Mongabay.co.id

Ketika Rencana Aksi Penghapusan dan Penanggulangan Dampak Merkuri Dinilai Tak Ambisius

Proses pengelolaan tambang emas di Mandailing Natal. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

Douglas Johnson, tak pernah menyangka tambalan gigi yang mulai pasang sejak usia 15 tahun akan berakhir dengan berbagai penyakit. Semua karena dental amalgam yang dipasang di gigi sebagai bahan tambalan gigi mengandung merkuri dan diangkat dengan cara tak benar.

“Pada akhir 2017, suami saya mengganti amalgam tanpa safe removal dan mulai mengalami masalah autoimun, jantung berdebar, hipertiroid, jari gemetar dan brain fog,” kata Dyah Paramita, istri Douglas, dalam media briefing di Jakarta, baru-baru ini.

Douglas pun lantas periksa ke rumah sakit Polusa, Lugo, Spanyol. Dokter mendiagnosa, Doug, sapaan akrabnya, keracunan merkuri dalam enam tambalan gigi.

Tak hanya Doud, Mita juga punya dua tambalan gigi dengan dental amalgam. Buat Mita, efek sampingnya adalah sakit otot terutama di punggung.

“Setelah saya mengangkat tambalan gigi di Singapura, April lalu, sakit otot juga langsung hilang, “ katanya.

Dental amalgam adalah campuran beberapa logam atau aloy, salah satu mengandung merkuri. Pada suhu kamar merkuri ini bersifat cair dan dapat bereaksi dengan logam lain yang padat. Merkuri yang dicampur dengan logam lain seperti perak, timah dan tembaga, jadi padat berwarna silver dan bahan tambalan untuk gigi belakang.

Tambalan amalgam ini punya kekuatan tinggi, tahan aus, prosedur penanganan lebih singkat dan biaya lebih murah. Kekurangannya, warna tak estetis, seringkali perlu pengeboran, dan kadang alergi.

Sejauh apa penggunaan dental amalgam di dunia kedokteran gigi Indonesia? Elin Karlina dari Komisi Obat dan Alat Kesehatan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) mengatakan, pada praktik sehari-hari masih banyak ditemui penggunaan dental amalgam.

“Walaupun tidak banyak. Di institusi pendidikan sebagian kecil masih juga menggunakan,” katanya pada kesempatan sama.

Sebagian besar dokter gigi sudah mengurangi penggunaan dental amalgam ini sejak beberapa tahun terakhir. Permintaan pasienpun, katanya, sudah jauh berkurang.

Kementerian Kesehatan juga sudah mengeluarkan surat edaran tentang penghapusan dan penarikan alat kesehatan bermerkuri termasuk dental amalgam. Target penghapusan, 100% pada 2020.

Konvensi Minamata terhadap merkuri pada 2013 juga membuat ketetapan mengurangi dental amalgam dalam dunia kedokteran gigi. Dari Konvensi Minamata, penggunaan dental amalgam belum bisa dikatakan hilang.

“Tapi di-phase down,” kata Elin.

 

Kementerian Kesehatan juga sudah mengeluarkan surat edaran tentang penghapusan dan penarikan alat kesehatan bermerkuri termasuk dental amalgam. Target penghapusan, 100% pada 2020. Foto: www.healthdirect.gov.au

 

FDI World Dental Federation juga belum sepenuhnya melarang penggunaan dental amalgam namun phase down dengan cara meningkatkan tindakan pencegahan. Hingga tak ada kasus dental karies dan tak perlu penambalan yang pakai dental amalgam.

Kirana Pritasari, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan mengatakan, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Edaran soal Penghapusan dan Penarikan Alat Kesehatan Bermerkuri, pada pimpinan fasilitas kesehatan.

”Seluruh fasilitas kesehatan baik yang bekerja sama dengan BPJS atau yang tak bekerja sama, wajib mengikuti aturan mengenai penarikan dan penghapusan alat kesehatan bermerkuri.”

Kemenkes, sebagai aktor utama dalam penghapusan merkuri pada alat kesehatan menargetkan 100% fasilitas pelayanan kesehatan tak lagi pakai zat itu akhir 2020.

Adapun, sejumlah alat kesehatan yang mengandung merkuri dan tersebar antara lain, thermometer, tensimeter, dental amalgam dan lain-lain. Dampak kesehatan yang timbul karena terpapar, antara lain, katanya, kerusakan sistem saraf pusat, ginjal, paru-paru. Dampak terhadap janin berupa kelumpuhan otak, gangguan ginjal, sistem saraf, kecerdasan menurun, cacat mental dan kebutaan.

