Mongabay.co.id

Laut Indonesia Butuh Teknologi dan Data Akurat

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kiri) bertemu dengan Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria (kanan) di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Senin (11/11). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Teknologi dan data yang kuat akan menjadi sumber daya utama untuk sektor kelautan dan perikanan di masa sekarang dan akan datang. Dua elemen penting tersebut, akan membawa Indonesia bisa bersaing di level yang lebih tinggi, di mana saat ini sudah memasuki persaingan berbasis pada agropreneur dan self learning.

Demikian diungkapkan Rektor Institut Pertanian Bogor Arif Satria di hadapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Selasa (12/11/2019). Dia mengatakan, dengan perkembangan yang cepat dan masuknya era argo maritime 4.0, maka pengembangan sektor kelautan dan perikanan harus memanfaatkan kecerdasan buatan (AI), drone, big data, digital, robotik, dan smart precision.

“Juga, memanfaatkan smart fishing, dan sebagainya yang memiliki sifat real time, presisi, dan multifungsi, serta kemampuan pemasaran secara langsung,” ucapnya.

Semua teknologi tersebut, diklaim memiliki peran sangat penting dalam melakukan pengelolaan sektor kelautan dan perikanan. Salah satu contohnya, adalah tentang big data yang juga memanfaatkan semua teknologi seperti disebut di atas.

Dengan menggunakan data yang kuat, Arif menyebutkan, Pemerintah Indonesia akan bisa dengan mudah merumuskan kebijakan-kebijakan yang dibutuhkan untuk sektor kelautan dan perikanan. Data yang kuat, karena dalam penyusunan sebuah kebijakan, itu pasti akan selalu melibatkan masyarakat, utamanya stakeholder kelautan dan perikanan.

“Kalau kita melakukan survei secara manual, koresponden kita terbatas. Untuk itu kita butuh big data,” tuturnya.

baca : Diminta Presiden Fokuskan Perikanan Budi daya, Begini Tantangan yang Dihadapi Menteri KP

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kiri) bertemu dengan Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria (kanan) di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Senin (11/11/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Selain menyebutkan tentang pentingnya pengunaan data yang akurat, Arif menambahkan bahwa pengelolan sumber daya kelautan dan perikanan harus senantiasa dilakukan dengan mengacu pada konsep ekonomi biru. Kemudian, juga harus dilakukan dengan presisi yang tepat, akurat, dan tanpa limbah.

Selain itu, dia juga meminta Pemerintah untuk menggalakkan teknologi dan informasi, serta pendidikan inovatif dalam upaya mengembangkan sektor kelautan dan perikanan. Inovasi tersebut yaitu drone permukaan laut, smart coastal management, alat pelacak kapal perikanan, pemantau ekosistem terumbu karang, dan sistem peringatan dini untuk masyarakat pesisir/nelayan terkait cuaca.

Kemudian, kecerdasan buatan untuk mengidentifikasi spesies dan kesehatan terumbu karang, atraktor cumi-cumi, rumpon portable, pertanian laut dan peternakan laut (sea farming and sea ranching), akuakultur cerdas dalam produksi belut, Swarm-Ship untuk pengawasan illegal fishing, dan sebagainya.

baca juga : Mengawal Masa Depan Perikanan Budi daya untuk Perikanan Nasional

 

Kesejahteraan

Di tempat yang sama, Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) IPB Tridoyo Kusumastanto mengatakan, Pemerintah perlu memastikan setiap kebijakan yang diambil bermuara pada kesejahteraan (welfare) stakeholder-nya. Kemudian, institusi pendidikan juga harus bisa ikut serta turun ke masyarakat dan menawarkan kerja sama yang dapat membantu mengangkat kehidupan masyarakat pesisir sebagai bentuk pengabdian.

Menanggapi masukan-masukan tersebut, Edhy Prabowo mengatakan bahwa dia merasa tertarik dengan banyaknya ide yang diberikan IPB. Termasuk, tentang ide pertanian dan peternakan laut yang diungkapkan oleh Arif Satria. Ide tersebut harus bisa diwujudkan dalam program yang tepat, karena itu konsep yang sangat dekat dengan nelayan dan pembudi daya ikan.

Pertemuan dengan para akademisi, diakui Edhy karena saat ini memang ada beberapa kebijakan yang masih menimbulkan polemik. Sebut saja, pengaturan alat tangkap, budi daya yang diperbolehkan dan dilarang, pembagian wilayah tangkapan, dan sebagainya.

“Kita tidak bisa pungkiri, ada beberapa Permen (peraturan menteri) yang kita temukan di lapangan yang juga akhirnya menjadi kendala buat pelaku usaha. Kita mau perbaiki ini dengan good way dan pengkajian yang matang,” jelas dia.

perlu dibaca : Menteri KP Serap Aspirasi dari Pesisir Utara Jakarta

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bersama jajarannya bertemu dengan Rektor IPB Arif bersama civitas akademika IPB bertemu di Kantor KKP, Jakarta, Senin (11/11). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Selain mengumpulkan masukan dari akademisi, Edhy berjanji akan melibatkan semua stakeholder dalam penyusunan regulasi kebijakan kelautan dan perikanan, seperti peraturan menteri kelautan dan perikanan (Permen KP). Begitu penyusunan Permen sudah selesai, maka draf tersebut akan langsung ditawarkan kepada para pihak terkait tersebut.

