Mongabay.co.id

Musik untuk Penyelamatan Orangutan, Seperti Apa?

Orangutan sumatera yang hidup damai di wilayah Stasiun Riset Ketambe. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Alunan musik rock menghentak ruangan lantai empat, di gedung pertunjukan musik kawasan Fatmawati Jakarta Selatan, Sabtu [14/12/19]. Muda-mudi yang hadir dalam acara “Sound For Orangutan” itu berjingkrak. Tak ada lirik dari grup bernama Primata tersebut. Hanya instrumen. Tapi, jika didengar detil, lagu berjudul “Tebang” itu sarat pesan cinta lingkungan.

Di satu bagian musik, diselipkan bunyi suara gergaji mesin dan pohon tumbang. Di bagian lain, alunannya menghentak. Primata hendak menyampaikan pesan, penebangan pohon tak terkendali menyebabkan deforestasi, menyisakan kesedihan mendalam bagi manusia, terlebih satwa liar.

Rama Wirawan, personil Primata mengatakan, lagu-lagu yang mereka ciptakan mengandung unsur penyelamatan lingkungan. Aspek semiotika berwujud irama musik. “Lagu Tebang kami rilis tahun lalu, tentang deforestasi. Menceritakan kesedihan satwa liar di hutan, termasuk orangutan,” jelasnya.

Baca: Kisah Orangutan Paguh, Mata Buta dengan Belasan Peluru di Kepala

 

Orangutan sumatera yang hidup damai di wilayah Stasiun Riset Ketambe, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Primata juga menjual kaos cover single tersebut yang hasilnya disumbangkan ke Centre for Orangutan Protection [COP]. Primata ingin menunjukan ke publik, penyelamatan orangutan bisa dilakukan melalui musik.

“Nama Primata merupakan sindiran untuk kita semua. Kami hadir pada 2014, sudah menelurkan satu album dan puluhan single.”

Menurut Rama, kampanye penyadaran pentingnya menjaga orangutan dan habitatnya melalui musik cukup efektif. Kesadaran generasi milenial terhadap isu lingkungan, terutama orangutan, mulai terlihat. “Kami konsisten menyuarakan isu-isu lingkungan hidup,” ujarnya.

Selain Primata, acara tersebut dimeriahkan musisi lain: the Panturas, Straight Answer, Eleventwelfth, Later Just Find, Dried Cassava, Miskin Porno, dan Melanie Soebono.

Baca: Orangutan Tapanuli dan 7 Fakta Uniknya

 

Senapan angin. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Selamatkan orangutan dan habitatnya

Aulia Rahma Fadilla, Koordinator “Sound For Orangutan” mengatakan, gelaran acara ditujukan untuk penyelamatan orangutan dan habitatnya. “Manusia tidak boleh egois, harus memikirkan makhluk lain yang sama-sama hidup di Bumi, termasuk orangutan.”

Menurut dia, generasi milenial harus bersuara. Kampanye lewat musik adalah salah satu cara. “Kegiatan konservasi tak melulu turun ke hutan. Bisa dilakukan dengan hal menyenangkan dan kreatif. Pameran foto dan pentas musik ini, misalnya.”

Direktur COP Daniek Hendarto menuturkan, jika mengacu kebijakan, sudah banyak aturan perlindungan orangutan. Mulai penegakan hukum, rehabilitasi hingga pelepasliaran. Tapi, kenyataan di lapangan, belum teraplikasi dengan baik. Masih terjadi perburuan, perdagangan, hingga pembunuhan. Penggunaan senapan angin untuk menembak orangutan marak.

“Mencari lokasi tepat untuk pelepasliaran juga sulit. Kalaupun ada, biayanya tidak murah. Sebelum dilepasliarkan, kami harus melakukan kajian komprehensif terkait keamanan, ketersediaan pakan, kecocokan habitat, dan lainnya. Kami berharap, ada terobosan baru dari KLHK,” ujarnya.