Yuyun Ismawati, Penasihat Senior BaliFokus/Nexus3 mengatakan, dental amalgam adalah penyebab utama paparan merkuri dalam tubuh manusia. Paparan ini bisa menyebabkan berbagai dampak kesehatan yang merusak otak, hati dan ginjal.

Pada Juli 2019, sudah 128 negara menandatangani Konvensi Minamata dan 110 negara sudah meratifikasi. Indonesia, sudah meratifikasi sejak September 2017 dan mengeluarkan rencana aksi nasional pengurangan dan penghapusan merkuri (RAN-PPM) pada 2019.

Data Badan Pusat Statistik periode 2011-2018 menunjukkan, impor merkuri menurun dari 2012-2014 dari 22.500 kilogram jadi 7.500 kilogram, paling sedikit pada 2015. Pada 2016, impor merkuri kembali naik hingga 2018, sebesar 7.500 kilogram.

Menariknya, kata Yuyun, pada 2013, 2015 dan 2018 Indonesia, juga ekspor merkuri. Yang mengherankan, dibandingkan data UN Comtrade pada 2014-2018, Indonesia tercatat impor merkuri lebih 10.000 kilogram bahkan pada 2018 sampai 240.090 kilogram!

Ekpsor merkuri juga tinggi pada 2017 mencapai 2.198.758 kilogram dan sekitar 1,5 juta kilogram pada 2018 dengan tujuan terbanyak Jepang.

Menurut Yuyun, data ini mengherankan karena sebagian besar merkuri ini masuk dengan peruntukan dental amalgam.

 

Ratusan tenda milik penambang emas ilegal, yang hingga kini masih berdiri kokoh, di lokasi tambang Gunung Emas (Gunung Botak), Kabupaten Buru, Maluku. Foto : Nurdin Tubaka/ Mongabay Indonesia

 

 

Tak ambisius

RAN-PPM yang pemerintah keluarkan pada April lalu, katanya, tak cukup menanggulangi dampak merkuri yang sudah tersebar. Pada Pasal 4 dinyatakan target pengurangan dan penghapusan merkuri sebanyak 50% dari jumlah merkuri sebelum ada kebijakan. Pada 2030, untuk prioritas manufaktur dan target 33,2% dari sektor energi.

“Ini tak jelas baseline-nya dari mana? Apakah sebelum 2019? Angka 33% juga tak tahu bagaimana hitungannya. Dasarnya apa?” kata Yuyun.

Kalau mengikuti Konvensi Minamata, katanya, negara-negara bisa membuat aturan lebih ketat dari kesepakatan Minamata, misal bikin aturan baku mutu emisi (BME) lebih ketat untuk pembangkit listrik tenaga uap batubara, juga menyumbang polusi merkuri. Sayangnya, BME belum cukup ketat mengatasi polusi PLTU batubara.

Kalau patokan tambang emas, Kementerian Energi dan Sumber Mineral (KESDM) mencatat 180-200 titik tambang emas di Indonesia. Catatan Balifokus, setidaknya ada 800 titik tambang emas sebagian besar ilegal.

Di bidang kesehatan, katanya, penghapusan merkuri jadi lebih mudah karena industri alat kesehatan sudah meminta peraturan soal kandungan merkuri dalam alat kesehatan diperbarui.

Masalahnya, kata Yuyun, setelah alat kesehatan diganti pemerintah belum membuat rencana kemana alat yang mengandung merkuri ini dikumpulkan dan dibuang.

Dalam RAN PPM ada mandat membuat rancangan aksi daerah (RAD) namun hanya prioritas daerah yang punya pertambangan emas skala kecil (PESK).

“Semua memandatkan untuk bikin aturan lagi,” katanya.

Catatan lain, katanya, pada lampiran halaman 24 dinyatakan pemerintah akan mengawasi dan penertiban pertambangan merkuri primer atau sinabar ilegal, dengan target tak ada lagi pertambangan ilegal. Dalam penertiban tata niaga merkuri ilegal hanya menargetkan 10 ton pertahun, hingga 2025.

Balifokus menilai , target ini tak cukup ambisius memberantas perdagangan merkuri ilegal di Indonesia.

Begitu juga target pemulihan lahan terkontaminasi merkuri yang disebutkan dalam lampiran, hanya pada empat lokasi sampai 2025.

“Padahal ada 800 titik.”

 

Para buruh tambang emas pakai dompeng. Foto: Teguh Suprayitno/ Mongabay Indonesia

 

 

Harus jadi prioritas daerah

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menegaskan, penghapusan dan pengurangan merkuri sangat darurat. Pemulihan wilayah terdampak jadi prioritas nasional.

