Mongabay.co.id

Menolak Punah Badak Sumatera, Lampung Siap Menjadi Benteng Terakhir [Bagian 2]

 

 

Baca sebelumnya: Menolak Punah Badak Sumatera, Sumatran Rhino Sanctuary Diperluas [Bagian 1]

**

 

Lampung sebagai provinsi yang memiliki badak sumatera, akan mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk menjaga satwa bercula dua ini dari kepunahan.

Arinal Djunaidi, Gubernur Lampung, menyatakan penyelamatan badak sumatera mutlak dilakukan. Baik melalui perlindungan habitat, di Taman Nasional Way Kambas dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, maupun dengan perluasan Suaka Rhino Sumatera [Sumatran Rhino Sanctuary, SRS], yang merupakan pusat konservasi semi in situ badak sumatera.

“Kondisi badak sumatera saat ini ada kecenderungan berkurang. Untuk itu, hutan yang merupakan habitatnya, harus kita fungsikan sebagaimana mestinya. Artinya, jika hutan dilindungi dari segala gangguan, badak akan tetap berkembang biak,” terang Arinal pada Peringatan Hari Badak Sedunia dan Peresmian Perluasan SRS II di Taman Nasional Way Kambas, Rabu 30 Oktober 2019.

Arinal menuturkan, dulu ketika hutan dijaga badak, gajah, dan harimau sumatera kondisinya bagus. Tapi kenapa ketika hutan “dijaga” profesor, doktor, menteri, dan para ahli justru hancur. Mengapa? Ini persoalan yang kita hadapi. “Kita tidak boleh tersinggung. Kenyataannya, kepentingan pribadi dan politik memang begitu kental dalam tata kelola hutan.”

 

Harapan, badak sumatera kelahiran Cincinnati Zoo, Ohio, Amerika, 27 Mei 2007, yang sejak 2 November 2015 sudah berada di SRS Way Kambas, Lampung. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Terhadap upaya perlindungan badak di dua taman nasional tersebut, Arinal meminta, patroli pengamanan kawasan diperketat. Penegakan hukum harus dilakukan dan setiap pelanggaran harus diberikan hukuman setimpal, agar jera. “Tapi saya yakin, pekerjaan berat ini tidak dapat dilakukan maksimal oleh kepala balai taman nasional, mengingat adanya keterbatasan.”

Apa solusinya? Lampung siap menjadi benteng terakhir pelestarian badak sumatera. Untuk itu, perjanjian kerja sama antara Gubernur Lampung, Kapolda Lampung, Danlanal Lampung, Danrem 043 Garuda Hitam Lampung, dan Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem [KSDAE] KLHK harus dilakukan.

“Kita pertahankan badak sumatera, harta karun bangsa Indonesia dari ancaman kepunahan. Saya minta Desember ini, naskah kerja sama diwujudkan, tidak masalah di Jakarta atau di Lampung,” terangnya.

Terhadap Rencana Aksi Darurat [RAD] Penyelamatan Badak Sumatera yang ditetapkan Dirjen KSDAE, Wiratno, Nomor: SK.421/KSDAE/SET/KSA.2/12/2018, pada 6 Desember 2018, Arinal menyatakan, turunan aturan tersebut bisa diterapkan menjadi Surat Keputusan Gubernur Lampung. Atau, bisa saja menjadi MoU seperti yang akan dilakukan Desember ini. Jika tidak, aturan hanya sebatas arsip.

“Wajib hukumnya, kita melindungi dan mengembangkan populasi badak sumatera,” tegasnya.

 

Harapan adalah satu dari tujuh individu badak yang ada di SRS Way Kambas, Lampung. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati [KKH] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], Indra Exploitasia mengatakan, berdasarkan Rencana Aksi Darurat [RAD] Penyelamatan Badak Sumatera, hal utama yang ditekankan pada penyelamatan badak sumatera adalah pengembangbiakan melalui fertilisasi in vitro atau in vitro fertilization [IVF]. Jadi, belum mengarah ke penangkapan.

“Cara IVF sedang dicoba antara Badak Andalas [di SRS] dengan Pahu [di Kalimantan Timur] yang tengah dipantau sistem reproduksinya. Sejauh ini masih diteliti.”

Metode IVF adalah reproduksi inseminasi buatan, yaitu memasukkan sperma badak jantan ke rahim badak betina. Dalam IVF, sel telur yang diekstraksi dari badak betina dibuahi di laboratorium dan ditanam pada betina lain yang produktif.

Terkait perluasan SRS II, Indra mengatakan, program ini merupakan bagian juga dari RAD Badak Sumatera, tapi penekanannya pada program captive breeding. “Tentunya, ini semua harus didukung dengan sarana dan prasarana ideal.”

