Mongabay.co.id

Presiden Panen Garam di Kupang, Bisakah NTT Penuhi Kebutuhan Garam Nasional?

 

Provinsi NTT merupakan sebuah wilayah kepulauan yang  terdiri dari 1.192 pulau, 432 pulau diantaranya sudah mempunyai nama dan sisanya belum. Dari jumlah tersebut, 42 pulau dihuni dan 1.150 pulau tidak dihuni dengan tiga pulau utama dan terbesar yakni pulau  Flores, Sumba dan Timor.

Luas wilayah daratan 48.718,10 km² atau 2,49% luas Indonesia dan luas wilayah perairan ± 200.000 km² diluar perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).

Indonesia pernah swasembada garam tahun 2015 dengan total produksi sebanyak 2,9 juta ton sementara kebutuhan hanya 2 juta ton. Tahun 2016 produksi garam hanya mencapai 144 ribu ton dari kebutuhan sebanyak 4,1 juta ton.

Pada tahun 2017 produksi garam hanya sebesar 118,056 ton atau setara 3,7 persen dari target 3,2 juta ton yang di tetapkan pemerintah. Terpaksa pemerintah impor garam sebanyak 2,5 juta ton. Sedangkan di tahun 2018 kuota impor garam di Indonesia sebanyak 3,7 juta ton.

Dengan kondisi yang ada, NTT dengan musim kemaraunya yang panjang mencapai 9 hingga 10 bulan dan termasuk daerah panas. NTT memiliki potensi besar dalam pengembangan industri garam nasional khususnya garam industri.

baca : Bangun Industri Garam, PT IDK Digugat Merusak Hutan Mangrove di Malaka

 

Seorang pekerja mengumpulkan garam saat dipanen di lokasi tambak garam di Desa Nunkurus, Kabupaten Kupang, NTT, Rabu (21/8/2019). Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Sejuta Hektar

Dalam kunjungan ke-10, Rabu (21/8/2019) Presiden Jokowi didampingi oleh ibu negara Iriana Joko Widodo, Kepala Staf  Kepresidenan Moeldoko, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Gubernur NTT Viktor Laiskodat dan Staf Khusus Presiden Gregorius Gories Mere.

“Saya ke sini hanya ingin memastikan bahwa program garam ini sudah dimulai. Kita tahu impor garam kita sebesar 3,7 juta ton, sementara yang bisa diproduksi di dalam negeri baru 1,1 juta ton. Masih jauh sekali,” sebut Jokowi.

Kepada awak media,Jokowi menyoal potensi NTT dalam memproduksi garam untuk mengurangi neraca impor garam nasional. Secara keseluruhan, provinsi NTT memiliki potensi besar produksi garam.

Jokowi optimis NTT bisa menjadi salah satu daerah sentra produksi garam nasional. Lahan tambak potensial yang dimiliki NTT mencapai 21 ribu hektar yang bisa dikembangkan dalam kurun waktu 2 sampai 3 tahun ke depan. Di kabupaten Kupang sendiri terdapat sekitar 7 ribu hektar.

“Disini baru 10 hektar saja yang dikembangkan dari total areal tambak 600 hektar. Untuk sampai 21 ribu hektar memang masih sangat jauh sekali,” kata Presiden.

baca juga : Bangkit dari Keterpurukan, Indonesia Targetkan Swasembada Garam pada 2019. Bagaimana Strateginya?

 

Presiden RI Joko Widodo (tengah) bersama Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat (kanan) saat meninjau dan melakukan penaen garam industri di desa Nunkurus, Kabupaten Kupang, NTT, Rabu (21/8/2019). Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi dihubungi Mongabay Indonesia, Kamis (22/8/2019) menyebutkan potensi garam di NTT sangat besar. Potensi garam yang mau dikembangkan ada di kabupaten Kupang, Sabu Raijua, Malaka, Nagekeo dan Timor Tengah Utara.

Di Nunkurus Kupang saja, kata Josef , yang baru dipanen seluas 11 ha bisa mencapai 350 ton garam industri. Kadar NaCl garamnya mencapai 96 sampai 97 persen bahkan bisa lebih. Dari 600 ha bisa mencapai 60 ribu ton garam.

Kita targetkan mudah-mudahan produksi garam bisa mencapai 1 juta ton per tahun selama 3 tahun ke depan. Dengan luas areal 600 ribu ha bahkan bisa mendekati 1 juta ha,” katanya.

 

Kualitas Bagus

Data potensi areal lahan garam di NTT yang diterima Mongabay Indonesia dari pemerintah provinsi NTT berdasarkan survey tahun 2018 sejumlah 24.501 ha, yang tersebar di kabupaten Rote Ndao sebanyak 4.499 ha, Kupang 5.633 ha, Timor Tengah Selatan 2.276 ha, Malaka 1.927 ha, Flores Timur 343 ha, Nagakeo 1.849 ha dan Sumba Timur sebesar 7.974 ha.

Kualitas garam di NTT menurut presiden Jokowi sangat bagus. Kualitas garam di Nunkrus sendiri, sebutnya, lebih bagus dibandingkan garam di pulau Madura, Surabaya bahkan negara Australia.

Garamnya lebih putih dan dan bisa digunakan menjadi garam industri. Bila diolah lebih jauh kata Jokowi, garam yang ada di Kupang bisa menjadi garam konsumsi.

menarik dibaca : Dulu Indonesia Swasembada Garam, Kini Jadi Importir Garam, Ada Apa Sebenarnya?

