Mongabay.co.id

Saat Air Bengawan Solo Surut, Warga Lamongan Temukan Perahu diduga Era Belanda

 

Siang beranjak pergi, sejumlah warga masih melakukan aktivitas mencari pasir. Ada yang bertanggung-jawab menyelam, tidak sedikit pula yang bertugas membawa pasir itu ke tepi, para pekerja ini berbagi peran. Mereka menggunakan perahu sebagai alat transportasi saat menepikan bahan material itu, di Desa Mertani, Kecamatan Karanggeneng, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Sementara, di tepi sungai tidak jauh dari aktivitas penambangan pasir, puluhan pengunjung datang silih berganti. Kedatangan warga itu tidak lain karena sedang viral penemuan bangkai perahu yang diduga merupakan peninggalan masa kolonial, atau zaman penjajahan Belanda oleh seorang warga penambang pasir, perahu itu ditemukan sekitar dua minggu yang lalu.

Suasana bertambah sore, pengunjung semakin banyak yang bertandang, Siti Cholifah, salah satunya. Perempuan 40 tahun itu beberapa kali terlihat berswafoto dengan latar belakang perahu yang ditemukan itu. Sesekali dia meminta tolong rekannya untuk diabadikan gambarnya.

Seolah tidak puas, mereka yang semula berjarak sekitar 5 meter dari atas titik ditemukannya perahu itu kemudian berjalan turun mendekati objek, “Biar terlihat jelas gambar perahunya. Saya sangat penasaran karena lagi viral di sosmednya teman-teman juga, mangkanya datang kesini” ujar perempuan asal Mojokerto ini, pada Selasa (16/10/2019).

baca : Dari Lahan Gambut yang Terbakar, Muncul Tinggalan Arkeologis Era Sriwijaya. Membuktikan Apa? (Bagian-1)

 

Pengunjung berfoto di area ditemukannya perahu baja yang diduga peninggalan Belanda. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Perempuan memakai kaos hitam tersebut melanjutkan, awalnya dirinya tidak percaya jika di Sungai Bengawan Solo masih ada benda bersejarah, seperti yang baru ditemukan sekarang ini. Begitu datang kelokasi akhirnya dia baru mengakui.

Siti mengharapkan perahu itu bisa segera diangkat ke permukaan, supaya bisa melihatnya secara lebih jelas. Karena dari permukaan air Bengawan Solo, perahu tersebut baru terlihat moncongnya saja.

Muhammad Amin, (63), pengunjung lain, mengatakan, saking penasarannya dengan perahu yang viral itu. Saat berkunjung ke rumah saudaranya tidak jauh dari lokasi penemuan ini, dia menyempatkan waktu untuk melihat secara langsung. Awalnya dia hanya mengetahui informasi itu dari televisi.

Pria kelahiran Bojonegoro ini berterus terang sangat penasaran dengan karakter lasnya yang masih terlihat bagus. “Sebenarnya pengen tahu juga, kira-kira panjangnya berapa? Terus dari negara mana? Cina atau mana? Kok bisa sampai disini? Tahunya berapa? Dan dulu digunakan untuk apa?,” ungkapnya. Melihat antusias pengunjung yang datang, bapak satu anak ini berharap area itu bisa dikembangkan menjadi tempat wisata.

baca juga : Lembah Bada, Situs Megalitik Tertua Indonesia yang Diusulkan Jadi Warisan Dunia

 

Tampak perahu baja yang sudah dipasang garis line oleh petugas berwajib. Perahu itu diduga peninggalan Belanda. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Kronologi Penemuan

Penemuan perahu yang diduga dari era kolonial itu bermula pada saat Muhammad Amam (63), salah satu warga sekitar sedang membersihkan tanah di dasar Sungai Bengawan Solo, ketika itu dia akan menyandarkan perahu bermuatan pasir. Karena tidak bisa disandarkan akibat air sungai yang semakin surut dikarenakan musim kemarau, dia berinisiatif untuk menggali tanah didasar sungai.

Begitu digali, dia menemukan benda yang semula dianggap itu hanya berupa kayu, setelah dicek lebih lanjut, ternyata yang ditemukan itu merupakan bangkai perahu. Setelah ditelusuri lagi, alih-alih perahu itu tidak hanya satu, melainkan ada tiga.

“Bahannya entah besi atau baja, saya akhirnya minta bantuan sama teman-teman, ada tujuh orang mencoba untuk mengangkat. Tapi kenyataanya berat sekali, perahu itu tidak berhasil kami angkat,” kata Amam saat ditemui di warung dekat area ditemukan perahu itu.

Karena rasa penasaran dan curiga dengan barang yang ditemukan itu, dia kemudian melaporkan ke pihak berwajib. Pria paruh baya ini mengaku sempat mengecek model perahu, dan ada keheranan dengan model las-lasanya yang dirasa berbeda dengan perahu pada umumnya.

