Mongabay.co.id

Perburuan Tabob: Mengubah Tradisi Jadi Potensi Wisata Konservasi Penyu Belimbing [3]

 

Sebuah akun instagram bernama luca_vaime memposting foto seekor penyu belimbing (Dermochelys coriacea) yang sedang berenang di perairan Kei Kecil Barat, Kabupaten Maluku Tenggara, Maluku. Postingan pada 20 November 2018 lalu disukai lebih 1.237 akun

“Penyu belimbing adalah kura-kura paling langka untuk dilihat di bawah air, saya di Timur Jauh Indonesia di satu-satunya lokasi yang diketahui bisa berenang dengan penyu penyu belimbing. Ini bukan pengalaman yang mudah karena dapat menguras Anda secara mental dan fisik tetapi ketika Anda akhirnya mendapatkan gambar, semuanya menghilang, energi kembali, kegembiraan akan mengambil alih dan di sana Anda akan siap untuk yang lain!,” tulisnya.

Luca Vaime adalah fotografer profesional bawah air (underwater photographer) dan pembuat film yang berbasis di Bali, Indonesia sejak 2005. Karyanya meliputi publikasi majalah, pemasaran foto dan video untuk perusahaan besar dan kecil serta film dokumenter untuk lembaga konservasi.

Ia mendirikan Underwater Tribe, sebuah perusahaan di Bali, Indonesia yang menyediakan layanan menyelam khusus dalam mengatur perjalanan yang disesuaikan untuk wisatawan yang ingin memiliki liburan berorientasi fotografi baru di seluruh Indonesia.

baca : Perburuan Tabob : Bergesernya Tradisi Mengancam Punahnya Penyu Belimbing [1]

 

Seekor penyu belimbing di perairan Kei Kecil Barat, Kabupaten Maluku Tenggara, Maluku. Foto : instagram Luca Vaime/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan fotografer satwa liar yang lain yaitu Jason Isley juga mempromosikan penyu belimbing di Kei Kecil Barat di instagramnya. Bahkan, ia sedang membuka trip bagi wisatawan untuk menikmati keindahan bawah laut dan penyu belimbing pada November ini, dengan biaya per minggu 3.950 dollar AS atau Rp55,3 juta.

Sementara itu, pada 2017 lalu, lima turis asing Italia dan Afrika Selatan datang ke Desa Ohoidertutu, Pulau Kei Kecil Barat, Kabupaten Maluku Tenggara untuk melihat penyu belimbing. Tujuh turis asal Amerika Serikat juga ke datang desa itu pada 2018.

Mereka menghabiskan banyak uang untuk berwisata ke Kei Kecil Barat, hanya untuk melihat, memotret dan membuat video penyu belimbing. Akhir Oktober tahun ini, turis yang sama juga mengunjungi Kei untuk menikmati Festival Meti Kei 2019, sekaligus berenang dengan penyu belimbing.

 

Potensi Wisata

Sayangnya, potensi wisata bahari ini belum jadi perhatian serius pemerintah daerah kabupaten maupun pemerintah desa. Di sisi lain, orang asing yang membuka trip wisata penyu belimbing, tidak memberikan dampak lebih kepada masyarakat di sembilan desa di Pulau Kei Kecil Barat yang memiliki tradisi memakan penyu raksasa itu.

“Mereka (wisatawan asing) hanya tinggal di kapal mereka. Kalau yang nama Luis, ini dia mau tinggal di home stay,”ungkap Yulianus Ngoratubun, warga Ohoidertutu, Kecamatan Kei Kecil Barat kepada Mongabay Indonesia, Sabtu (28/9/2019).

baca juga : Tradisi Perburuan Tabob : Pendekatan Agama Lebih Efektif Lindungi Penyu Belimbing [2]

 

Seorang penyelam berenang di dekat penyu belimbing di perairan Kei Kecil Barat, Kabupaten Maluku Tenggara, Maluku. Foto : instagram Jason Isley/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Andreas Hero Ohoiulun, Project Executant WWF Indonesia–Inner Banda Arc Subseascape menandaskan WWF Indonesia tidak melarang pemanfaatan penyu belimbing karena merupakan adat komunitas masyarakat Nufit. Namun, ia sependapat dengan pemangku kepentingan lainnya bahwa jumlah penyu belimbing yang dimakan harus dibatasi.

Ia mengatakan, hakikatnya sumber daya alam (SDA) dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Khusus penyu belimbing, pemanfaatan non ekstraksi yang perlu dilakukan karena jumlahnya di alam semakin sedikit. Berbeda dengan spesies lain seperti ikan yang masih banyak sehingga bisa diekstraksikan atau dikonsumsi.

Pemanfaatan non ekstraksi dalam bentuk jasa ini sudah dilakukan di tempat lain. Antara lain, atraksi paus di sejumlah negara, berenang bersama penyu di pantai Liukang, Bulukumba, Sulawesi Selatan, dan kemudian wisata melihat Komodo di Nusa Tenggara Timur.

Artinya, keberadaan satwa dilindungi di Maluku Tenggara menjadi potensi untuk diangkat sebagai daya tarik pariwisata. Tinggal bagaimana kemauan pemerintah daerah dan mitra-mitra lain untuk bisa melihat ini sebagai peluang dan memanfaatkannya dengan cara-cara yang lebih bertanggungjawab dan berkelanjutan.