 

Para pekerja mengumpulkan garam saat dipanen di lokasi tambak garam di Desa Nunkurus, Kabupaten Kupang, NTT, Rabu (21/8/2019). Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Josef  tambahkan, kadar air laut di NTT sangat bagus dan sinar mataharinya juga bagus. Presiden, sebutnya, berharap NTT bisa memproduksi garam lebih besar lagi sebab produksi dalam negeri masih 1,1 juta ton saja sementara impor 3,7 juta ton per tahun.

“Kalau kita bisa produksi sebanyak 1 juta ton saja itu sangat luar biasa. NTT bisa memberikan sumbangan besar bagi produksi garam nasional,” tuturnya.

Untuk garam konsumsi provinsi NTT mengembangkannya di hampir semua daerah. Sementara garam industri jelas Josef, hanya di beberapa daerah saja yang dikembangkan.

Garam konsumsi kadar NaCl-nya kata Josef, hanya dibawah 94 persen saja. Sementara garam industri bisa mencapai 97 persen bahkan lebih.

Sementara itu Direktur utama PT.Garam, R. Achmad Budiono mengatakan produksi lahan garam di NTT kadar NaCl-nya diatas 97 persen. Produksi garamnya dua kali lebih banyak dibandingkan Madura dan Surabaya.

“Kita hanya beda sedikit saja dnegan negara Australia karena disana musim panasnya berlangsung 11 bulan. Kalau di NTT maksimal hanya 10 bulan,” ungkapnya.

 perlu dibaca : Benarkah Teknologi Pengolahan Garam Sudah Dikuasai Indonesia?

 

Lokasi tambak garam industri yang siap dipanen di desa Nunkurus, Kabupaten Kupang, NTT Rabu (21/8/2019). Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Lahan dan Modal

Beberapa perusahaan yang telah mendapatkan izin dan menggarap lahan garam seperti PT.Inti Daya Kencana di kabupaten Malaka seluas ± 2 ribu ha dan PT.Timor Livestock Lestari seluas 6 ribu ha di kabupaten Kupang.

Juga ada PT.Garam Indonesia yang mendapatkan lahan seluas 400 Ha di kabupaten Kupang yang bisa dikembangkan hingga 7 ribu Ha. Ada pula PT.Chetam yang telah dapat lahan 50 ha di kabupaten Nagekeo dari kebutuhan pengembangan sebanyak 1.000 Ha.

Tantangan pengembangan industri garam di NTT, kata Jokowi, memerlukan nilai investasi yang tidak sedikit. PT Timor Live Stock Lestari yang menggarap lahan di Nunkrus Kupang harus berinvestasi sebesar Rp.110 miliar.

“Di Nunkrus ini investasi garam yang pertama dikerjakan. Untuk tahun depan, akan selesai dikerjakan sebanyak 600 hektar. Produksi garam itu memerlukan investasi yang tidak sedikit,” tuturnya.

Jokowi juga meminta agar pembangunan tambak garam di sebuah wilayah harus melibatkan masyarakat demi peningkatan kesejahteraan.

“Petani tambak memang harus terlibat dan diikutsertakan. Para petani bukan saja hanya sebagai pekerja tetapi mereka memiliki saham juga. Sehingga pendapatan masyarakat menjadi lebih baik,” tegas Jokowi.

 

Para perempuan di desa Mokantarak, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT, sedang mengambil air laut untuk dipergunakan memasak garam konsumsi secara tradisional. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Sementara Josef mengatakan tantangan terbesar mengembangkan garam di NTT pertama soal kepemilikan lahan. Banyak lahan milik perusahaan dan tidak diusahakan. Seperti di Nunkurus sendiri, lahan tersebut milik perusahaan dan tidak dipergunakan selama 26 tahun.

Pemerintah NTT mengusulkan kepada Presiden dan Menteri Agraria dan Tata Ruang agar lahan tersebut dibekukan karena sudah tidak berproduksi. Dan sesuai undang-undang menjadi tanah milik negara.

Sehingga Presiden menyerahkan 2.706 sertifikat tanah kepada masyarakat kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan kota Kupang

“Kami juga akan inventarisir tanah yang lainnya dimana orang-orangnya transmigrasi dan tanah yang tidak berproduksi,” ungkap Josef.

Untuk tanah yang tidak berproduksi dan ditempati, pemerintah provinsi NTT akan merelokasi ke tempat yanng produktif sesuai dengan kapasitas mereka. Petani disiapkan lahan garapan dengan segala fasilitasnya.

Masalah kedua, kata Josef, masyarakat NTT belum terbiasa mengolah garam sehingga perlu penyuluhan dan pelatihan.

Untuk lahan di pesisir pantai yang ada mangrove wagub katakan akan dilihat dahulu.Bila daerah tersebut menghasilkan garam yang bagus maka akan dibuat tambak garam dan bakaunya ditanam lagi di wilayah di sekitarnya.

“Tambak garam yang dikembangkan di NTT rakyat yang mengusahakan dan bekerjasama dengan perusahaan yang akan melakukan ekspor,” terangnya.

Perwakilan Aliansi Peduli Kerusakan Mangrove Malaka Ardy meminta pemerintah provinsi NTT dan kabupaten Malaka, wajib mengantisipasi dampak kerusakan lingkungan melalui industri garam di Malaka.

Membangun investasi modal di daerah tanpa memperhatikan konsekuensi lanjutan bagi warganya sendiri tandas Ardy, sama dengan memasukan warganya sendiri ke dalam bencana berkepanjangan.

“Kesejahteraan ekonomi sebagai dalil indrustrialisasi pada kenyataannya tidak mampu menyentuh lapisan masyarakat yang terpinggirkan,” sebut Ardy.

 

Exit mobile version