Mongabay.co.id

Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Timur, Nasib Ibu Kota Negara?

 

 

Kalimantan Timur, provinsi yang ditetapkan sebagai ibu kota baru Indonesia, mengalami kebakaran hutan dan lahan [karhutla]. Bagaimana kondisinya?

Kepala Seksi Pengendalian Kerusakan dan Pengamanan Dinas Kehutanan Kalimantan Timur [Kaltim], Shahar Al Haqq, mengatakan, sejak Agustus 2019, karhutla sudah melanda beberapa wilayah Kalimantan Timur. Puncaknya, awal September 2019, penanganannya terus dilakukan dengan pemadaman.

“Kemarin Berau parah, sekarang berkurang. Kabupaten Panajam Paser Paser Utara dan Kutai Kartanegara juga berkurang, sementara di Kabupaten Kutai Barat, sejak awal memang ada kebakaran tapi minim. Petugas pemadam dari BPBD dan Kehutanan juga masyarakat bahu-membahu memadamkan api,” jelasnya, Senin [23/9/2019].

Dijelaskan Shahar, kebakaran hutan dan lahan di Kaltim tergolong kecil, tidak seperti Provinsi Jambi yang langitnya memerah dan darurat asap. Menurut dia, tiap kali fenomena El Nino melanda, karhutla di Kaltim pasti terjadi, namun tidak cukup mendatangkan asap. Jika saat ini Kaltim mengalami kabut asap, dipastikan kiriman dari Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.

“Kebakaran di Kalimantan Timur lokasinya cukup jauh. Meski tidak besar, namun petugas pemadam gabungan tetap menemui kendala karena lokasinya yang terjal. Bahkan, hampir di semua lokasi kebakaran tidak ditemukan mata air,” jelasnya.

Baca: Karhutla Membara, Jangan Frustasi Hadapi Perusak Lingkungan

 

Petugas BPBD Kota Bontang, memadamkan api yang merambat di lahan kawasan Bontang, Kalimantan Timur. Foto: Ahmad Yani/Wapena

 

Pemerintah Provinsi Kaltim memastikan dapat menangani karhutla. Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Hadi Mulyadi, memerintahkan pemadaman api secara cepat dan tanggap pada Dinas Kehutanan dan BPBD. Menurut dia, upaya pemadaman tidak pernah berhenti dilakukan.

“Semua bergerak cepat dan tanggap, Dinas Kehutanan dibantu BPBD juga Satpol PP turun ke lapangan. Masyarakat juga ikut ambil bagian memadamkan api. Kita berharap api segera padam,” sebutnya.

Berdasarkan data SiPongi, Karhutla Monitoring Sistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Timur pada 2019 mencapai 6.715 hektar. Sementara Kalimantan Tengah [44.769 ha], Kalimantan Barat [25.900 ha], Kalimantan Selatan [19.490 ha], dan Kalimantan Utara [1.444 ha].

Baca: Bencana Asap di Sumatera dan Kalimantan, Mengapa Lahan Gambut Terus Terbakar?

 

Kebakaran di hutan wilayah Samboja. Api merambat di sisi kiri dan hampir menyentuh Jalan Poros Balikpapan-Samarinda. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Api di ibu kota negara

Laporan BPBD Kabupaten Penajam Paser Utara [PPU], menyatakan beberapa daerah di PPU yang merupakan wilayah ibu kota negara baru, tak lepas dari kebakaran dan bencana asap. Titik lokasi di Nenang, Gunung Seteleng, dan Lawe-lawe.

Kabupaten Kutai Kartanegara yang juga wilayah ibu kota baru Indonesia, tak luput dilanda kebakaran. Terutama di Samboja, khususnya di Tahura Bukit Soeharto, yang memiliki kawasan hutan cukup besar.

Untuk mengamankan lokasi, Camat Samboja, Nur Khalis, bekerja sama dengan semua pihak, TNI, Polres Kukar, Balakarcana, Satgas Karhutla Samboja serta masyakat, turun memadamkan api. “Semua petugas ke lokasi, memadamkan api. Terutama di kawasan hutan yang terletak di Amborawang Darat,” sebutnya.

