Mongabay.co.id

Java Preanger : Menanam Kopi, Menuai Lingkungan yang Lestari

 

Hutan yang berada di selatan dan tenggara lereng Gunung Tangkuban Parahu, terlihat lebat dan hijau tidak hanya karena pepohonan besar, tetapi juga karena adanya perkebunan kopi. Ribuan pohon kopi tumbuh memberi kesejahteraan warga sekaligus juga melindungi lingkungan di sekitarnya.

Kesungguhan Lee Roy Matia pada kopi berbuah banyak hal baik. Dalam lima tahun terakhir, Roy dan kebun kopinya ikut memulihkan lingkungan dan menuai senyum banyak petani di sekelilingnya.

Sejak memutuskan berkebun di Desa Sukajaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, konservasi memang dijadikan indentitas oleh pria paruh baya itu. Ide berkebun kopi didorong atas kegusarannya melihat jumudnya pengelolaan hutan karena pendekatannya itu-itu saja.

“Rasanya jenuh sekali dengan konsep penghijauan yang ada,” kata Roy kepada Mongabay-Indonesia, awal Oktober 2019. Ia pun memutar otak, “Setidaknya perlu ada terobosan. Karena konsepnya sudah ada, hanya butuh dielaborasi lagi.”

baca : Foto : Cerita Kopi dari Ciwidey

 

Suasana Cekungan Bandung, di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Foto: Gigin A. Ginanjar/Mongabay Indonesia

 

Kisah Roy dengan kebun kopinya, tentu bukanlah yang pertama di Bandung. Sudah banyak kalangan yang membudidayakan kopi dengan cara nyaris serupa. Namun, konsep yang dirintis Roy bisa dijadikan contoh.

Roy merupakan Ketua kelompok petani kopi Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Sukajaya, Kecamatan Lembang, Bandung Barat. LMDH Desa Sukajaya merupakan bagian dari paguyuban 16 LMDH di kecamatan Lembang dan bagian dari 59 LMDH di Kabupaten Bandung Barat.

Selain itu, Roy juga merupakan Ketua Harian Paguyuban LMDH Jawa Barat. Sebuah paguyuban yang membawahi sekitar 6.000 kelompok LMDH dan beranggotakan sekitar 4,4 juta orang.

Kehadiran kopi di tiap kelompok binaan Roy berhasil memutus kebiasaan membalak liar kayu atau mengalihfungsikan lahan. Sebagai gantinya, justru kopi menghadirkan kesejahteraan.

Bermitra dengan Perum Perhutani Bandung Utara sebagai pemilik lahan, mereka mengembangkan usaha Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berupa kopi. Mereka bersemangat untuk lebih menekuni budi daya kopi setelah terpancing keberhasilan kopi Gunung Puntang, Bandung Selatan meraih penghargaan dalam Specialty Coffee Association of America Expo di Atlanta, Amerika Serikat tahun 2016.

baca juga : Kopi Gunung Puntang, Potensinya Sungguh Menjanjikan

 

Biji kopi yang masih muda di perkebunan kopi di Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung, Jabar. Foto : LMDH Desa Mekarjaya/Mongabay Indonesia

 

Mereka menanam, memelihara serta mengolah kopinya secara alami. “Karena tanaman kopi tidak baik kalau diberi pupuk. Itu mempengaruhi rasa biji kopi,” kata Roy.

Kelemahan kopi yang memerlukan pohon pelindung. Roy mengatakan, akar pohon pelindung, mulai dari beragam pohon berkayu hingga buah-buahan berperan besar mengikat tanah mencegah longsor maupun erosi.

“Bisnis kopi ini sangat membantu konservasi hutan, karena rekan-rekan yang tergabung dalam LMDH diberi tanggung jawab memelihara hutan sekaligus bertanam kopi. Karena lahan kopi di dalam kawasan hutan, mau tidak mau kami harus benar-benar menjaga hutan,” kata Roy.

