Mongabay.co.id

Wisata Sejarah Bawah Air, Potensi Berharga Laut Nusantara

 

Kecelakaan kapal laut yang terjadi di masa lalu, ternyata menyimpan potensi yang besar untuk menjadi atraksi wisata sejarah di bawah air. Kapal-kapal laut tersebut, sebagian besar mengalami kecelakaan di jalur utama pelayaran wilayah Nusantara. Termasuk, jalur perairan Belitung yang dikenal sebagai jalur utama untuk perniagaan.

Besarnya potensi benda muatan kapal tenggelam (BMKT) dari kapal yang mengalami kecelakaan, menjadikan situs bersejarah tersebut sebagai warisan bawah air yang tak ternilai. Itu diakui sendiri oleh Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Tukul Rameyo Adi saat berada di Belitung, pekan lalu.

Menurut dia, perairan di Indonesia menyimpan potensi besar dari peninggalan BMKT yang tersebar di 463 titik di seluruh Indonesia. Untuk melindungi keberadaan BMKT, Pemerintah Indonesia pada 1989 sudah membentuk Panitia Nasional BMKT yang berfungsi untuk mengelola BMKT dengan lebih maksimal.

“Kemudian pada 2010 lahir Undang-Undang No.11/2010 tentang Cagar Budaya,” ucapnya, pekan lalu.

baca : Perairan Indonesia, Surga Harta Karun Dunia?

 

Galeri Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) di Gedung Mina Bahari IV, Kantor KKP, Jakarta. Foto : KKP/Mongabay Indonesia

 

Akan tetapi, Tukul menilai, setelah 19 tahun UU Cagar Budaya diterbitkan, regulasi yang mengatur tentang BMKT harusnya segera diperbarui. Tujuannya, agar pemanfaatan dan pengelolaan peninggalan BMKT bisa lebih baik dilakukan oleh Pemerintah.

Selain untuk atraksi wisata sejarah, kehadiran BMBKT di bawah perairan Indonesia juga bisa menjadi bagian dari wawasan bahari untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Terlebih, dalam Peraturan Presiden RI No.16/2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia, yang berisi tujuh pilar KKI, terdapat pilar keenam tentang budaya maritim.

“BMKT dan shipwreck ini tengah berusaha untuk ditambahkan dalam tujur pilar yang ada dalam Perpres 16/2017,” ujar dia.

Menurut Tukul, ada tiga program utama yang fokus pada laut dan literasi budaya. Di antara ketiganya, ada upaya untuk mengembangkan inovasi berdasarkan literasi budaya yang ada pada kapal tenggelam dan warisan bawah air berupa BMKT.

Untuk itu, cara yang dipilih salah satunya adalah dengan membangun museum maritim. Adapun, lokasi yang dinilai cocok untuk pembangunan museum, tidak lain adalah Belitung, karena di wilayah perairan pulau tersebut ada beberapa lokasi kapal tenggelam karena kecelakan di masa lalu.

“Selain itu, Belitung juga akan dipromosikan sebagai UNESCO Global Geopark dan juga merupakan satu dari 10 destinasi wisata super prioritas Pemerintah Indonesia,” ungkapnya menyebut program Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang bertujuan untuk menyaingi pariwisata di Bali.

baca juga : Sebanyak Apa Harta Karun yang Ada di Perairan Indonesia Sekarang?

 

Galeri Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) di Gedung Mina Bahari IV, Kantor KKP, Jakarta. Foto : KKP/Mongabay Indonesia

 

Terpadu

Di luar faktor yang disebut di atas, Tukul menambahkan bahwa Belitung juga sangat cocok untuk menjadi calon lokasi pembangunan museum maritim, karena di perairan pulau tersebut bisa dikembangkan konsep pariwisata terpadu mencakup wisata kapal tenggelam, BMKT, dan ekosistem laut seperti terumbu karang dan hutan bakau (mangrove).

Dengan konsep terpadu seperti itu, diyakini Belitung bisa berkembang menjadi lokasi wisata yang tidak hanya sekedar menawarkan atraksi wisata sejarah bawah air saja, namun juga berkembang sebagai destinasi wisata kuliner yang menawarkan ragam kuliner dari berbagai suku bangsa.

“Jadi, dapat dipadukan semua sektor, sehingga pengunjung yang datang akan lebih banyak. Itu karena pengunjung tidak hanya melihat mangrove atau terumbu karang, tapi juga melihat sejarah bahkan kuliner dalam satu kawasan,” papar dia.

Di sisi lain, walau bernilai potensi yang sangat tinggi, namun pemanfaatan BMKT dan kapal tenggelam tidak bisa dengan mudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Penyebabnya, karena pemanfaatan dan pengelolaan untuk potensi tersebut masih terkendala biaya, terutama untuk pengangkatan kapal yang besar.