Berkaitan dengan persoalan penangkapan ikan, pada pekan sebelumnya Edhy juga sudah menemui para pelaku usaha yang berasal dari Juwana, Pati, Jawa Tengah, di kantor KKP, Jakarta. Pada kesempatan tersebut, salah satu persoalan yang ikut dibahas, adalah mengenai persoalan ongkos penangkapan ikan yang dinilai masih mahal di mata para pelaku usaha.

Pengakuan itu diungkapkan oleh salah satu wakil pelaku usaha yang hadir, Didik. Menurut dia, ongkos penangkapan ikan menjadi mahal, karena ada proses pengangkutan hasil tangkapan ikan dari pusat penangkapan ke lokasi pendaratan yang jarakanya jauh. Sementara, di saat yang sama, kontainer untuk mengangkut hasil tangkapan juga jumlahnya masih minim.

“Jadi kalau bisa kita perlu kapal penangkapan ikan yang sedikit lebih besar dari 150 GT dan kapal angkut yang lebih besar daripada 200 GT,” jelas dia.

Menanggapi keluhan tersebut, Edhy Prabowo mengatakan bahwa persoalan biaya yang mahal dalam proses pengangkutan hasil tangkapan dari tengah laut ke daratan memang sering didengarnya selama ini. Dia berjanji akan mencari jalan keluar untuk memecahkan persoalan tersebut yang dinilai sudah merugikan aktivitas bisnis penangkapan ikan.

perlu dibaca : Janji Edhy Prabowo untuk Sektor Kelautan dan Perikanan

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kiri) berdialog dengan pelaku usaha perikanan tangkap dari Pati – Juwana, Jateng di Kantor KKP, Jakarta, Kamis (7/11/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Biaya Mahal

Namun demikian, untuk mencari solusi dari persoalan tersebut, Edhy mengaku tidak sepakat jika aktivitas alih muat hasil tangkapan dilakukan kembali secara langsung di tengah laut ke kapal angkut. Jika itu sampai dibolehkan lagi, dikhawatirkan akan terjadi lagi transaksi jual beli ilegal di tengah laut, dan itu artinya ikan hasil tangkapan berpotensi akan langsung dibawa ke luar wilayah Indonesia.

Menurut Edhy, sembari mencari solusi terbaik untuk memecahkan persoalan biaya mahal tersebut, dia meminta para pelaku usaha untuk bisa berkomitmen agar tidak melakukan tindakan yang curang dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Selain persoalan biaya mahal proses pengangkutan, Edhy Prabowo juga menerima keluhan tentang persoalan perizinan kapal dan penangkapan ikan. Menurut dia, KKP saat ini sedang berupaya untuk melakukan penyederhanaan proses perizinan dengan menggandeng instansi terkait seperti Kementerian Perhubungan RI.

Tetapi, Edhy kembali mengingatkan, sembari melakukan upaya pembenahan proses perizinan, dia meminta para pelaku usaha untuk bisa ikut menjaga laut dan sumber daya alam yang ada di dalamnya. Dengan menjaga laut secara baik, maka itu akan menjaga mata pencaharian para pelaku usaha tetap ada dan langgeng sampai kapan pun.

“Bapak itu kan menjaga bukan hanya mata pencaharian, Bapak menjaga negara kita dari wilayah terdepan. Kalau ada kapal-kapal asing bapak laporkan ke pengawasan kami di (Direktorat Jenderal) PSDKP (pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan). Jadi di laut Bapak bantu jadi mata telinganya kita,” ucapnya.

“Tapi ingat, kalau sampai ada yang sogok menyogok, berbuat curang, saya akan cabut izinnya. Kalau VMS (vessel monitoring system) sampai dimatikan, saya bekukan izinnya,” tambah dia.

Pada kesempatan tersebut, Edhy Prabowo juga mendiskusikan pelarangan penggunaan alat penangkapan ikan (API) seperti cantrang yang dinilai bisa merusak ekosistem di laut. Menurutnya, agar API tersebut bisa diterima, diperlukan kajian lebih mendalam tentang pelarangan tersebut. Dengan demikian akan didapatkan fakta lebih banyak tentang alasan pelarangan tersebut.

Perlunya dibahas tentang cantrang, karena Pemerintah ingin menjadikan laut sebagai tempat yang nyaman untuk konservasi dan sekaligus mata pencaharian. Untuk bisa menjadi seperti itu, diperlukan komitmen yang kuat, tidak hanya dari Pemerintah, namun juga dari stakeholder kelautan dan perikanan yang menjadi pelaku utama.

“Saya tidak ingin mengabaikan salah satunya. Jadi sebelum aturan dijalankan, kami akan buatkan dulu solusinya,” tegas dia.

***

Keterangan foto utama : Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kiri) bertemu dengan Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria (kanan) di Kantor KKP, Jakarta, Senin (11/11). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version