Samboja merupakan kawasan berhutan yang memotong Kota Balikpapan dan Samarinda. Di lokasi ini ada Sekolah Hutan dan Pusat Rehabilitasi Orangutan Samboja Lestari milik Yayasan Borneo Orangutan Survival [BOSF].

“Sejak Maret 2019, kami dari BOSF sudah mengingatkan waspada karhutla. Saat ini asap tipis yang diduga hasil kebakaran menyambangi Samboja Lestari beberapa hari terakhir,” kata CEO Yayasan BOS, Jamartin Sihite.

Untuk mencegah dampak buruk terhadap para orangutan yang menjalani rehabilitasi, tim medis memberikan susu dan multivitamin untuk semua orangutan. Total 130 individu. “Semua tanpa kecuali, mendapat perawatan intensif,” jelasnya.

Asap yang menyelimuti, mengharuskan pihak BOSF mengurangi kegiatan luar ruang untuk orangutan. Aktivitas orangutan muda di Sekolah Hutan juga dibatasi. Untuk orangutan dewasa yang berada di kompleks kandang, tim teknisi Samboja Lestari secara teratur melakukan penyemprotan, menjaga suhu kandang tetap sejuk.

Baca juga: Resmi, Ibu Kota Indonesia Pindah ke Kalimantan Timur

 

Dua anak ini meminta Presiden Jokowi membebaskan ayahnya yang dianggap sebagai pembakar hutan. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara [AMAN] Kaltim menuturkan, masyarakat yang ditangkap merupakan masyarakat adat yang membakar ladangnya sendiri untuk kearifan lokal berkebun dan sudah mendapat izin RT dan kepala desa setempat. Foto: AMAN Kaltim

 

Penangkapan warda adat

Sebelumnya, Jumat [20/9/2019] Polres Kabupaten Paser menangkap dua warga Longkali, Kabupaten Paser, yang diduga pelaku pembakaran hutan di Paser. Penangkapan itu mendapat kecaman dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara [AMAN] Kaltim. Pasalnya, S dan J, merupakan masyarakat adat yang membakar ladangnya sendiri untuk kearifan lokal berkebun, sebagaimana adat Paser. Pembakaran yang mereka lakukan pun sudah mendapatkan izin terlebih dahulu, diketahui ketua RT dan kepala desa setempat.

Ketua AMAN Kaltim, Margareta Setting Beraan, menjelaskan, penangkapan tersebut cacat hukum. Sebab, prosedur pembakaran yang dilakukan S dan J sudah memenuhi syarat. Mereka tidak membakar hutan, tapi ladang sendiri.

“Saat kemarau datang, warga Paser akan berladang di lahan pribadi sebagai kearifan lokal. Mereka sudah mengantongi izin ketua RT dan diketahui kepala desa. Pembakaran ladang dilakukan malam hari agar api tidak merambat, dibantu masyarakat adat lain,” jelasnya, Senin [23/9/2019].

Namun, aparat kepolisian setempat langsung mengamankan S dan J dengan tuduhan membakar hutan. Petugas mengambil obor dan senter warga, S dan J digelandang ke kantor polisi. Sempat mendapat jaminan Kepala Desa Longkali, namun polisi kembali menahan S dan J dengan dasar penahanan membakar hutan, Pasal 50 Ayat 3 UU 41/1999 dan Jo Pasal 78 Ayat 3 Huruf D tentang membakar hutan, serta Pasal 187 KUHP yang menyebabkan kebakaran hutan.

“Semua tudingan tidak beralasan, kami mengecam penangkapan ini. Kami mau mereka dibebaskan, karena mereka tidak memiliki rencana jahat. Mereka hanya berladang sesuai kearifan lokal. Tidak ada sedikit pun api yang merambat,” sebutnya.

AMAN Kaltim akan melakukan pendampingan untuk mereka. Menurut Setting, semua pihak harus bertanggung jawab menangani karhutla yang terjadi di Kaltim. “Jangan cari kambing hitam dengan tuduhan masyarakat adat yang berladang,” pungkasnya.

 

 

 

Exit mobile version