Hal tersebut dikatakan Kepala Bidang Pengelolaan Lingkungan Laut Kemenko Maritim dan Investasi Marves Nurul Istiqomah. Menurut dia, pengangkatan bangkai kapal dan BMKT di sejumlah titik lokasi kecelakaan kapal yang ada di perairan Indonesia, terhitung mahal. Padahal, titik lokasi kecelakaan kapal di masa lalu diketahui sangat banyak di perairan Nusantara.

perlu dibaca : Kapal Pemburu Harta Karun di Anambas Ditangkap di Malaysia

 

Seorang penyelam sedang menyelam di dekat bangkai kapal yang berisi harta karun. Pada 2017, Pemerintah mulai mengangkat barang muatan kapal tenggelam (BMKT) di perairan Indonesia. Foto : Dirjen PRL KKP

 

Salah satu cara agar pengelolaan dan pemanfaatan kapal tenggelam dan BMKT, adalah dengan melakukan kolaborasi pembiayaan bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Kepolisian RI.

“Mungkin kita bisa kolaborasi dana dan di bawah koordinasi Kemenko Kemaritiman dan Investasi kita bisa melakukan pembagian tugas. Kita tidak akan membiarkan pencurian BMKT dan kita berusaha melindunginya,” jelas dia.

Untuk sekarang, Nurul menyebutkan sudah ada 22 provinsi yang memiliki peraturan daerah (Perda) tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) dan di dalamnya terdapat peta alokasi ruang untuk wilayah laut dan pesisir. Dalam peta tersebut, ada kawasan konservasi maritim yang fungsinya adalah untuk melindungi kapal tenggelam dan BMKT.

Berkaitan dengan upaya melaksanakan pengelolaan dan pemanfaatan kapal tenggelam dan BMKT, lebih jauh Nurul menjelaskan, itu diperlukan kolaborasi antarnegara untuk melaksanakan kerja sama program tersebut. Tujuan dari kolaborasi, salah satunya adalah untuk mewujudkan pembangunan museum warisan bawah air internasional.

menarik dibaca  : Dive Tag, Suvenir Menyelam untuk Mendukung Konservasi Tulamben

 

Tim Khusus

Museum tersebut, nantinya akan berkoordinasi dengan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNSECO) untuk membuka peluang menghadirkan replika dari semua BMKT yang ada di seluruh dunia. Replika tersebut, juga akan dimunculkan melalui cerita latar belakangnya dengan detil.

“Misalnya sejarahnya atau ternyata ada shipwreck yang sama, bisa jadi ada cerita yang berseri atau connecting dots. Jadi, informasi itu bisa lengkap, lebih menarik tentunya,” terang dia.

Selain membuka wacana kolaborasi dengan negara lain, Nurul memaparkan, upaya berikut yang bisa dilakukan adalah dengan membentuk tim khusus yang fokus untuk mengelola kapal tenggelam dan BMKT. Pembentukan timsus tersebut, bukan menjadi yang pertama karena pada 1989 sudah pernah dibentuk panitia nasional BMKT.

Upaya untuk membentuk timsus tersebut sudah terlihat melalui inisiasi yang dilakukan sejumlah pihak terkait saat ini. Upaya inisiasi itu, kata dia, dilakukan melalui pembahasan rancangan peraturan Presiden RI untuk pembentukan tim koordinasi nasional bersama semua kementerian terkait, termasuk Kemenko Bidang Marves.

“Namun belum disetujui oleh Presiden Joko Widodo sejak 2018,” tutur dia.

Belum adanya persetujuan untuk penerbitan Perpres yang baru, membuat pengangkatan BMKT tetap memakai Keputusan Presiden RI pada 1989. Walaupun, itu dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang dan juga karena ada moratorium pengangkatan BMKT yang diterbitkan oleh KKP.

Dengan demikian, Nurul menyebutkan, pengangkatan BKMT untuk saat ini hanya bisa dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah saja. Sementara, untuk pihak swasta yang menyatakan tertarik untuk melakukannya, sampai sekarang masih belum diberi peluang lagi.

 

Seorang penyelam sedang menikmati bangkai kapal (shipwreck) di perairan Tulamben, Bali. Foto : wandernesia.com

 

Upaya berikut untuk mengelola dan memanfaatkan BMKT, adalah dengan mengedukasi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi kapal tenggelam dan BMKT. Edukasi yang dimaksud, adalah melalui kurikulum pendidikan atau pemberian beasiswa bagi generasi muda yang tertarik belajar tentang BMKT.

Kemudian, agar BMKT menjadi hal yang penting bagi masyarakat, maka diperlukan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas diri kepada masyarakat, khususnya orang yang tepat. Pelatihan tersebut bisa dilakukan dengan dikombinasikan praktik langsung di lapangan seperti menyelam di lokasi kapal tenggelam yang terdapat BMKT.

Terakhir, Nurul menjelaskan, upaya yang bisa dilakukan untuk mengelola dan memanfatkan BMKT dan kapal tenggelam, adalah diperlukan adanya daftar lokasi kapal tenggelam dan BMKT di seluruh Indonesia. Dengan demikian, timsus yang ada bisa bekerja dengan efektif dalam melaksanakan pengelolaan.

“Terakhir, perlu membentuk jaringan dengan negara lain, misalnya melalui media sosial dan menyelenggarakan acara multikultural,” pungkas dia.

 

Exit mobile version