Mongabay.co.id

Ketika Gunung Sampah Mulai Erupsi, Apa yang Harus Dilakukan?

 

Kabupaten Gianyar, yang melingkupi desa internasional Ubud, desa-desa pengrajin kesohor, museum bonafid, kawah candradimuka kesenian kini menghadapi ledakan sampah yang tak terolah. Selama beberapa pekan, tempat pembuangan akhir (TPA) Temesi menyiagakan pemadam kebakaran untuk menyiramkan air ke gunung-gunung sampah.

Pada Selasa (3/09/2019) pemadaman api kembali dilakukan sepanjang hari oleh tim pemadam kebakaran Gianyar. Sejumlah petugas memberanikan diri mendaki gunungan sampah, menarik selang yang berat menuju titik api. Upaya pemadaman sudah dilakukan sejak Maret 2019 ketika ada laporan.

Setelah disiram, asap nampak berkurang. Namun ketika angin berhembus kencang, asap kembali meninggi. Gas methan dari gunungan sampah ini agaknya memicu api. Terlebih dalam cuaca kemarau saat ini.

Sejumlah petugas kebersihan dan supir-supir truk yang sedang antre menurunkan sampah nampak sudah terbiasa dengan pemadaman api ini. Mereka melihat dari kejauhan dengan wajah datar. Truk-truk dan pick-up penuh muatan sampah berbaris antre sampai luar pintu masuk area TPA.

Untungnya ada saluran irigasi sawah yang memberikan persediaan air untuk pemadaman. Area TPA lebih dari 2 hektar ini adalah sawah, dan di sekelilingnya masih ada petak-petak sawah yang dikelola petani setempat.

baca : Setelah Gagal, Pembakaran Sampah Jadi Listrik Kembali Dilakukan di Bali

 

Pemadaman kebakaran di TPA Temesi terus dilakukan dan Pemkab Gianyar menyiagakan truk pemadam. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Perpaduan gunung sampah dengan sawah adalah kombinasi di TPA Temesi, Gianyar. Sementara di TPA Suwung, area penimbunan sampah terbesar di Denpasar berdampingan dengan Tahura Mangrove dan pesisir Benoa.

Hilir mudik mobil pemadam kebakaran menjadi hal lumrah juga untuk puluhan pemilah sampah di unit Temesi Recycling dalam area TPA. Ketika pemadam api dan asap berjibaku di gunung sampah, para pemilah sibuk di sisi lain yang terlindung kanopi besar. Mereka intens mengorek sampah yang baru masuk 1-2 hari ini. Memisahkan anorganik dengan organik seperti bekas sesajen dan dedaunan.

TPA Temesi awalnya adalah percontohan sebagai TPA pengolahan sampah, terutama jadi kompos. Melalui Temesi Recycling yang dimulai 2004, ada sejumlah lembaga yang mendukung pendanaan seperti Rotary, USAID, Pemerintah Swis, Kanada, dan lainnya. Tahap pertama pembuatan fasilitas komposting selesai pada Juni 2008 dengan kapasitas operasi 30 ton per hari. Kemudian diperluas agar sebagian besar sampah di Gianyar bisa dikelola dengan baik.

Mongabay pernah menulis pada 2014 bagaimana komposting ini dilakukan dengan tenaga pemilah sampah secara manual. baca : Inilah Para Pahlawan Sampah Bali

Dari leaflet Temesi Recycling disebutkan pada akhir 2008 pengelolaan fasilitas diserahterimakan dari Rotary Club Ubud ke Yayasan Pemilahan Sampah Temesi. Tujuannya membuat model keberlanjutan pengolahan sampah padat. Ketika itu disebutkan hanya 10% residu yang dibuang ke TPA yang berada di sebelahnya.

 

Dalam TPA Temesi ada Yayasan dengan unit Temesi Recycling yang memilah sampah organik dari truk langganan jadi kompos. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Kadek Satra, supervisor pengomposan di unit pemilahan sampah ini hanya menghela nafas dengan kondisi saat ini. Ia menunjuk gunungan sampah yang pernah terbakar di dekat lokasi komposting. Bahkan asap masih terlihat keluar di sela-sela gundukan sampah. “Oksigen tak ada, gas methannya keluar,” ujarnya.