“Penyu belimbing di Kei ini sangat berpotensi sekali, dan bisa mengangkat nama atau branding pariwisata Kei. Itu artinya, adat tetap ada, pelestarian jalan, dan masyarakat dapat merasakan dampak ekonominya,” kata Hero saat diwawancarai Mongabay-Indonesia di kantornya di Langgur, Maluku Tenggara, Minggu (29/9/2019).

menarik dibaca : Penyu Raksasa Tersangkut Tali Budidaya Rumput Laut Diselamatkan Warga Maluku

 

Patung Penyu Belimbing di Desa Madwaer, Kecamatan Kei Kecil Barat, Maluku Tenggara. Foto : Tajudin Buano/Mongabay Indonesia

 

Konsep Wisata Konservasi

Selain perikanan, pariwisata juga merupakan sektor unggulan kabupaten Maluku Tenggara. Dikutip dari website pemerintah kabupaten Maluku Tenggara, ada 54 destinasi wisata dan akan terus dikembangkan. Beberapa di antaranya yang sudah populer, yakni Pantai Ngurtafur (pasir timbul), Gua Hawang, Pantai Ngurbloat (pasir panjang), laguna Pulau Bair, Gua Luvat, Bukit Masbait, dan Pantai Ohoidertawun.

Kesungguhan pemerintah daerah setempat mengembangkan dan mempromosikan sektor pariwisata membuahkan hasil. Daerah ini mendapat penghargaan Anugerah Pesona Indonesia (API) 2016 kategori “Surga Tersembunyi”.

Kemudian, pada 2017 Maluku Tenggara juga menyabet juara dua kategori Pelestarian Budaya Berkelanjutan pada Indonesia Sustainable Tourism Award (ISTA). Sedangkan ajang API 2019, Atraksi Dayung Belang menyabet jura dua kategori Atraksi Budaya Terpopuler.

Jumlah wisatan juga terus meningkat. Pada tahun 2017 total kunjungan wisatawan di Maluku Tenggara mencapai 127.646 wisatawan. Terdiri dari wisatawan mancanegara 5.157 orang dan wisatawan domestik 122.489 orang.

Sedangkan pada 2018, total wisatawan mancanegara mencapai 7.000-8.000 orang. “Kalau untuk Maluku, jumlah wisman (wisatawan mancanegara) sekitar 20.000 orang. Jadi, Maluku Tenggara yang paling banyak berkontribusi mendatangkan wisman,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata Maluku Tenggara, Iwan Asikin kepada Mongabay Indonesia, Kamis (21/11/2019).

perlu dibaca : Belajar dari Konservasi Penyu Belimbing di Papua Barat, Seperti Apa?

 

Ilustrasi. Seorang staf WWF Indonesia memasang satelite tag ke seekor penyu belimbing (Dermochelys coriacea) untuk pemantuan spesies itu di kawasan Taman Pesisir Jeen Womom, Tambrauw, Papua Barat. Foto : WWF-Indonesia / Mongabay Indonesia

 

Anggaran untuk pengembangan sektor pariwisata yang terbanyak, setelah sektor perikanan. Pada tahun ini, pemerintah daerah menggelontorkan Rp11.456.900.886,00 untuk dinas pariwisata. Untuk tahun 2020, anggaran yang dialokasikan sebanyak Rp50 miliar.

“Anggaran pariwisata sekitar Rp50 miliar rancangan untuk tahun 2020. Naik karena untuk penyiapan sarana prasarana supaya wisatawan bisa datang dan betah di Maluku Tenggara,” kata Sekretaris Daerah Pemkab Maluku Tenggara Bernardus Rettob, Kamis (26/11/2019).

Pariwisata Maluku, dan Maluku Tenggara mengandalkan keaneragaman hayati di pulau-pulau kecil. Sehingga penting diterapkan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) yang merupakan implemensi tujuan ke-14 Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), yakni melestarikan dan menjaga keberlangsungan laut dan kehidupan sumber daya laut untuk  perkembangan yang berkelanjutan.

Terkait dengan potensi pengembangan Tabob sebagai salah satu objek wisata berbasis konservasi di Kecamatan Kei Kecil Barat, Iwan mengaku sangat setuju. Itu akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, seperti menyelam melihat Hiu Martil (Sphyrna mokkaran) di Banda, Maluku Tengah.

“Kalau Tabob (nama lokal penyu belimbing dalam bahasa Kei) itu sangat mungkin dikembangkan. Semua harus diatur dengan baik. Hal-hal unik seperti itu yang perlu kita tonjolkan, karena itu yang jadi pembeda kita (Maluku Tenggara) dengan daerah lain. Tapi ke depan memang harus ada pengaturan, agar tidak asal-asalan,” ungkap Iwan.

menarik dibaca : Pelindung Penyu dari Kepunahan itu Bernama Taman Pesisir Jeen Womom

 

Ilustrasi. Seekor penyu belimbing (Dermochelys coriacea) kembali ke laut setelah bertelur di kawasan Taman Pesisir Jeen Womom, Tambrauw, Papua Barat. Jeen Womom ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) berbentuk Taman Pesisir untuk wilayah konservasi utama bagi 6 jenis penyu yang ada di Indonesia. Foto : WWF-Indonesia / Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Kepala Resort Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Tual, Maluku, Yopi Jamlean mengatakan tidak hanya wisata bahari. Pemanfaatan penyu belimbing sebagai daya tarik wisatawan dalam bentuk tarian tabob yang digelar untuk menyambut tamu atau wisatawan juga perlu digalakan secara serius.

Terkait hal ini, telah ada pembicaraan bersama antara BKSDA, Dinas Perikanan dan Pemerintah Daerah Maluku Tenggara serta Kota Tual untuk membuat regulasi khusus pemanfaatan tabob sebagai objek wisata.

“Nah, ini bisa dijual untuk pariwisata. Mulai dari tarian tabob, cara menangkap tabob, dan wisata baharinya atau bawah laut,” ujarnya.

 

***

*Tajudin Buano, jurnalis Harian Pagi Ambon Ekspres. Artikel ini didukung oleh Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version