version