Jumlah pemilah sampah saat ini sekitar 50 orang tak sebanding dengan jumlah sampah. Temesi Recycling ini memiliki langganan sendiri truk-truk pembawa sampah terutama dari Ubud yang akan disambut para pemilah.

Secara umum, proses pengolahan yang masih berjalan adalah pemberian upah pemilahan sampah sebesar Rp50 ribu per ton organik terpilah. Penghasilan tambahan adalah sampah anorganik yang dijual pemilah atau pemulung ini ke bank sampah Temesi. Tiap pemilah sampah menghitung sendiri kemampuannya memilah dan jeli menemukan sampah anorganik atau rongsokan yang bernilai. Sementara untuk Temesi Recycling penghasilannya dari penjualan kompos dan rongsokan bank sampah.

baca juga : Proyek “Penghijauan” Gunungan Sampah Bali Diresmikan. Apakah Efektif?

 

Seorang pemulung mendaki gunungan sampah di TPA Temesi, Gianyar. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Volume Sampah

Kepala UPT TPA Temesi Ketut Bambang Suandi ketika dikonfirmasi Jumat (6/09/2019) mengatakan pemadam kebakaran masih disiagakan walau asap sudah menipis. Ia mengeluhkan volume sampah yang meningkat 10 kali lipat dibanding 5 tahun lalu. “Waktu itu 10 truk saja sekarang 113 truk per hari,” sebutnya.

Sejak Maret 2019, TPA membuka truk-truk swadaya pengangkut sampah setelah sebelumnya hanya truk pemerintah. Membeludaknya sampah tak dielakkan karena kapasitas pemilahan sampah dan areanya tidak bertambah. Total area TPA lebih dari 4 hektar. Digunakan sebagai area pemilahan dan komposting oleh Yayasan yang kelola Temesi Recycling sebagian dan sisanya untuk area penimbunan sampah.

Awalnya ada sistem sanitary landfill proses penyaluran air lindi dan gas methan. Namun sekarang ditampung biasa. Bambang mengatakan Bupati akan mengadakan perluasan area pada 2020 kemudian pada 2021 rehabilitasi dan revitalisasi TPA. “Masih pra desain, kerjasama dengan ITB agar lebih representatif dan lebih ramah lingkungan,” jelasnya.

Volume sampah saat ke TPA Temesi saat ini sekitar 328 ton per hari. Truk-truk sampah datang lalu sampahnya ditumpuk. Alat berat tampak mengatur atau meninggikan tumpukan agar truk masih memiliki jalan masuk. Sementara unit pemilahan sampah dikelola terpisah oleh Yayasan, unit ini memiliki truk-truk langganan sendiri.

 

Gas dari gunungan sampah terlihat di sana sini di TPA Temesi, Gianyar, Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

TPA Temesi Kini

Kini TPA Temesi menjadi sumber asap dan gunungan sampah makin banyak. Volume sampah jauh meningkat tak sebanding dengan pemilahannya.

Puncaknya, sejumlah warga Banjar Lebih Beten Kelod membuat baliho besar yang dipasang di jalan berisi keprihatinan dan keluhan karena asap dari kebakaran sampah TPA Temesi yang dikelola Pemkab Gianyar.

‘Selamat Datang di Zona Berbahaya Asap Temesi’, tulisan di baliho yang dipasang Sabtu (8/8/2019) malam. Nampak foto-foto baliho dengan sejumlah anak muda mengenakan masker, disebarkan di media sosial. “Ini kami lakukan sebagai bentuk keluhan karena hak kami untuk menghirup udara bersih tidak terpenuhi,” sebut I Wayan Agus Muliana, warga yang memposting.

