Mongabay.co.id

Bupati Flores Timur Keluarkan Peraturan Larangan Botol Plastik Kemasan. Kenapa?

Sampah botol plastik sekali pakai. Foto : KKP/Mongabay Indonesia

 

Ada yang berbeda saat menyaksikan pagelaran Festival Budaya Lamaholot di Kabupaten Flores Timur (Flotim), Nusa Tenggara Timur (NTT) pada September 2019 lalu. Acara yang berlangsung di Kecamatan Lewolema dan Adonara Timur itu terlihat besih dari sampah plastik botol air minum kemasan.

Di berbagai sudut tempat kegiatan, disediakan Dispenser air minum dengan gelas-gelas plastik, sehingga pengunjung tidak perlu membawa minuman dari rumah.

“Kami bawa air mineral kemasan tapi hanya ditaruh di mobil untuk diminum selama perjalanan saja. Kami tidak membawanya ke tempat festival,” kata Yuliana Hingi Koten, guru SDN Lamatou Flotim, Kamis (12/9/2019).

Tidak ada penjual air minum kemasan. Hanya ada penjual kopi, teh dan minuman lainnya. Panggung acara pun dekorasinya menggunakan bahan bambu. Semua penari dan pengisi acara mengenakan kain tenun. Tampak sekali nuansa alami menghiasi festival ini

baca : Permasalahan Sampah Kota Larantuka, Tahunan Warga Desa Protes Sampah TPA

 

Tempat sampah dari anyaman bambu ada di setiap sudut tempat digelarnya festival Lamaholot di Kecamatan Lewolema, Kabupaten Flores Timur, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Kurangi Sampah Plastik

Bupati Flores Timur Antonius Gege Hadjon saat festival di Lewolema mengatakan telah mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) No.043/2019 tentang Pengurangan Penggunaan Produk Berbahan Plastik.

Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa Perbup itu bertujuan meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Selain itu, mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penggunaan produk berbahan plastik serta menjamin kelangsungan hidup makhluk hidup.

Perbup juga bertujuan. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan masyarakat dari ancaman pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, yang disebabkan oleh pemakaian produk berbahan plastik dalam kegiatan sehari-hari.

Terakhir,Perbup bertujuan menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi masyarakat akibat penggunaan produk berbahan plastik.

Anton sapaan bupati Flotim menjelaskan, dari jenis sampah, ada dua jenis sampah dominan di Flotim yakni sampah yang bisa diurai dan tidak bisa diurai.

Sampah yang tidak bisa diurai termasuk plastik sebutnya, sangat dominan baik kantong plastik maupun botol air kemasan. Pemda Flotim strategi daur ulang sampah plastik .

“Saya melihat kemampuan mendaur ulang sangat terbatas sehingga langkah yang harus diambil adalah mengurangi sampah plastik. Legalnya kita menggunakan Perbup,” kata Anton kepada Mongabay Indonesia, Rabu (18/10/2019).

Hadirnya Perbup membuat kantor-kantor pemerintah dan setiap acara pemerintah tidak lagi menggunakan air kemasan. Dampaknya sangat terasa sekali kata Anton, seperti tempat pelaksanaan festival budaya Lamaholot sangat bersih.

baca juga : Ribuan Orang Berkumpul di Pantai di 7 Kabupaten di NTT. Ada Apa?

 

Bupati Flores TimurAntonius Gege Hadjon (dua dari kiri) mengeluarkan peraturan Pengurangan Penggunaan Produk Berbahan Plastik saat festival Lamaholot di Kecamatan Lewolema. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Hilangkan Tempat Sampah

Data Dinas Lingkungan Hidup kabupaten Flotim menyebutkan estimasi volume sampah yang diangkut di kecamatan Larantuka yang menjadi wilayah ibukota kabupaten Flores Timur (Flotim) dan di Waiwerang pulau Adonara sebesar 115,44 ton sampah per hari. Dan berjumlah 42.137,21 ton sampah selama tahun 2018.

Ada 49 Tempat Pembuangan Sampah di dua wilayah ini, dengan 2 unit dump truck pengangkut sampah berkapasitas 6 M³ dan 1 unit berkapasitas 5 M³, serta 16 unit motor roda tiga.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk kota Larantuka terdapat di Riangkoli seluas 7.200 M² dengan volume 36.000 M³ sampah.

Hadirnya Perbup membuat publik menanyakan sejauh mana dampaknya bagi kabupaten yang sulit air itu. Anton mengatakan sejak kecil, Flotim sulit air dan saat kecil pun dia tidak minum air kemasan. Meski ada penolakan dari masyarakat, dia mengatakan pemerintah harus memulai memerangi plastik sekali pakai.

“Bayangkan begitu banyak pesta dan semuanya selalu menggunakan air minum kemasan. Belum lagi acara di kantor-kantor pemerintah,” sebutnya.

Anton bahkan secara tegas mengatakan tidak akan mengeluarkan izin untuk pembangunan air kemasan tapi boleh untuk air galon.