Merespon harapan Gubernur Lampung yang ingin menjadikan provinsi ini sebagai benteng terakhir badak sumatera, Indra mengatakan, kita harus optimis. “Perjanjian kerja sama harus dilakukan. Tapi hal terpenting adalah apa wujud komitmen masing-masing pihak yang tidak sebatas di atas kertas. Pastinya, kalau kita sudah merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap kelestarian badak sumatera, kita akan melakukan yang terbaik,” jelasnya.

 

Gubernur Lampung Arinal Djunaidi siap menjadikan Lampung sebagai benteng terakhir pelestarian badak sumatera. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Teknologi

Hadi S. Alikodra, pakar badak Indonesia, mengatakan kondisi badak sumatera yang terpencar di alam liar mesti menjadi fokus kita bersama juga. Jumlahnya yang berkurang harus ada penambahan secara artificial yaitu dengan dibangun semacam Suaka Rhino Sumatera.

“Anak-anak badak yang lahir di SRS, kedepannya harus dilepaskan ke alam liar. Ini tentunya akan menambah populasi, sebagaimana cita-cita kita bersama,” terangnya.

Untuk itu, performa genetik dan perilaku badak harus diketahui benar. Jangan sampai, kita ketika melepas ke hutan belantara ternyata individu yang bermasalah. “Prinsip kesejahteraan satwa dan kehati-hatian mutlak diperhatikan. Intinya, membantu perkembangbiakan di alam.”

 

Suaka Rhino Sumatera, Way Kambas, Lampung, merupakan pusat konservasi semi in situ badak sumatera. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Menurut Hadi, ini merupakan pekerjaan jangka panjang. Pertanyaannya adalah apakah prosesnya bisa dipercepat, mengingat umur dan siklus perkembangbiakan badak itu sendiri?

“Di sini kita memerlukan peran teknologi. Munculnya metode baru semisal transplantasi embrio, yang sesungguhnya perpaduan sains dan teknologi, tidak tertutup kemungkinan digunakan di masa mendatang. Tentunya, terobosan tersebut harus beriringan dengan kebijakan pemerintah, Badan Litbang dan Inovasi [BLI] KLHK dan LIPI harus dilibatkan. Riset dan sebagainya, ujungnya adalah sebuah kebijakan yang direkomendasikan untuk diambil oleh pemerintah.”

Menurut Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, kondisi badak sumatera sekarang sudah pada titik sangat terancam. Tanda-tanda penurunan di alam nyata sekali, tidak lebih 80 individu, totalnya. “Ada dua cara yang harus kita lakukan, melalui SRS dan badak yang berada di alam liar dikelola secara intensif, dipantau betul keberadaannya. Keduanya harus berbarengan,” paparnya.

 

Suaka Rhino Sumatera II seluas 150 hektar, resmi beroperasi 30 Oktober 2019. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas, Subakir, menuturkan survei trajektori badak sumatera terus dilakukan di Way Kambas hingga Desember 2019. “Ke depannya, kita memang memerlukan badak jantan dan betina tambahan, untuk dimasukkan di SRS. Tujuannya jelas, menghindari terjadinya kawin sedarah. Secara teknis, YABI [Yayasan Badak Indonesia] yang mengatur,” ujarnya.

Subakir, sebelumnya pada acara Training of Trainer Konservasi Badak Sumatera, di Rumah Konservasi, Labuhan Ratu VII, Way Kambas, kepada Mongabay mengatakan, badak merupakan payungnya satwa. Bila badak lestari, satwa liar lain terjaga kehidupannya.

“Way Kambas yang luasnya 125 ribu hektar merupakan rumah bersama lima mamalia besar [the big five mammals] yaitu harimau, gajah, tapir, beruang, dan badak sumatera,” terangnya beberapa waktu lalu.

Way Kambas juga memiliki nilai penting kawasan yaitu sebagai Pusat Konservasi Gajah, dan memiliki Suaka Rhino Sumatera. “Ada lima tipe ekosistem di sini, mangrove, pantai, riparian, hutan rawa dan hutan hujan tropis,” terangnya.

Terkait badak sumatera, menurut Subakir, upaya konservasi di Way Kambas telah dilakukan semaksimal mungkin. Pelestarian badak sumatera di SRS, penanaman pohon pakan, pengamanan kawasan, hingga penegakan hukum konsisten dilakukan.

“Menjaga kehidupan badak sumatera sudah tentu mengamankan habitat. Kami masih menemukan sejumlah badak di areal taman nasional ini, selain tujuh individu yang ada di SRS,” tegasnya.

 

 

Exit mobile version