Mongabay.co.id

Optimisme Para Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan dengan Program Menteri Baru

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (dua dari kiri) saat mengunjungi Pelabuhan Perikanan (PP) Muara Angke di Jakarta Utara, Senin (28/10/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Sikap optimis ditunjukkan para pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan setelah Edhy Prabowo menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan menggantikan Susi Pudjiastuti. Sikap tersebut terlihat, karena Edhy beritikad serius memperbaiki kondisi industri perikanan nasional yang situasinya menurun dalam lima tahun terakhir.

Salah satu sikap optimis itu diperlihatkan Ketua Asosiasi Unit Pengolahan Ikan (AUPI) Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara, Minggu (17/11/2019). Menurutnya, di bawah kepemimpinan Edhy, komunikasi antara Pemerintah dengan masyarakat perikanan yang menjadi stakeholder, dijanjikan akan segera diperbaiki sampai kembali lancar.

Kemudian, pengembangan sektor perikanan budi daya juga dijanjikan Edhy Prabowo. Kedua hal tersebut, juga terlihat menjadi topik utama saat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI pekan lalu.

“Insya Allah. Amin,” ucap Basmi merespon pertanyaan Mongabay, apakah industri perikanan akan membaik.

baca : Diminta Presiden Fokuskan Perikanan Budi daya, Begini Tantangan yang Dihadapi Menteri KP

Selain Basmi Said, sikap optimis juga ditunjukkan Sekretaris Jenderal Asosiasi Tuna Indonesia (ASTUIN) Hendra Sugandhi. Menurutnya, Menteri KP Edhy Prabowo pada prinsipnya mengikuti arahan Presiden Joko Widodo saat melaksanakan rencana kerja untuk lima tahun mendatang.

Selama rentang waktu ke depan tersebut, Edhy akan memprioritaskan rencana kerja untuk fokus membangkitkan industri perikanan, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan nilai tambah, meningkatkan devisa perikanan, optimalisasi sektor budi daya perikanan dan optimalisasi perikanan tangkap didorong ke zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan laut lepas.

Salah satu fokus rencana kerja Edhy Prabowo, menurut Hendra, adalah kebijakan penenggelaman kapal ikan pelanggar kedaulatan Negara. Di masa Susi Pudjiastuti, kapal-kapal pelanggar akan langsung dimusnahkan dengan cara ditenggelamkan setelah mendapat ketetapan hukum dari Negara.

Tetapi, di masa kepemimpinan Edhy sekarang, penenggelaman menjadi opsi terakhir setelah opsi pemanfaatan untuk nelayan dan juga kemanusiaan. Kebijakan itu, bagi Hendra sebaiknya jangan dibingkai oleh siapa pun seolah-olah pihak yang tidak setuju adalah mereka yang nasionalis mafia asing, atau pengusaha hitam.

“Ini sangat kontra produktif, karena mematikan pemikiran anak bangsa dalam dialektika pembangunan perikanan kita,” ucapnya.

baca juga : Edhy Prabowo Harus Batalkan Rencana Revisi Pelarangan Cantrang, Kenapa?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kiri) berfoto bareng dengan istri-istri nelayan usai bertemu dengan para stakeholder perikanan dan kelautan saat melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Sabtu (16/11/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Alternatif

Hendra menjelaskan, penenggelaman kapal hanya tindakan populis untuk pencitraan dan tidak membuat jera kapal ikan asing (KIA) dan tetap saja berani memasuki wilayah ZEE Indonesia. Untuk itu, nelayan sebaiknya didorong untuk bisa menangkap ikan ke wilayah ZEE dan laut lepas, agar bisa berfungsi ganda sekaligus, yaitu untuk menangkap ikan dan menjaga kedaulatan RI.

Selain alasan di atas, pemusnahan kapal dengan cara ditenggelamkan atau diledakkan, adalah kebijakan yang memerlukan anggaran besar karena melibatkan banyak instansi dalam praktiknya. Kemudian, kebijakan penenggelaman juga dinilai berpotensi bisa mencemari dan merusak lingkungan yang ada di perairan laut sekitarnya.

Berdasarkan fakta itu, Hendra menilai bahwa pemanfaatan kapal ikan pelanggar kedaulatan yang sudah mendapatkan inkracht bisa dilakukan melalui beberapa alternatif. Di antaranya, dengan menghibahkan kepada kampus untuk dijadikan alat pelatihan mahasiswa atau modifikasi untuk armada patroli pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan (PSDKP) atau Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Ungkapan Hendra senada dengan Direktur Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim. Menurutnya, Undang-Undang No.45/2009 tentang Perikanan sudah mengatur tentang skema pemanfaatan kapal untuk keperluan nelayan, lelang, atau yang lain. Skema tersebut bisa dijalankan setelah putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap keluar.

Tetapi, masalahnya hingga saat ini adalah bagaimana memastikan peserta lelang bisa tetap bersih dari rekam jejak tindak pidana perikanan, mulai dari praktik usaha penangkapan ikan yang dijalankan, hingga modal usaha yang dipakai. Kekhawatiran hal-hal tersebut, sampai sekarang masih menjadi perhatian banyak pihak.