Ada tiga jenis kopi yang dibudidayakan Roy dan kelompoknya, yaitu robusta, arabika serta kopi buhun (tua) peninggalan jaman Belanda yang dikenal dengan nama Java Preanger.

Pada umumnya, katanya, satu hektar lahan terdapat 1.000 – 1.600 pohon kopi. Seandainya, jika dikalikan dengan luas lahan yang ada, maka ada 9,6 juta batang kopi yang tumbuh. Dan setengahnya ditanami pohon pelindung.

Panen biji kopi biasanya dilakukan sekali setahun. Pada umumnya satu hektar menghasilkan 6 ton biji kopi per tahun, sehingga total produksi diklaim mencapai sekitar 36.000 ton biji kopi per tahun.

Setidaknya dari 6.000 hektare luas kebun kopi di Bandung Utara yang dikelola oleh 90 kelompok petani kopi di 16 desa, banyak orang hidup dari panen 1,5 – 2 kg biji kopi per pohon per tahun. Sekalipun harga biji kopi bervariasi dari Rp7.000 hingga Rp200.000 per kilogram. Mereka tetap sukarela menekuninya sepenuh hati.

Alhasil, masyarakat sekitar hutan awalnya sulit mencari pekerjaan dan akhirnya merambah hutan. Kini, banyak warga, lebih sejahtera dan berwawasan konservatif melalui kopi.

menarik dibaca : Menuai Lestari dari Harumnya Biji Kopi di Hulu Sungai Ciliwung

 

Seorang petani sedang memtik biji kopi dari perkebunan kopi di Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung, Jabar. Foto : LMDH Desa Mekarjaya/Mongabay Indonesia

 

Produsen Oksigen

Di saat banyak kejadian kebakaran hutan yang melanda beberapa wilayah di Jabar, Lembang nyaris tak tersentuh. Hal itu dikarenakan vegetasi kopi dan pelindungnya adalah ‘benteng’ lingkungan yang kokoh.

Kebun percontohan di ketinggian sekitar 1.500 meter di atas permukaan laut dan berjarak 30 kilometer dari Kota Bandung itu suasananya begitu segar dan menyejukan. Untuk itulah, Roy merasa perlu mendulang manfaat lain.

Kelestarian kopi dan pelindungnya dijadikan ‘investasi’ berkelanjutan. Berdasarkan pelbagai penelitian, 1 batang pohon mampu memproduksi 117.9 kilogram setara oksigen per tahun. Angka itu setara dengan kebutuhan oksigen yang dihirup 1 keluarga yang terdiri dari 4 orang.

Apabila diasumsikan dalam 1 hektar lahan kopi ditanami 1.000 batang pohon, dalam setahun bisa dihasilkan 11 ton oksigen per tahun. Barangkali bisa dibayangkan, 1 hektar tanaman kopi saja bisa memberikan pasokan oksigen bagi sekitar 22.000 orang dengan gratis tiap harinya.

“Sebenarnya menanam kopi, menanam kebaikan,” ujar Roy.

Selain itu, kopi juga dapat menyerap karbon dioksida (CO2) mencapai 1 ton per pohon per tahun. Sehingga kebun kopi berperan vital memerangi polusi yang kian parah dan menggila sebanyak.

Roy pun pandai memberi kaki atas idenya. Ia mengembangkan jerih payah merawat hutannya dengan membuka tempat ekowisata. Tujuannya membantu perekonomian anggota LMDH Bandung Utara berdaya.

baca juga : Kopi Ini Sukses Satukan Ekonomi, Konservasi dan Mitigasi

 

Proses penjemuran kopi yang dipanen dariperkebunan kopi di Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung, Jabar. Foto : LMDH Desa Mekarjaya/Mongabay Indonesia

 

Harga Rendah

Mengenai pemasaran, Roy mengatakan pangsa pasar kopi sangat luas di Bandung dan Jawa Barat. “Ada 60.000 café kopi di Jabar,” katanya. Produk kopinya mereka namai ‘Tangkuban Perahu’

Meskipun pangsa pasar kopi sangat luas, tetapi kelompok kopi LMDH di Jabar mengeluhkan harga kopi yang sangat rendah, karena pemerintah yang belum menetapkan harga jual biji kopi yang wajar hingga saat ini.

