- Provinsi Kalimantan Timur, resmi ditunjuk menjadi Ibu Kota Indonesia baru oleh Presiden Joko Widodo [Jokowi], Senin [26 Agustus 2019]. Lokasinya berada di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara.
- Jokowi menilai, Kalimantan Timur memiliki infrastruktur relatif lengkap dan lokasinya paling ideal. Perkiraan dana pembangunan ibu kota baru sebesar Rp466 triliun.
- Tujuh poin kajian Bappenas terhadap Kalimantan Timur meyakinkan pemindahan ibu kota negara ke provinsi ini. Sebut saja aspek pertahanan dan keamanan memiliki akses darat laut dan udara serta tersedia lahan pemerintah seluas 180 ribu hektar.
- Berdasarkan data JATAM Kaltim, terdapat 1.190 IUP di Kalimantan Timur dan 625 izin di Kabupaten Kutai Kartanegara. Sementara, di Kecamatan Samboja terdapat 90 izin tambang dan di Bukit Soeharto ada 44 izin tambang.
Provinsi Kalimantan Timur, resmi ditunjuk menjadi Ibu Kota Indonesia baru oleh Presiden Joko Widodo [Jokowi]. Keputusan itu diumumkan di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin [26/8/2019]. Jokowi menilai, Kalimantan Timur sangat layak menggantikan Jakarta.
“Fasilitas infrastruktur di Kalimantan Timur relatif lengkap. Lokasi ibu kota baru yang paling ideal ini berada di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara,” katanya.
Alasan paling mendasar memindahkan ibu kota menurut Jokowi adalah jumlah penduduk yang setiap tahun bertambah dibarengi pendatang. Jakarta juga menanggung beban sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, pusat jasa dan pusat pendidikan. Insfastruktur terbesar juga berada di Jakarta seperti bandar udara dan pelabuhan laut.
“Kondisi Jakarta sudah terlalu padat. Kemacetan lalu lintas terlanjur parah. Ditambah lagi masalah lingkungan seperti polusi air dan udara. Harus segera ditangani,” jelasnya.
Perkiraan dana pembangunan ibu kota baru sebesar Rp466 triliun. Nantinya, 19 persen pendanaan berasal dari APBN. Ada juga pendanaan dari skema kerja sama pengelolaan aset di ibu kota baru dan Jakarta. Sisanya, kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha atau KPBU serta investasi langsung swasta dan BUMN.
Baca: Satwa Langka di Ibu Kota Baru Indonesia
Kajian Bappenas
Sebelum Jokowi mengumumkan Ibu Kota Indonesia pindah ke Kalimantan Timur, Bappenas telah memberi sinyal kuat. Rabu [21/8/2019] di Ballroom Hotel Swiss-Belhotel Balcony, Balikpapan Ocean Square [BOS], Balikpapan, Bappenas menggelar dialog nasional pemindahan ibu kota negara ke Pulau Kalimantan.
Deputi Bidang Pengembangan Regional Bappenas Rudy Soeprihadi Prawiradinata, memaparkan skema dan gambaran kelayakan ibu kota. Provinsi Kalimantan Timur dianggap memenuhi kriteria yang ada.
Kaltim memiliki keunggulan dibanding provinsi lain. Secara geografis, berbatasan dengan Selat Makassar yang menjadi titik nol. Ini menunjukkan fakta, Kalimantan Timur lebih strategis dibanding Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Terkait kebencanaan, Kalimantan Timur dinilai aman dan bebas ring of fire atau wilayah-wilayah yang terkena gempa bumi.
Hasil penilaian Bappenas terhadap Kalimantan Timur pun meyakinkan. Mulai ketersediaan lahan hasil deliniasi, kuantitas sumber air, historis kebakaran hutan, dukungan infrastruktur penunjang, demografi penduduk hingga sisi pertahanan, Kalimantan paling komplit. Meski ada kekurangan daya dukung air tanah, namun tidak menjadi persoalan krusial.
7 poin penilaian Bappenas terhadap Kalimantan Timur:
- Luas deliniasi kawasan 180.965 hektar dan lokasi potensial 858.85,83 hektar.
- Kuantitas air permukaan diperoleh melalui tiga DAS yaitu DAS Sanggai/Sepaku, DAS Samboja, dan DAS Dondang.
- Daya dukung air tanah di lokasi delineasi sebagian besar masuk ke dalam kelas rendah.
- Wilayah delineasi tidak memiliki historis kebakaran hutan yang sering. Sebagian besar wilayah [1/3 area] delineasi merupakan hutan. Hanya beberapa hotspot yang memicu kebakaran utama [2015]. Titik lokasi kebakaran berada di sisi selatan Samboja dan Sepaku serta di sebagian tahura
- Dekat dengan kota besar Balikpapan dan Samarinda, serta dilintasi jalan tol Balikpapan-Samarinda. Didukung Bandara Internasional Sepinggan [45 km] dan Bandara Aji Pangeran Tumenggung Pranoto [76 KM], serta dilayani Pelabuhan Terminal Peti Kemas Kariangau
- Dominan merupakan pendatang yaitu etnis Jawa [30%], Bugis [20%], dan Banjar [12%] sehingga potensi konflik sosial rendah
- Aspek pertahanan dan keamanan memiliki akses darat laut dan udara
Sumber: Bappenas
Baca: Soal Pemindahan Ibu Kota Negara, Berikut Masukan Peneliti LIPI
Sambutan bahagia
Keputusan Jokowi disambut baik Gubernur Kalimantan Timur [Kaltim], Isran Noor. Sejak isu perpindahan ibu kota berhembus, Isran meyakini provinsi ini akan dipilih. “Pasti Kaltim. Terserah di mana lokasi nanti, yang penting Kaltim terpilih,” katanya.
