Mongabay.co.id

Ini Pesan Leluhur untuk Keselamatan dan Kelestarian Danau Kelimutu

 

Mentari pagi baru menyinari Bumi Pancasila, kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ribuan pengunjung sejak pagi pukul 07.00 WITA mulai beranjak menuju kawasan Danau Kelimutu, tempat bersemayamnya arwah leluhur dalam kepercayaan masyarakat etnis Lio.

Dinginnya suhu tidak menyurutkan masyarakat yang mengenakan tenun ikat etnis Lio dan wisatawan berjalan mengiringi Para Mosalaki dan ketua adat menuju puncak tertinggi berjarak 1,5 kilometer dari areal parkir di bawah.

Mereka mengikuti Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata, ritual memberi makan arwah leluhur di danau tiga warna yang berada dalam kawasan Taman Nasional (TN) Kelimutu, Pulau Flores.

“Hari ini diadakan ritual adat Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata. Ritual adat  memberi makan arwah leluhur di danau Kelimutu,” kata Yohanes Don Bosco Watu, Ketua Forum Komunitas Adat Kelimutu kepada Mongabay Indonesia, Rabu (14/8/2019).

baca : Eloknya Puncak Kelimutu, Danau Kawah yang Terus Berubah Warna

 

Para Mosalaki (ketua adat) dari 21 komunitas adat sekitar kawasan Taman Nasional Kelimutu melakukan ritual Pati Ka yaitu memberi sesajen kepada arwah leluhur di Danau Kelimutu. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Ritual tahunan Ka Du’a Bapu Ata Mata itu melibatkan tiga batu tungku atau pemangku kepentingan: Pemkab Ende, komunitas masyarakat adat Kelimutu dan pihak TN Kelimutu.

“Ritual adat ini sudah 9 tahun digelar dengan melibatkan  21 komunitas adat. Ada 300-an Mosalaki dari 24 desa di 5 kecamatan sekitar kawasan TN Kelimutu terlibat dalam ritual adat ini,” sebut Don.

Dalam Pati Ka, leluhur diberi makan dari hasil pertanian setempat seperti padi (pare). Hal itu dimaksudkan agar tanaman selanjutnya bisa berhasil panen serta lestari bagi masyarakat di sekitar kawasan TN Kelimutu.

“Memberi makan, Pare Nake Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata harus menggunakan nasi dari beras merah. Selain itu ada daging babi, trokok dari daun koli dan tembakau. Juga ada air dan arak,” tuturnya.

Sesajen wajib diletakkan dalam pane –wadah dari tanah liat bulat— dan wati –wadah dari anyaman daun lontar— yang adalah benda alami. Sesajen diletakkan di batu, dipanjatkan doa dan diakhir dengan tarian Gawi, sebagai ungkapan kegembiraan dan kebersamaan.

baca juga : Menengok Waturaka, Desa Ekowisata  Terbaik Nasional 

 

Sao Ria, rumah adat di pelataran TN Kelimutu, tempat para Mosalaki (ketua adat) menggelar ritual adat sebelum beranjak menuju lokasi meletakan sesajen di sekitar danau Kelimutu. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Mikael Omi Mbulu (83) Ria Bewa kampung adat Toba Desa Roga mengatakan mereka percaya arwah leluhur bersemayam di kawah danau Kelimutu sehingga diadakan Pati Ka untuk memberi makan leluhu.

“Juga dilantunkan doa meminta berkat atas kehidupan dan hasil panen. Pesan leluhur soal tradisi adat saat bertani dan menjaga kelestarian alam harus terus terjaga,” ungkapnya. Termasuk saat ritual adat Nggua –pesta syukur panen–, diberikan persembahan hasil pertanian bagi para leluhur.

Ritual Pati Ka bagi Masyarakat Adat Etnis Lio bermakna antara lain perlindungan anak cucu, menjunjung dan menjaga persatuan, sehati sejiwa dan sehat, pertanian dan peternakan yang subur, serta musim hujan dan kemarau yang baik.

menarik dibaca : Yuk, Menengok Berbagai Pesona Keindahan Alam Kelimutu

  

Sesajen untuk arwah leluuhur dalam ritual ritual adat Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata yang diletakkan di antara sebuah batu di kawasan Danau Kelimutu, Pulau Flores, Ende, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Diadakan Lebih Meriah

Wakil Bupati Ende, Djafar Achmad kepada Mongabay Indonesia menegaskan ritual Pati Ka perlu dipertahankan sebagai bentuk hubungan baik masyarakat, pemerintah dan TN Kelimutu. Dan bisa menjadi modal kebersamaan pembangunan daerah dan kelestarian budaya, sekaligus sebagai pengembangan wisata budaya.

“Kami berharap kegiatan ini dilaksanakan terus menerus setiap tahun, tetap dipadukan dengan sepekan Pesta Danau Kelimutu,” harapnya.

Sedangkan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat mengapresiasi digelarnya Pati Ka dan meminta pelaksanaannya tahun depan dilakukan seminggu penuh dengan lebih meriah

“Semua sekolah dan kantor harus tutup dan masyarakat harus terlibat. Pemerintah provinsi akan mendukung dan saya akan ajak Presiden datang ke acara ini,” ungkapnya.

Djafar mengatakan sejak festival Kelimutu digelar pada 2014, kunjungan wisatawan meningkat dari 26 ribu orang pada 2013 menjadi 54 ribu wisatawan pada 2014.

Pada 2017 kunjungan wisatawan meningkat tajam hingga 91 ribu orang, tetapi tahun 2018 menurun menjadi sekitar 47 ribu orang karena kenaikan tiket pesawat terbang.

perlu dibaca : Ini Pariwisata Kerakyatan Ala Pemprov NTT. Seperti Apa?

 

Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat (tengah), dan Wakil Bupati Ende Djafar Achmad (kanan) saat ritual Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata di kawasan Danau Kelimutu, Pulau Flores, Ende, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version