Setelah dilaporkan, petugas kemudian mendatangi lokasi, dan memberhentikan sementara aktifitas penambangan pasir yang ada di area-nya.

“Petugas kemudian melakukan pengecekan dengan mengukur perahu itu, diketahui perahu tersebut panjangnya antara 4-5 meter, sementara lebar sekitar 1,5 hingga 2 meter,” jelas pria yang mengaku pensiunan guru itu.

menarik dibaca : Citarum, Sungai Harum yang Pernah Menjadi Pusat Peradaban Manusia

 

Pengunjung melihat perahu yang diduga peninggalan Belanda di Karanggeneng, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Lanjutnya, saat dicek perahu itu masih belum kelihatan, begitu air Bengawan Solo ini semakin surut, pada akhirnya perahunya bisa kelihatan moncongnya. Menurutnya, baru kali ini air Bengawan Solo bisa sesurut ini, padahal tahun-tahun sebelumnya belum pernah.

Setelah diperiksa oleh petugas, lanjut Amam, dari dinas terkait katanya akan segera mengambil, tapi belum tahu kapan kepastian. Dia berharap rencana itu secepatnya direalisasikan, karena dirinya merasa kalau semakin lama aktivitas penambangannya akan terganggu. Baginya area itu merupakan ladang untuk mencari rezeki. Selain dia, ada juga puluhan kawan seprofesi yang saat ini juga bernasib sama, pengangguran sementara.

“Wes rong minggu iki ora nyambut gawe nggolek pasir. Lha terus piye nasib keluargaku nek ditutup terus,” ungkapnya dalam bahasa Jawa, artinya, sudah dua minggu ini tidak bekerja mencari pasir. Terus bagaimana dengan nasib keluarga saya jika ditutup terus.

baca juga : Kala Kolektor Banyak Berburu Fosil Grobogan (Bagian 3)

 

Pekerja tambang pasir manual saat bekerja di kawasan ditemukannya perahu yang diduga peninggalan Belanda. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Baru Pertama

Saat dihubungi terpisah, Supriyo, juru pelaku Pelestari Cagar Budaya Lamongan, mengharapkan ada tindakan lebih lanjut dari petugas terkait, selain itu pihaknya juga mendorong Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lamongan bisa segera mungkin mengangkat perahu yang ditemukan itu, sebelum nantinya datang musim hujan.

Alasan lain, setelah melihat kondisi yang ada, menurutnya, benda yang berharga ini rawan dirusak, atau bahkan mungkin bisa dicuri oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

“Penemuan perahu jenis ini di Lamongan, sejauh ini baru pertama kali ya,” ujar pria yang aktif melakukan upaya penelusuran dan pelestarian benda dan situs Cagar budaya sejak tahun 2009 ini.

Menurut Priyo, panggilan akrabnya, selain rawan dicuri, pengangkatan perahu itu juga nantinya bisa mempermudah untuk melakukan identifikasi lebih lanjut.

Jika dilihat dari model sambunganya, dia menduga, perahu tersebut memang adanya di zaman Belanda, berkaitan dengan mobilitas personal pada waktu itu, bukan untuk pengangkutan barang. Lebih lanjut dia menjelaskan, pada masa itu akses transportasi lebih dominan lewat jalur air. Selain itu, rata-rata pola kecamatan juga berada di tepian bengawan solo.

“Saya melihat sambungannya lebih dominan menggunakan teknik keling, itu di bor semacam pasak besi, yang menggunakan teknik seperti itu sekarang ini jarang, tapi kalau zaman Belanda itu lebih dominan,” imbuh Priyo, yang mengaku latar belakangnya teknik mesin itu.

 

Salah satu warga memanfaatkan momentum ditemukannya perahu yang diduga peninggalan Belanda itu dengan meminta sumbangan dari pengunjung se-ikhlasnya. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lamongan, Miftah Alamudin, menjelaskan, pihaknya sudah menjalin komunikasi dan berkoordinasi dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur.

Timnya juga sudah melakukan peninjauan ke lokasi penemuan. Meskipun demikian, pihaknya masih belum berani menentukan langkah lebih lanjut, karena masih menanti hasil kajian dan rekomendasi dari BPCB Jatim, apakah benda ini kategorinya termasuk harta yang memiliki nilai sejarah atau tidak.

Selain itu, pihak Disbudpar setempat juga sedang mempertimbangkan seperti apa proses pengangkatannya nanti. Karena menurut mereka, yang harus dipikirkan juga bila pengangkatan itu nantinya justru malah bisa membuat perahu rusak.

“Sambil menunggu arahan dari BPCB Jatim, kami juga menunggu debit air Bengawan Solo semakin surut agar bentuk perahu lebih jelas terlihat,” katanya, saat dilansir melalui Kompas.com.

 

Sisi lain bengawan solo dengan kondisi air menyusut di Karanggeneng, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Warga mengatakan, penyusutan air ini lebih parah dari beberapa tahun sebelumnya. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version