“Saat ini tingkat kepatuhan pelaku usaha perikanan, mulai dari skala menengah dan besar, terhadap aturan perikanan terus meningkat. Ditandai dengan membaiknya pencatatan hasil tangkapan ikan di pelabuhan. Meskipun tidak dipungkiri masih ada pelaku usaha yang mencoba memanfaatkan longgarnya aturan dan penurunan tingkat pengawasan di WPP-NRI 715,” jelasnya.

Sedangkan Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan berpendapat, daripada menuai pro dan kontra, sebaiknya Menteri KP Edhy Prabowo tetap konsisten untuk menjalankan amanah UU No.45/2009. Dalam pasal 69 ayat 4 diatur tentang perintah penenggelaman kapal ikan yang melanggar kedaulatan Negara.

“Artinya tidak ada yang salah dan keliru dalam aksi penenggelaman selama ini, hanya semata-mata penegakkan hukum dan menjaga kedaulatan NKRI,” ucapnya.

perlu dibaca : Penenggelaman Tidak Membuat Jera Kapal Asing Pencuri Ikan. Kenapa?

 

Penenggelaman 21 Kapal Ikan Asing pelaku IUU Fishing di perairan Pulau Datuk, Kabupaten Mempawah, Kalbar, Minggu (6/10/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Tidak Siap

Meski demikian, Suhufan tidak membantah jika dalam UU tersebut ada ketentuan yang tertuang dalam pasal 76C ayat 5 dan berbunyi, “Benda dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan yang berupa kapal perikanan dapat diserahkan kepada kelompok usaha bersama nelayan dan/atau koperasi perikanan”.

Tetapi, proses tersebut menurut dia bisa dilakukan setelah proses pengadilan selesai. Hanya sayang, dalam pelaksanaan sebelumnya, kebijakan tersebut tidak berjalan dengan mulus. Penyebabnya, karena pihak yang menerima kapal ikan tersebut tidak siap dari sisi modal, sumber daya manusia (SDM), dan manajemen pengelolaan.

Karenanya, Abdi Suhufan menyarankan, jika memang mau dimanfaatkan dan tidak menjadi salah sasaran, maka KKP perlu membuat kriteria pihak mana saja yang bisa menerima hibah kapal sitaan tersebut dengan sejumlah syarat. Dengan demikian, tidak akan terjadi kapal asal hibah dan akhirnya tidak dimanfaatkan, mangkrak, serta menjadi sampah di pelabuhan ikan.

“Saran kami kepada Menteri KP yang baru, dari pada sibuk melakukan evaluasi, revisi kebijakan dan program kelautan, lebih baik fokus menggodok kebijakan baru yang sifatnya inovasi dan berkelanjutan,” sebutnya.

Salah satu contoh adalah bagaimana Edhy Prabowo bisa mewujudkan rencana industri perikanan. Dengan kata lain, diperlukan strategis untuk bisa meningkatkan investasi dan ekspor, berapa proyeksi pendapatan Negara dari sektor kelautan dan perikanan dengan stok ikan yang sudah mencapai 12,5 juta ton.

perlu dibaca : Menteri Baru Serap Aspirasi dari Pesisir Utara Jakarta

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kanan) saat memimpin Apel Siaga Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) di Pangkalan PSDKP, Jembatan II Barelang, Batam, Rabu (13/11/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Pada akhir pekan lalu, Menteri KP Edhy Prabowo memberikan klarifikasinya terkait ramainya pemberitaan tentang penghapusan kebijakan penenggelaman kapal. Menurut dia, penenggelaman kapal adalah kebijakan yang bagus dan sudah dilaksanakan oleh KKP di masa kepemimpinan Menteri KP sebelumnya.

Tetapi, menurut dia, kebijakan tersebut untuk saat ini dirasa sudah cukup untuk dilaksanakan. Selanjutnya, kapal hasil sitaan akan diupayakan untuk dimanfaatkan bagi keperluan nelayan, akademis, dan atau kemanusiaan seperti rumah sakit terapung. Semua opsi tersebut, akan menjadi pertimbangan utama untuk saat ini.

“Tetapi, bukan berarti penenggelaman kapal tidak akan kita lakukan. Ada mekanismenya. Secara prinsip, bagaimana sikap kita memberdayakan sumber daya laut bermanfaat bagi pesisir, bagi kapal-kapal yang sudah disita, sudah inkracht,” tegas dia.

Di sisi lain, Edhy tidak membantah jika dirinya mengkhawatirkan ada anak buahnya di lapangan yang bisa ‘dibayar’ agar kapal sitaan dilepaskan kembali ke pemilik asal. Namun, dia meyakini dengan kecerdikannya sebagai pemimpin di KKP, kekhawatiran itu bisa ditepis. Ditambah, dia optimis dengan kemampuan internal Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP untuk menjaga dan mengawasai laut Indonesia.

***

Keterangan foto utama : Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (dua dari kiri) saat mengunjungi Pelabuhan Perikanan (PP) Muara Angke di Jakarta Utara, Senin (28/10/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version