Isran menyebut, Kaltim strategis untuk pusat pemerintahan. Terkait kekhawatiran masalah lingkungan, menurutnya tentu akan diatasi, sebab pemindahan ibu kota, tentunya ada kajian kelayakan. “Sudah pasti Kaltim akan menjadi ibu kota yang baik. Kajiannya sudah banyak, kebutuhan infastruktur juga terpenuhi. Jadi memang layak ibu kota pindah ke sini,” ujarnya.
Bupati Penajam paser Utara [PPU], Abdul Gafur Mas’ud [AGM] menyatakan pihaknya sangat bersyukur atas kepercayaan ini. Presiden Jokowi telah memutuskan pemindahan Ibu kota yang titiknya berada di PPU dan Kutai Kartanegara.
“Kami sangat bersyukur sekali dengan keputusan ini. Alhamdulillah Kaltim terpilih sebagai lokasi Ibukota, dan PPU masuk didalam wilayah Ibukota, saya sangat terharu dan tentunya warga PPU siap membangun ibu kota,”kata AGM.
Dijelaskan dia, sebelum diputuskan sebagai ibu kota negara, PPU telah lebih dulu mempersiapkan lahan seluas 300.000 hektar. “Kami sudah menyiapkan lahan, tinggal perintah dari pemerintah pusat menentukan dimana lokasi tepatnya,”
AGM yakin, keputusan yang diambil Jokowi membawa keberkahan Bangsa Indonesia, terlebih warga PPU. Dia memastikan, PPU bisa membawa visi dan misi Presiden untuk melahirkan SDM unggul demi kemajuan Indonesia. “Masyarakat PPU selalu mendoakan yang terbaik,”
Kabag Pembangunan PPU, Nicko Herlambang mengucap syukur, karena pemerintah pusat menerima skema kajian dan proposal PPU. Menurutnya, PPU dan Kutai Kartanegara adalah gabungan kawasan ibu kota yang bagus. Sebab, membentuk kawasan ibu kota baru, bukan hanya berpatokan satu kabupaten saja. Perlu kombinasi sehingga beban ditanggung secara bersama.
“Untuk pengembangan ibu kota, PPU punya konsep kota mandiri terpadu yang berada di pesisir areal water front city. Kajiannya sudah disusun, dan telah diajukan ke pemerintah pusat,” sebutnya. Pengembangan ibu kota Forest City dan Water Front City dengan mendahulukan sisi ekologi lingkungan, menjadi prioritas konsep kota mandiri tersebut.
Nicko menjelaskan, untuk tahap awal pembangunan, difokuskan pada proses pembangunan rumah jabatan di pesisir PPU. Kemudian gedung-gedung perkantoran. Terkait Tol Teluk Balikpapan, pihaknya sudah menyiapkan desain agar pembangunannya terencana dan rapi.
Baca juga: Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara, Wilayah Ini Kandidat Kuat?
Siapa diuntungkan?
Merah Johansyah, Koordinator JATAM Nasional, melalui keterangan tertulisnya mempertanyakan dasar pemindahan yang dilakukan pemerintah tanpa melalui jajak pendapat warga. “Hak warga Kalimantan Timur beserta masyarakat adatnya untuk menyampaikan pendapat diingkari,” jelasnya.
JATAM memperkirakan, pemindahan ibu kota negara ini hanya menguntungkan oligarki pemilik konsesi pertambangan batubara dan penguasa lahan skala besar di Kalimantan Timur.
Menurut data JATAM Kaltim, terdapat 1.190 izin usaha pertambangan [IUP] di Kalimantan Timur dan 625 izin di Kabupaten Kutai Kartanegara. Sementara, di Kecamatan Samboja terdapat 90 izin pertambangan, dan di Bukit Soeharto terdapat 44 izin tambang.
Bagaimana nasib masyarakat pesisir?
Pusat Data dan Informasi KIARA [2019] mencatat, sekitar 10 ribu lebih nelayan setiap hari mengakses dan menangkap ikan di Teluk Balikpapan. Jumlah itu berasal dari Kabupaten Kutai Kartanegara [6.426 nelayan], Penajam Paser Utara [2.984 nelayan], dan Balikpapan [1.253 nelayan].
“Selain menjadi lintasan kapal tongkang batubara, Teluk Balikpapan juga akan menjadi satu-satunya jalur logistik kebutuhan pembangunan ibu kota baru,” terang Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA, dalam keterangan tertulisnya.
Susan mengatakan, Kalimantan Timur belum memiliki perda zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Pengesahan perda dipastikan menyesuaikan dengan kepentingan pembangunan ibu kota baru tersebut.
“Perda Zonasi Kalimantan Timur dikhawatirkan tidak akan mempertimbangkan kepentingan masyarakat pesisir, khususnya sekitar Teluk Balikpapan. Tetapi, untuk pembangunan ibu kota baru dan kepentingan industri batubara,” tandasnya.