Sampah plastik di Flotim memang sangat mengganggu bagi kebersihan laut, biota laut dan pelayaran kapal-kapal kecil serta perahu nelayan.

Meski belum ada penelitian dampak sampah laut, katanya, tetapi masyarakat bisa melihat kondisi  pesisir pantai Flotim yang kotor karena sampah, apalagi saat musim hujan.

“Apapun tantangan yang terjadi kita harus memulainya. Di kantor–kantor pemerintah juga sudah mulai menyiapkan galon air isi ulang dan juga gelas untuk minum,” ungkapnya.

menarik dibaca : Inilah Para Pahlawan Sampah dari Koja Doi

 

Pengunjung festival Lamaholot minum air dari dispenser yang disiapkan panitia di beberapa lokasi festival. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Anton akui, tantangan terbesarnya berasal dari masyarakat. Tetapi mulai timbul kesadaran masyarakat terkait sampah. Saat kunjungannya ke desa-desa, masyarakat sudah tidak menyiapkan air kemasan.

Meski dibersihkan setiap hari, katanya, sampah plastik selalu ada dan tidak akan hilang.

“Saat saya di Jepang, semua sampah dikumpulkan dan dibakar dengan suhu sekitar 800⁰C dan menjadi abu. Abunya dipakai untuk menimbun laut dan sekitar 200 Ha lahan yang saya kunjungi merupakan hasil dari penimbunan abu sampah,” tuturnya.

Anton berpikir bagaimana menyediakan tempat sampah bagi masyarakat, akan tetapi tidak terlihat banyak. “Saya di Jepang tidak menemukan adanya satu tempat sampah pun di jalan. Padahal di Indonesia kita sedang berpikir menempatkan tempat sampah dimana-mana,” ucapnya.

Anton yakin pengurangan sampah plastik kemasan tidak butuh waktu lama. Tetapi butuh waktu lama meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan.

perlu dibaca :  Sampah Medis di NTT Kian Menggunung. Bagaimana Mengatasinya?

 

Sampah yang menumpuk di TPS depan pasar Inpres Larantuka dan meluap hingga ke jalan raya. Foto: Ebed de Rosary

 

Jual Sampah

Maria Yuliana, seorang pedagang di kota Larantuka mengatakan penjualan air mineral masih tetap sama setelah Perbup dikeluarkan. Masih banyak acara pesta yang digelar masyarakat tetap menyediakan air minum kemasan.

Pesta yang menyediakan ratusan gelas, butuh biaya sewa dan cuci sebesar Rp400 ribu di kota Larantuka. “Kalau bicara lebih murah menggunakan air galon pertanyaannya apakah air galon juga sehat. Selain itu air PDAM di kota Larantuka pun kadar kapurnya tinggi sehingga banyak warga takut meminumnya,” ungkapnya.

Pemerintah diminta Yuliana membenahi air PDAM agar tidak ada kapurnya. Dengan begitu, saat ada acara  keluarga masyarakat bisa menggunakan air yang dimasak sendiri.

Di Adonara, katanya, sudah ada pabrik air minum kemasan. Hal yang perlu diatur adalah adanya denda dan sanksi tegas bagi pembuang sampah sembarangan.

“Cara yang paling baik dipikirkan bagaimana mendaur ulang sampah  dari botol plastik air kemasan dan sampah plastik. Tiap-tiap kelurahan disiapkan tempat untuk menampungnya dan ada pembeli sampah sehingga banyak yang mengumpulkannya,” harapnya.

Sedangkan Kepala Dinas Pariwisata Flotim Apolonia Corebima katakan sampah plastik merupakan sebuah permasalahan terbesar dalam dunia pariwisata.

Hampir semua destinasi wisata di Flotim selalu dipenuhi sampah karena perilaku masyarakat atau pengunjung yang membuang sampah sembarangan.

baca juga : Mengolah Sampah Anorganik di Kawasan Wisata Komodo

 

Petugas dari Lanal Maumere mengumpulkan sampah di pantai Delang, Kabupaten Flores Timur, NTT. Foto : Lanal Maumere/Mongabay Indonesia

 

Apolonia mencontohkan saat festival Nubun Tawa 2018 selesai, pesisir pantai dipenuhi sampah plastik khususnya botol air minum kemasan. Untuk itu, pihaknya sangat mendukung adanya Perbup untuk mengurangi sampah plastik.

Meski masalah sampah di tempat wisata dan di laut tidak langsung hilang, dengan adanya Perbup, sampah mulai berkurang.

“Kami juga berharap sekolah dan kantor-kantor menjadi pelopor untuk melaksanakan Perbup ini sehingga masyarakat pun mulai sadar,” pesannya.

Apolonia melihat sudah mulai ada perubahan ketika ada acara pemerintah di desa-desa, sudah panitia mulai menyediakan minuman di gelas-gelas, tidak lagi menggunakan  air kemasan plastik.

***

 

Keterangan foto utama : Ilustrasi. Sampah botol plastik sekali pakai. Foto : KKP/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version