Mongabay.co.id

Benda Sejarah Sriwijaya di Rawa Gambut Dijarah, Kejadian Berulang!

 

 

Penjarahan atau klaim “perburuan harta karun” benda-benda bersejarah di situs permukiman Kedatuan Sriwijaya di pesisir timur Sumatera, tepatnya di Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI], Sumsel, kembali terjadi. Terjadi saat musim kemarau yang disertai kebakaran pada 2019 ini.

“Peristiwa ini sudah terjadi sejak 2015, ketika kebakaran lahan di rawa gambut di Cengal, Tulungselapan dan Air Sugihan. Sudah banyak permintaan sejumlah pihak agar pemerintah menyelamatkannya. Termasuk, menitipkannya pada program restorasi gambut yang dijalankan Badan Restorasi Gambut [BRG]. Tapi tampaknya, hingga kini belum terlihat upaya serius,” kata Bambang Budi Utomo, kepada Mongabay Indonesia, Kamis [03/10/2019].

Bambang Budi Utomo yang biasa dipanggil “Tomi” adalah arkeolog lahan basah yang sejak 1980-an melakukan penelitian Kedatuan Sriwijaya di pesisir timur Sumatera Selatan.

“Melihat maraknya perburuan atau penjarahan benda-benda bersejarah Kedatuan Sriwijaya ini, yang saya baca dari pemberitaan sejumlah media massa, tampaknya pemerintah harus segera mengambil tindakan. Baik pemerintah kabupaten, provinsi, maupun pusat. Tidak harus menunggu aturannya. Selamatkan dulu, itu yang terpenting,” katanya.

“Jika tidak segera diselamatkan, bangsa ini jelas akan rugi, kehilangan bukti sejarah dari kerajaan yang pernah mempersatukan suku bangsa di Nusantara,” ujarnya.

Tomi juga berharap, perusahaan yang lokasi atau konsesinya menjadi tempat penjarahan atau perburuan benda-benda sejarah yang disebut “harta karun” itu hendaknya mengambil tindakan untuk menyelamatkan. “Mungkin dapat bekerja sama dengan aparat keamanan atau pemerintah setempat,” katanya.

Baca: Benda Bersejarah Terus Diburu, Program Restorasi Gambut Harus Lindungi Situs Sriwijaya

 

Perhiasan emas motif ikan ditemukan di situs permukiman masyarakat Sriwijaya di Cengal, OKI, Sumatera Selatan, September 2019. Foto: Seringguk

 

Pernyataan Tomi tersebut terkait laporan Seringguk, warga Desa Cengal, yang menyatakan ratusan warga memburu benda bersejarah di sebuah kanal dalam konsesi PT. Bumi Mekar Hijau [BMH], kawasan Dusun Serdang, Desa Kuala Sungai Jeruju, Kecamatan Cengal, Kabupaten OKI, awal September 2019.

Berdasarkan laporan Seringguk kepada Mongabay Indonesia, benda-benda yang ditemukan di lokasi tersebut adalah perhiasan emas, kemudi kapal, tiang rumah, guci, dan lainnya.

Benda-benda sejarah ini juga telah dilaporkan Mongabay Indonesia beberapa lalu. Sebagian keramik dan perhiasan berasal dari abad ke-8 hingga 9.

 

Para pemburu harta karun di situs permukiman Sriwijaya, tepatnya sebuah di kanal konsesi PT. BMH, di Dusun Serdang, Desa Kuala Sungai Jeruju, Cengal, OKI, Sumatera Selatan. Foto: Seringguk

 

Sudah diingatkan

Conie Sema, pekerja seni dari Teater Potlot menyatakan, peristiwa ini sebenarnya sudah diketahui banyak pihak, termasuk pemerintah. Sudah bertebaran pemberitaannya. Setelah peristiwa kebakaran rawa gambut 2015, banyak ditemukan benda bersejarah di lokasi kebakaran.

“Terkait hal itu, sejumlah pekerja seni dan arkeolog berharap BRG turut menyelamatkan benda bersejarah dalam program restorasinya. Tapi hingga saat ini belum berlangsung,” katanya, Kamis [03/10/2019].

Teater Potlot melalui pertunjukan “Rawa Gambut” menyuarakan ancaman terhadap benda-benda bersejarah itu. Pertunjukan dari 2017 hingga 2018 ditampilkan di sejumlah kota di Sumatera. “Kita bernarasi jika kebakaran di rawa gambut bukan hanya mengancam dan merusak flora dan fauna, juga jejak sejarah Kedatuan Sriwijaya,” kata Conie.

Baca: Bagaimana Nasib Situs Sriwijaya di Lahan Gambut?

 

Kemudi kapal ditemukan para pemburu harta karun di situs permukiman masyarakat Sriwijaya di Dusun Serdang, Desa Kuala Sungai Jeruju, Cengal, OKI, Sumsel, awal September 2019. Foto: Seringguk

 

“Sebenarnya pemerintah Sumsel saat dipimpin Alex Noerdin sudah berencana menetapkan wilayah tersebut sebagai cagar budaya. Tapi menunggu rekomendasi dari kelompok ahli, dalam hal ini para arkeolog. Hingga Gubernur Sumsel dijabat Herman Deru, setahu saya, rekomendasi tersebut belum diterima Pemerintah Sumsel,” kata Conie. Bahkan, lanjutnya, dia mendapatkan informasi jika Korem 044 Garuda Dempo siap membantu mengamankan situs pemukiman Kedatuan Sriwijaya tersebut jika diminta.

Dijelaskan Conie keberadaan situs di pesisir timur Sumsel, khususnya di Cengal sangat penting. Mengutip artikel Nurhadi Rangkuti, arkeolog lahan basah yang pernah memimpin Balai Arkeologi [Balar] Sumsel, disebutkan bahwa berdasarkan berbagai penemuan, diperkirakan di masa lalu merupakan salah satu bandar Kedatuan Sriwijaya.

“Dengan peristiwa berulang ini, sudah seharusnya pemerintah pusat menyelamatkan situs sejarah yang penting bagi bangsa Indonesia,” katanya.

Baca: Koridor Gajah Itu Ada di Antara Jejak Sriwijaya dan Sumber Mineral

 

Sebaran situs arkeologi di pantai timur Sumatera Selatan. Peta: Balai Arkeologi Palembang

 

Cagar biosfer

Yusuf Bahtimi, peneliti dari CIFOR, mengatakan seharusnya kawasan cagar biosfer di Sumatera Selatan [Sumsel] bukan hanya di Taman Nasional Sembilang. “Seharusnya seluruh kawasan pesisir timur Sumsel diusulkan dan dijadikan cagar biofer oleh UNESCO,” katanya.

Sebab wilayah pesisir timur Sumsel kaya flora, fauna, juga situs sejarah. “Jika Sembilang karena mangrove dan harimau sumatera, maka pesisir dari Air Sugihan, Tulungselapan, hingga Cengal, merupakan rumah bagi gajah sumatera. Di wilayah ini juga terdapat mangrove. Dan lebih penting adanya situs sejarah Sriwijaya tersebut.”

“Kami percaya ada hubungan sejarah yang erat antara permukiman masyarakat Sriwijaya dengan koridor gajah di pesisir timur Sumatera Selatan,” paparnya.

 

 

Exit mobile version