Mongabay.co.id

Menyerap Aspirasi dari Pesisir Utara Jakarta

 

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Muara Angke di kawasan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (28/10/2019) siang terlihat cukup lengang. Tak seperti biasanya, kesibukan aktivitas para nelayan, pelaku usaha, dan juga anak buah kapal (ABK) terlihat lebih santai pada siang hari tersebut, terutama di Tempat Pelalangan Ikan (TPI).

Kawasan TPI Muara Angke yang menjadi lokasi pusat pendaratan ikan, pada siang tersebut terlihat lengang dan tidak ada aktivitas pelelangan ikan sama sekali. Hanya para pekerja TPI dan juga nelayan dan ABK saja yang terlihat hilir mudik di dalam dan luar area TPI saja. Kondisi itu sangat berbeda pada hari biasa, di mana kesibukan tidak pernah berhenti.

Berbeda dengan di dalam TPI, area depan yang menjadi pintu masuk dan lokasi parkir kendaraan, terlihat cukup sibuk dengan adanya penjagaan dari petugas keamanan setempat dan juga para pekerja TPI. Tanda-tanda ada kesibukan, semakin kentara karena telah berdiri sebuah tenda dengan panggung kecil di area tersebut.

Di dalam tenda tersebut, sudah hadir beberapa orang nelayan dari Muara Angke dan duduk menunggu dengan beralaskan terpal menghadap panggung. Meski waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB atau sesuai dengan jadwal acara, namun tanda kehadiran Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo belum juga terlihat.

Baru tiga jam kemudian, nelayan bisa sedikit lega karena Edhy dikabarkan sudah mendekat ke Muara Angke. Saat itu, nelayan semakin banyak yang masuk ke tenda, begitu juga dengan pelaku usaha dan asosiasi perhimpunan nelayan atau pelaku usaha perikanan. Mereka semua duduk lesehan menunggu kehadiran Edhy Prabowo.

baca : Tenggelamkan Kapal Asing Pencuri Ikan, Menanti Aksi Menteri Baru KKP

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (tengah) berbincang dengan nelayan, para pelaku usaha pada sektor kelautan dan perikanan saat berkunjung Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Muara Angke, Jakarta Utara, Senin (28/10/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Begitu Edhy masuk ke tenda, tanpa berbasa-basi dia langsung mengajak para nelayan dan pelaku usaha untuk menyampaikan harapan dan unek-uneknya. Dia berjanji akan kembali membuat seluruh nelayan di seluruh Indonesia bisa kembali tersenyum. Jika tak berhasil, maka dia siap melepas jabatannya di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Saya ingin sekali memimpin pembelaan kepada nelayan. Saya ingin menjaga dan memanfaatkan lautan untuk kehidupan lebih baik. Tugas saya adalah memperbaiki (hubungan) dengan para nelayan,” tuturnya.

Mengingat ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, Edhy berjanji akan mencarikan jalan keluar untuk setiap masalah yang ada. Sementara, untuk program kerja yang sudah berjalan baik, akan terus didorong bisa berlanjut dan meningkatkan programnya.

 

Spons

Saat melakukan sesi tanya jawab dengan nelayan dan pelaku usaha, Edhy benar-benar hanya menyerap aspirasi dan keluhan. Dia seperti ingin menjadi spons yang bisa menyerap sebanyak mungkin, tanpa memberikan batasan.

“Kami datang ke sini mencoba menjajaki, memanfaatkan waktu yang ada untuk mendengar langsung di daerah terdekat yang ada nelayannya,” katanya.

Salah satu yang menyatakan pendapatnya, adalah Hariadi Rudin, nelayan setempat yang juga pegiat di perkumpulan himpunan nelayan seluruh Indonesia (HNSI) DKI Jakarta. Dia mengeluhkan tentang asuransi nelayan yang seharusnya diterima oleh setiap nelayan dan ABK.

“Namun, masih ada perusahaan yang belum memberikan asuransi kepada ABK,” ungkapnya.

Mendengar keluhan tersebut, Edhy berjanji akan mencari informasi yang lebih detil tentang perusahaan yang dimaksud dan memberikan teguran jika memang keluhan tersebut benar. Pasalnya, sesuai dengan Undang-Undang No.7/2016 tentang Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, seluruh nelayan dan ABK harus mendapat perlindungan asuransi.

baca juga : Janji Edhy Prabowo untuk Sektor Kelautan dan Perikanan

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo melihat pengolahan ikan di Pasar Modern di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Muara Angke, Jakarta Utara, Senin (28/10/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Terkait dengan kebijakan pemberantasan illegal, unreported, and unregulated fishing (IUUF) yang telah diterapkan KKP, dia menilai bahwa itu sudah berjalan baik selama lima tahun terakhir. Hanya sekarang, bagaimana upaya penguatan internal KKP melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) bisa semakin ditingkatkan lagi.