Roy menjelaskan mereka menjual seharga Rp7.000/kg biji kopi, padahal harga jual biji kopi (ceri) di dunia sekitar Rp14.000/kg. Sedangkan dalam bentuk greenbean sekitar Rp120.000 per kg, bahkan bisa mencapai Rp.200.000 per kg bisa lebih bila hasil kopinya bagus.

“Harga jual kopi ke pengepul itu Rp7.000/kg biji kopi. Padahal biaya petik biji kopi Rp3.000/kg. Belum biaya penjemuran dan pemrosesan biji kopi. Berapa yang kami dapat? Harga jual kopi masih tidak jelas, tidak ada patokan standar harga jual kopi. Itu merugikan kami. Kami harapkan pemerintah bisa menetapkan harga jual biji kopi agar petani kopi bisa hidup wajar,” kata Roy.

Roy berharap pemerintah dapat memberi bantuan permodalan untuk pembelian mesin roasting dan mesin penggilingan kopi yang harganya mahal. “Kebanyakan petani kopi disini mengolah secara manual, sehingga butuh waktu yang lama. Kami butuh mesin roasting, mesin pengupas kulit (cooler) dan mesin penggiling kopi,” katanya.

Selain itu, Roy berharap ada bantuan teknis dari peneliti atau akademisi untuk pengolahan kopi, dan terutama analisis usaha kopi agar bisa memakmurkan petani kopi. Karena selama ini mereka tidak pernah mendapatkan pendampingan dari pemerintah dan maupun Perhutani.

perlu dibaca : Ini Champion Penjaga Hutan dan Pemberdaya Masyarakat di Jabar

 

Jungle Coffe, produk kopi dari Kelompok LMDH Bandung Selatan, Desa Mekarjaya, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Foto : LMDH Desa Mekarjaya/Mongabay Indonesia

 

Jungle Coffe

Usaha Roy membudidayakan kopi juga diikuti Kelompok petani kopi LMDH Bandung Selatan yang berjarak sekitar 60 kilometer dari Lembang yaitu di Desa Mekarjaya, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung.

Bendahara Kelompok LMDH Desa Mekarjaya, Uu Lendhanie menuturkan, meski kopi menuai hal baik tetapi banyak kendala yang dapat merawat berkebun kopi seluas 458 hektar dalam lahan hutan milik Perhutani Unit III Jawa Barat.

Mereka memanen kopi setahun sekali sekitar 100 ton atau 2 ton biji kopi per hektar. Perhutani sendiri membatasi luas lahan kopi sebanyak dua hektar per petani.

Dahulu, mereka biasanya menjual dalam bentuk ceri (biji kopi segar). Tetapi sekarang sudah mengolah biji kopi sendiri dan menjal dalam bentuk greenbean (biji kopi kering) dan roast bean (biji kopi sangrai) dengan nama produk Jungle Coffe, dan specialty coffe yaitu honey dan natural gold.

Untuk pemasaran, kelompok ini tidak bingung, karena pembeli dari kafe kopi di Bandung selatan dan penggemar kopi datang ke rumah mereka.

 

Dua orang warga menikmati kopi pagi di kawasan Ciwidey, Bandung, Jabar. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Senada dengan kelompok petani kopi LMDH Bandung Utara, mereka juga terkendala dengan harga jual dari tengkulak yang rendah dan proses pengolahan kopi yang masih manual. Sementara itu yang membuat gusar para petani adalah cuaca tak menentu.

Pada akhirnya mereka pun berkompromi. Walaupun butuh upaya lebih keras untuk menjaga hutannya, demi menunjang usaha kopi agar bernafas panjang.

Semua itu demi kebaikan secangkir kopi. Petani yang sejahtera dengan hutan yang terjaga.

 

Exit mobile version