Mongabay.co.id

Cara Ini Dilakukan untuk Menjaga Badak Sumatera dari Kepunahan

 

 

Perlindungan badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis] di hutan Leuser terus dilakukan. Ancaman perburuan dan pengrusakan habitat sebisa mungkin diminimalisir, agar satwa bercula ini terjaga populasinya.

Dedi Yansyah, Koordinator Perlindungan Satwa Liar Forum Konservasi Leuser [FKL], mengatakan, kondisi badak sumatera selalu dipantau. FKL bersama Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser [BBTNGL], Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan [LHK] Aceh serta Kesatuan Pengelolaan Hutan [KPH] telah menggerakkan 26 tim patroli, mencegah terjadinya perburuan satwa dan tindakan liar lainnya di Leuser.

“Tim keliling setiap bulan,” ujar Dedi, Kamis [19/9/2019].

Dedi menjelaskan, luas hutan Leuser yang mencapai 2,25 juta hektar [wilayah Aceh], sangat ideal sebagai rumah alami badak sumatera. “Selama aman dari perburuan dan habitatnya tidak rusak.”

Namun, masalah yang ada saat ini adalah keberadaan badak tersebar dalam beberapa kelompok kecil. Kondisi ini dikhawatirkan mengganggu perkembangbiakannya.

“Di beberapa tempat di Leuser, tidak ditemukan indikasi hadirnya anak badak. Ini bisa disebabkan, tidak adanya badak jantan atau betina, atau karena penyakit yang menyebabkan tidak bisa berkembang biak,” terangnya.

Baca: Tindakan Darurat Penyelamatan Badak Sumatera Harus Dilakukan

 

Harapan, badak sumatera kelahiran Cincinnati Zoo, Ohio, Amerika, 27 Mei 2007. Sejak 2 November 2015, ia berada di SRS Way Kambas, Lampung. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Dedi mengatakan, populasi terpisah ini harus segera diselamatkan. Alasannya, meski keamanan dijaga ketat dari perburuan dan pengrusakan habitat, namun karena tidak bisa berkembang biak maka kantong-kantong kecil ini bisa habis dengan sendirinya.

FKL bersama Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh, beberapa LSM lokal dan internasional, perguruan tinggi serta lembaga donor dibantu sejumlah ahli, berupaya menyelamatkan badak yang terpisah. Nantinya, SRS Aceh – SRS Way Kambas – SRS Kaltim bekerja sebagai sebuah kesatuan, konservasi badak tingkat nasional.

“Suaka Rhino Sumatera [Sumatran Rhino Sanctuary/SRS] Badak Sumatera di Aceh lagi proses izin beserta penentuan lokasi. Targetnya, pada 2021 beroperasi. Badak-badak yang terpisah itu nantinya ditempatkan di SRS, hasil perkembangbiakannya dilepaskan ke alam liar. Tentunya, dengan pertimbangan individu itu sudah siap dan habitatnya aman,” ungkapnya.

Baca: Hanya Badak Sumatera di Hati Mereka

 

Badak sumatera bersama penjaganya di SRS Way Kambas, Lampung. Harus ada tindakan nyata untuk menyelamatkannya dari kepunahan. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Namun, hal paling penting agar badak sumatera tidak musnah, khususnya di Aceh, adalah selalu menjaga hutan Leuser aman dari segala ancaman. Badak butuh hutan sunyi, jauh dari jangkauan manusia.

“Habitat badak harus bebas pembangunan jalan atau infrastruktur. Tidak ada juga di habitatnya masalah HTI, HPH, HKm, HTR, TORA apalagi untuk tambang dan HGU. Habitat badak harus bersih dari itu semua,” paparnya.

 

Suaka Rhino Sumatera, Way Kambas, Lampung, yang dipagar dan dialiri listrik. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Amanah

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, Sapto Aji Prabowo menegaskan kembali, rencana pembangunan SRS di Provinsi Aceh merupakan amanah yang tercantum dalam Rencana Aksi Darurat [RAD] Badak Sumatera atau Emergency Action Plan [EAP].

“Pendapat ahli, badak-badak yang telah terfragmentasi di Leuser harus dikumpulkan dalam satu tempat agar bisa berkembang biak. KLHK melalui Dirjen KSDAE sudah memutuskan hal tersebut,” terangnya.

Dalam RAD yang ditetapkan Dirjen KSDAE, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] Nomor: SK.421/KSDAE/SET/KSA.2/12/2018, pada 6 Desember 2018, satu poin pentingnya adalah menyatukan populasi badak sumatera yang berada di KEL dan TNGL ke habitat yang luasnya lebih dari 100.000 hektar.

“Penyatuan populasi kecil penting dilakukan untuk membantu perkawinan, sehingga ketika anaknya lahir dikembalikan ke habitat alami. Jika populasi kecil dibiarkan, tanpa disatukan dengan kelompok lain maka akan punah dengan sendirinya, tidak ada keturunan,” paparnya.

Baca: Badak Sumatera, Seberapa Tangguh Kita Menyelamatkannya?

 

Tim di SRS Way Kambas Lampung selalu bekerja mengamankan lokasi dan memastikan badak yang ada aman. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Tim telah melakukan survei 14 lokasi yang dianggap cocok untuk SRS. Namun, wilayah pastinya sedang ditetapkan sekaligus menunggu persetujuan KLHK.

“SRS di Aceh menjadi penting karena berdasarkan penelitian ada kantong-kantong yang sudah tidak memungkinkan untuk berkembang biak, populasi sangat kecil. Tapi, membangun SRS juga harus sangat hati-hati dan didukung semua pihak, mulai dari tinggat tapak hingga Pemerintah Pusat,” terangnya.

Untuk kantong-kantong yang populasinya di atas 10 atau 15 individu, akan dilakukan aksi darurat berupa proteksi intensif. “Agar badak-badak yang dikumpulkan nanti tidak keluar dari asalnya, hutan Aceh.”

Sapto mengakui, pengamanan badak dari perburuan di beberapa kawasan memang belum maksimal. Masih terjadi kelonggaran. “Hutan Aceh, pengelolaannya dilakukan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL], BKSDA Aceh, dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan [DLHK] Aceh, dibantu sejumlah lembaga mitra. Kami bekerja sama agar perlindungan satwa liar termasuk badak sumatera, berjalan baik,” paparnya.

Baca: Fakta Menarik, Mengapa Kehidupan Badak Harus Kita Jaga…

 

Tim pencari pakan badak juga bertanggung jawab atas kesehatan badak di SRS Way Kambas, Lampung. Dedauan yang diambil dari hutan itu harus bebas pestisida dan zat kimia lainnya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Bupati Aceh Timur, Hasballah M Thaib, berharap SRS segera terwujud. “Kabupaten Aceh Timur bersedia memberikan tempat untuk pembangunan SRS. Kami ingin, hadirnya SRS tidak hanya berdampak pada penyelamatan badak tetapi juga meningkatkan kesadaran masyarakat dan semua pihak untuk menjaga hutan beserta isinya,” jelas lelaki yang kerap disapa Rocky.

Badak sumatera merupakan satwa langka yang berdasarkan IUCN statusnya Kritis [Critically Endangered] atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar. Keberadaannya tersebar di Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Barisan Selatan, Way Kambas, dan Kutai Barat, Kalimantan Timur. Jumlahnya diperkirakan tidak lebih 100 individu.

 

 

Exit mobile version