Tujuannya, agar wilayah perairan Indonesia bisa tetap terjaga dan terbebas dari kapal ikan asing (KIA). Saat ini, katanya, Ditjen PSDKP memiliki 38 kapal pengawas perikanan yang beroperasi di seluruh wilayah laut Nusantara. Jumlah tersebut, masih harus dievaluasi jika tujuannya untuk memperkuat pengawasan laut secara nasional.

“Apakah 38 kapal kita itu punya kekuatan untuk mengejar? Jangan-jangan kekuatan kapal kita hanya 20 knot, ternyata musuh lebih dari itu. Ini juga tidak bisa dilakukan sendiri. Harus sinergi dengan semua pihak terkait,” ungkapnya.

 

Evaluasi

Di sisi lain, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta agar Edhy Prabowo bisa bersikap lebih baik dibandingkan menteri sebelumnya. Terutama, dalam memperbaiki hubungan dengan nelayan dan masyarakat perikanan di Indonesia yang selama lima tahun terakhir berjalan sangat buruk dan nyaris buntu.

Kepala Kajian Strategis DPP KNTI Niko Amrullah menyatakan, cara terbaik untuk memperbaiki hubungan adalah dengan tidak membuat janji baru kepada nelayan dan masyarakat perikanan. Tetapi, harus dilakukan dengan evaluasi terhadap sejumlah regulasi dan memastikan program kerja yang dijalankan KKP tidak monot dan bermanfaat untuk mereka.

Menurut dia, perlunya dilakukan evaluasi, karena beragam kebijakan yang sudah diberlakukan oleh Menteri KP sebelumnya, Susi Pudjiastuti, dinilai lebih banyak menghasilkan polemik dibandingkan prestasi untuk menyejahterakan nelayan. Untuk itu, evaluasi wajib melibatkan nelayan dan masyarakat perikanan secara umum.

perlu dibaca : Perikanan Jadi Penggerak Utama Ekonomi Nasional

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo melihat kapal dan pelabuhan saat berkunjung Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Muara Angke, Jakarta Utara, Senin (28/10/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Niko menambahkan, hal lain yang juga harus menjadi perhatian Edhy Prabowo adalah berkaitan dengan akses permodalan. Hal itu, karena Presiden Joko Widodo juga sudah menyatakan bahwa Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU LPMUKP) harus berguna bagi nelayan untuk mendapatkan akses modal.

“Harus digunakan oleh nelayan dengan mudah dan bermanfaat dan jangan berbelit-belit,” tegasnya.

Selain permodalan, asuransi nelayan juga harus menjadi perhatian menteri yang baru, karena sampai sekarang masih terkendala dengan pendataan jumlah nelayan di seluruh Nusantara. Kendala tersebut harus diatasi, karena UU No.7/2016 sudah mengamanatkan bahwa perlindungan kepada nelayan mutlak dilakukan, salah satunya melaui asuransi.

“Selama ini realisasinya lambat karena masalah pendataan,” ucapnya.

Permasalahan berikutnya yang harus diperbaiki, adalah tentang distribusi produk perikanan yang menjadi hasil produksi para nelayan dan pembudi daya ikan skala kecil. Selama ini, mereka masih kesulitan bisa terhubung secara langsung dengan industri perikanan secara nasional. Padahal, kehadiran nelayan dan pembudi daya skala kecil juga sangat dibutuhkan.

“Skema kemitraan usaha kecil, menengah dan besar harus semakin banyak agar kita menjadi pemain utama ikan di dunia,” tambah dia.

baca juga : Ekspor Raya Perikanan Simbol Kebangkitan Sektor Kelautan?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (tengah baju putih) berfoto bersama  petugas PSDKP saat berkunjung di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Muara Angke, Jakarta Utara, Senin (28/10/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Di luar itu semua, Niko mengingatkan agar Edhy Prabowo juga tak melupakan permasalahan lain yang ada, khususnya di daerah. Selama ini, masih ada permasalahan yang belum terpecahkan, seperti di Sumatera Utara berkaitan dengan konflik ruang laut antara nelayan pengguna alat penangkapan ikan (API) trawl dan nelayan kecil.

Kemudian, persoalan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) yang bertujuan untuk menerapkan rencana zonasi di wilayah laut, sampai sekarang juga masih terjadi di sejumlah daerah, seperti di Batam, Kepulauan Riau. Di sana, proyek reklamasi laut bersinggungan langsung dengan kawasan budi daya perikanan.

“Untuk petambak udang, problem yang dialami oleh para petambak udang rakyat di Lampung adalah perihal janji peningkatan sarana prasarana fisik seperti irigasi, jalan, percepatan listrik dan air bersih yang belum tertunaikan oleh menteri pendahulu,” pungkasnya.

 

Exit mobile version