Keseriusan warga Banjar Lebih yang terdampak asap di TPA Temesi ini ditindaklanjuti dengan pengaduan ke WALHI Bali pada Senin (10/8/2019). Keesokan hari, mereka menggelar konferensi pers menjelaskan kronologis dampak asap kebakaran. Dimulai pada 2 Maret Kepala Dusun (Kadus) Banjar Lebih Beten Kelod melaporkan peristiwa asap dampak kebakaran ini ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Gianyar.

Laporan tersebut ditindaklanjuti oleh DLH Gianyar dengan mengirimkan mobil pemadam kebakaran ke TPA Temesi. Selain itu, Kepala Desa (Perbekel) Desa Lebih juga telah menyampaikan keluhan yang sama kepada Bupati Gianyar dan ditembuskan kepada DLH Gianyar melalui surat Perbekel Lebih tertanggal 19 Juni 2019. Karena penanganannya tidak berkelanjutan, warga mendirikan baliho protes itu.

I Made Juli Untung Pratama Direktur Eksekutif WALHI Bali mengatakan bencana lingkungan kabut asap yang dirasakan oleh Desa Lebih adalah bentuk dari tidak maksimalnya penanganan kebakaran sampah di TPA Temesi. WALHI Bali dan Frontier Bali bersama perwakilan pemuda Desa Pakraman Lebih mengirimkan surat terbuka mendesak Bupati Gianyar untuk mengambil tindakan cepat dalam menanggapi bencana lingkungan ini. Juga menanggapi secara serius pengaduan warga Desa Lebih terkait bencana lingkungan kabut asap akibat kebakaran sampah di TPA Temesi Gianyar.

Melakukan upaya-upaya strategis menghentikan bencana lingkungan kabut asap yang dirasakan warga Desa Lebih untuk jangka pendek dan jangka panjang. Juga mengadakan pemeriksaan kualitas udara di Desa Lebih yang terkena bencana lingkungan kabut asap akibat dari kebakaran sampah di TPA Temesi Gianyar.

“Saat ini asap sudah mereda. Kami kena asap jika angin dari arah utara ke selatan, saat angin darat ke laut,” kata Agus Muliana dikonfirmasi Mongabay Indonesia, Jumat (6/9/2019). Sekitar enam bulan, ia dan warga lain merasakan terjangan asap jika TPA terbakar. Biasanya malam sampai dini hari, saat warga terlelap.

Dampak terburuk adalah infeksi saluran pernafasan atau ISPA yang dialami sejumlah warga. “Bupati datang dan berjanji menangani TPA, saat itu dimohon menurunkan baliho,” sebutnya. Agus menghargai kedatangan Bupati Gianyar sehari setelah konferensi pers dengan Walhi Bali. Namun jika asap menyerang lagi, pihaknya akan menaikkan lagi balihonya.

baca : Bali Pulau Surga atau Surga Sampah?

 

Area TPA Temesi adalah sawah, kini sekitar 4 hektar jadi gundukan sampah. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Memadamkan api adalah respon angka pendek untuk menghilangkan asap, ini menurutnya sudah efektif tapi ada ancaman gas methan di bawah gunungan sampah. “Saat musim kering terbakar sampahnya. Saat hujan, air lindi akan mencemari sungai. Ini ancaman ke depan,” lanjut pria yang bekerja di BUMDes Lebih ini.

Untuk jangka panjang, ia mengusulkan pemerintah buat peraturan mewajibkan desa-desa mengelola sampahnya di tingkat rumah tangga. Sampah anorganik dijual ke bank sampah dan sisanya masuk TPA. Agus menyebut desanya akan meluncurkan bank sampah 8 September ini, dan menganjurkan warga mengolah sampah organik. Misalnya dengan buat lubang 1×2 meter menjadi kompos, plastik dipilah dan dijual ke bank sampah. “Banjar kami terdampak, tapi kami tak hanya protes tapi ingin menerapkan pengolahan sampah untuk mengurangi residu ke TPA,” janjinya.

Saat ini, menurutnya sudah ada kesadaran buang sampah pada tempatnya tapi warga belum bisa memilah. Hal itu hanya memindahkan masalah ke TPA Temesi.

 

Exit mobile version