Baca juga: Hukuman Ringan untuk Penembak Orangutan dengan 74 Peluru

 

Pelepasliaran orangutan yang dilakukan BOSF di TNBBBR. Foto: BOSF/Hermansyah

 

Meski begitu, Daniek bilang, perhatian pemerintah sudah membaik. Pemerintah Kalimantan Timur, misalnya, menyediakan lahan seluas 13 ribu hektar di Hutan Lindung Sungai Lesan, Kabupaten Berau, sebagai lokasi pelepasliaran. Wilayah tersebut diberikan untuk dikelola COP.

“Sejak 2017, kami melepaskan lima individu orangutan. Berdasarkan survei BKSDA Kalimantan Timur, kepadatan orangutan di Hutan Lindung Sungai Lesan sekitar 0,3 individu per kilometer. Masih terbilang cukup jarang.”

Di pusat rehabilitasi orangutan yang dikelola COP di Berau, terdapat 16 individu orangutan. Dua di antaranya siap dirilis. “Kami mengelola pusat rehabilitasi orangutan sejak 2015, wilayah kerja meliputi Kaltim dan Kaltara,” terangnya.

Tantangan berat selama ini, menurut Daniek, lebih pada penegakan hukum. Vonis untuk pelaku kejahatan masih lemah. Penegakan hukum, pencegahan penggunaan senapan angin liar terus dilakukan.

“Pada dasarnya, senapan angin untuk menembak sasaran di arena olahraga, tapi banyak digunakan untuk berburu. Berdasarkan catatan COP, sepanjang 2006 hingga 2019, terdapat 53 kasus penembakan orangutan dengan senapan angin. Angka sebenarnya, jauh lebih besar,” tegasnya.

Baca juga: SRAK Orangutan 2019-2029 Diluncurkan, Strategi Apa yang Diutamakan?

 

Musik untuk penyelamatan orangutan yang digelar untuk meningkatkan kepedulian masyarakat akan kehidupan orangutan. Foto: Indra Nugraha/Mongabay Indonesia

 

Pelepasliaran

Menutup perjalanan 2019, Borneo Orangutan Survival Foundation [BOSF] kembali melepasliarkan 11 individu orangutan ke Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya [TNBBBR], di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Satu betina dewasa bernama Suja beserta sepasang induk-anak bernama Warna dan Malee yang berhasil direpatriasi/dipulangkan dari Thailand ke Indonesia, ikut rombongan ini. Suja dipulangkan ke tanah air pada 2008 sementara Warna dan Malee tahun 2015.

Kegiatan ini merupakan rilis ke-19 di TNBBBR, Kabupaten Katingan, sejak 2016. Tercatat, sudah 163 individu orangutan hasil rehabilitasi yang dilepasliarkan di sini.

Jamartin Sihite, CEO Yayasan BOS dalam keterangan tertulisnya mengatakan, rehabilitasi intensif dan pelepasliaran merupakan jawaban untuk melestarikan orangutan dan habitatnya.

“Namun, dua situs pelepasliaran yang kami gunakan di Kalimantan Tengah, telah mendekati daya tampung maksimal. Hutan Lindung Bukit Batikap dan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya tidak cukup menampung semua orangutan yang masih direhabilitasi,” terangnya.

Untuk sementara, menurut Jamartin, pihaknya mengantisipasi persoalan ini dengan memanfaatkan seluruh tempat pelepasliaran. “Kami harus mencari hutan yang memenuhi persyaratan. Selain itu, penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan harus lebih tegas. Konservasi berhasil jika semua pihak berpartisipasi aktif,” tegasnya.

 

Melalui musik dan pameran foto, kampanye penyelamatan orangutan dapat dilakukan. Foto: Indra Nugraha/Mongabay Indonesia

 

Agung Nugroho, Kepala Balai TNBBBR Wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, menyatakan pihaknya menjamin kemananan seluruh orangutan hasil rehabilitasi yang dilepasliarkan di taman nasional ini.

“Kami mulai memanfaatkan wilayah di DAS Hiran untuk pelepasliaran, ini dimaksudkan menjaga persebaran orangutan yang dilepasliarkan di sana. Kami berharap, upaya ini membantu orangutan berkembang biak sekaligus menambah populasi. Berdasarkan pantauan, telah ada dua kelahiran alami di sana,” tegasnya.

 

 

Exit mobile version