Pada 26 April 2019, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 21/2019 tentang RAN-PPM dengan fokus empat bidang prioritas, yakni, energi, penambangan emas skala kecil (PESK), manufaktur dan kesehatan.

Bambang Hendroyono, Sekretaris Jenderal KLHK menyebutkan, pemerintah berkomitmen mewujudkan Indonesia bebas merkuri 2030 melalui perpres ini. ”Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata pada 2017, dengan menerbitkan UU Nomor 11/2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata mengenai Merkuri. Ini dituangkan dalam Perpres 21/2019 tentang RAN PPM,” katanya.

Pelaksanaan PPM ini, katanya, dengan menyusun dan mengembangkan kebijakan pelarangan importasi, distribusi, dan penggunaan merkuri di PESK.

Perpres RAN-PPM , merupakan dokumen rencana kerja tahunan mengurangi dan menghapuskan merkuri di tingkat nasional secara terpadu dan berkelanjutan.

Perpres ini, katanya, akan efektif apabila kementerian terkait serta pemerintah daerah mampu berusaha maksimal mengurangi dan menghapuskan merkuri.

”Pemerintah daerah merupakan garda terdepan, paling memahami kondisi, situasi, dan tantangan di tingkat tapak,” katanya.

Inventarisasi data-data penggunaan merkuri dari lembaga terkait dan pelaporan pemantauan penggunaan merkuri berkala, katanya, sangat perlu hingga target pengurangan dan penghapusan merkuri pada tiap prioritas tercapai.

Dalam penerapan, katanya, pemerintah daerah sangat penting menyusun dokumen rencana aksi daerah pengurangan dan penghapusan merkuri (RAD-PPM), baik tingkat provinsi ataupun kabupaten, kota. Tujuannya, agar rencana aksi terukur.

Nyoto Suwignyo, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah I Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri mengatakan, RAD-PPM harus terintegrasi dengan rencana kerja pemerintah daerah.

”Banyak RAD itu berhenti sampai di dokumen, misal, RAD gas rumah kaca dan proklim,” katanya.

Terlebih ketika ada pemilihan kepala daerah serentak pada 270 daerah tahun 2020, kemungkinan berubah kalau tak masuk RPJMD.

 

Batu cinnabar, bahan bikin merkuri dengan latar belakang rumah penambang liar di Gunung Botak. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

Adapun, batasan penyusunan paling lama satu tahun setelah Perpres 21/2019 ditandatangani. Kewajiban pemerintah daerah ini merupakan amanat ddari perintah presiden yang jadi program prioritas.

”Waktu tersisa sekitar delapan bulan, harapannya KLHK sebagai focal point pelaksanaan perpres bisa segera memberikan petunjuk teknis penyusunan RAD.”

Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya KLHK mengatakan, pedoman penyusunan sedang proses penyelesaian. Pemerintah daerah, katanya, berperan penting dalam menentukan baseline atau dasar dalam penentuan implementasi lapangan agar lebih terukur.

Pasalnya, pendataan aktivitas masyarakat yang masih tergantung merkuri berasal dari pemerintah daerah. Dia contohkan, soal jumlah merkuri yang beredar, penambangan, transformasi lapangan pekerjaan dan lain-lain.

”Target pelaksanaan sampai 2030, pada pengurangan penggunaan merkuri sektor manufaktur 50% pada 2030, energi mengurangi pelepasan emisi merkuri 33,2% pada 2030, PESK hapus merkuri 100% pada 2025. Sektor kesehatan pada 2020, 100% tidak lagi pakai alat kesehatan bermerkuri,” katanya.

KLHK pun ada proyek percontohan melalui teknologi dalam mengolah emas tanpa merkuri di Lebak, Luwu, Lombok Barat, dan Kotawaringin Barat. Selain itu, juga sedang pemulihan lahan terkontaminasi merkuri di Lebak, Banten.

Menurut Vivien, pemulihan di wilayah terdampak jadi prioritas nasional. ”Memang ini pekerjaan berat, tapi harus untuk menghindari dampak buruk, seperti keracunan dan gangguan kesehatan lain.”

Menuju peralihan pekerjaan, katanya, masyatakat perlu waktu dan sosialisasi.

Dalam waktu dekat, KLHK akan pemulihan di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku. Di Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara Barat, katanya, daerah paling dominan terdampak merkuri dan perlu segera pemulihan.

Dua kecamatan di NTB, kata Vivien, sudah tahap memprihatinkan terdampak merkuri. Pasalnya, beberapa waktu terakhir masyarakat tak boleh mengkonsumsu daging di sekitar kawasan karena terkontaminasi merkuri.

 

 

Keterangan foto utama:  Proses pengelolaan tambang emas yang menggunakan merkuri di Mandailing Natal. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version