Mongabay.co.id

Catatan Akhir Tahun : Pekerjaan Rumah Mengatur Wilayah Pesisir Indonesia

 

Tahun 2019 menjadi tahun bersejarah bagi Indonesia, khususnya untuk sektor kelautan dan perikanan. Pada tahun tersebut, pergantian kepemimpinan terjadi di tubuh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dari Susi Pudjiastuti kepada Edhy Prabowo. Di tahun tersebut, Indonesia juga menasbihkan dirinya sebagai negara yang fokus pada penerapan keberlanjutan di sektor tersebut.

Salah satu yang diupayakan, adalah dengan membuat regulasi di setiap provinsi melalui peraturan daerah rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (Perda RZWP3K). Hingga 9 Desember 2019, dari 34 provinsi yang ada, baru 23 provinsi yang sudah mengesahkan dan memberlakukan Perda RZWP3K.

baca : Perda RZWP3K, Dinanti untuk Ketertiban Pembangunan di Kawasan Pesisir

Ke-23 provinsi itu, adalah Sumatera Utara (Perda No.4/2019), Sumatera Barat (Perda No.2/2018), Jambi (Perda No.20/2019), Bengkulu (Perda No.5/2019), Lampung (Perda No.1/2018), Jawa Tengah (Perda No.13/2018), Jawa Timur (Perda No.1/2018), dan Jawa Barat (Perda No.5/2019).

Kemudian, DI Yogyakarta (Perda No.9/2018), Kalimantan Barat (Perda No.1/2019), Kalimantan Tengah (Perda No.1/2019), Kalimantan Utara (Perda No.4/2018), Kalimantan Selatan (Perda No.13/2018), Gorontalo (Perda No.4/2018), Sulawesi Utara (Perda No.1/2017), dan Sulawesi Tengah (Perda No.10/2017).

Lalu, ada juga Provinsi Sulawesi Tenggara (Perda No.9/2018), Sulawesi Barat (Perda No.6/2017), Sulawesi Selatan (Perda No.2/2019), Nusa Tenggara Barat (Perda No.12/2017), Nusa Tenggara Timur (Perda No.4/2017), Maluku (Perda No.1/2018), dan Maluku Utara (Perda No.6/2017).

Seluruh data yang dirilis resmi oleh Ditjen Pengelolaan Ruang Laut KKP itu, juga menjelaskan tentang alokasi ruang yang ada dalam Perda RZWP3K, yaitu mencakup alur laut, kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, dan kawasan strategis nasional tertentu. Semua peruntukan itu diatur secara resmi oleh Perda tersebut dan berlaku untuk semua.

baca juga : Bagaimana Membangun Kawasan Pesisir dan Masyarakat Pesisir dengan Bijak?

 

Sebuah kapal nelayan melintas di perairan Teluk Jakarta, Muara Angke, Jakarta Utara. Teluk Jakarta mengalami tekanan lingkungan yang tinggi, salah satunya karena proyek reklamasi. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Pengesahan 23 Perda di 23 provinsi tersebut berhasil dilaksanakan selama masa kepemimpinan Susi Pudjiastuti. Dia mendorong setiap provinsi untuk segera memiliki perda tersebut, karena untuk mengatur wilayah laut bisa lebih tertib dan aman.

Akan tetapi, Susi tidak bisa memenuhi janjinya untuk mendorong seluruh provinsi menyelesaikan pembuatan perda tersebut hingga akhir masa kepemimpinannya. Padahal, dia berkali-kali selalu mengatakan bahwa perda tersebut harus sudah selesai semua pada 2018 dan paling lambat pada 2019 sekarang.

Sekretaris Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi Agung Kuswandono mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia terus bekerja keras untuk bisa mendorong seluruh provinsi bisa menyelesaikan pembahasan racangan perda dan mengesahkannya menjadi perda.

“Upaya percepatan terus dilakukan, karena Pemerintah ingin penataan yang tertib di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil,” ungkapnya belum lama ini.

perlu dibaca : Ruang Hidup Masyarakat Pesisir Dirampas oleh Perda RZWP3K?

 

Terpadu

Menurut Agung, Perda RZWP3K penting untuk segera diselesaikan, karena bisa menyelesaikan persoalan peraturan yang banyak tumpang tindih di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Dengan Perda tersebut, peraturan akan bisa disederhanakan menjadi satu dan lebih memudahkan dalam proses penerbitan perizinan untuk segala kegiatan yang ada di kawasan pesisir.

Penerapan perizinan secara terpadu, diantaranya adalah imigrasi di Kementerian Hukum dan HAM, karantina di KKP, Kementerian Pertanian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kemudian di bawahnya ada koordinasi dengan pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

“Juga ada dengan kementerian/lembaga terkait lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), makanya itu yang bikin kita ruwet,” sebutnya.

Di sisi lain, upaya untuk mengatur wilayah laut juga terus bersinergi dengan upaya perluasan kawasan konservasi perairan yang juga dilaksanakan di seluruh provinsi. Hingga Desember 2019, luas kawasan konservasi perairan yang berhasil ditetapkan mencapai lebih dari 20 juta hektare.

Bagi KKP, luasan tersebut diharapkan akan terus bertambah lagi pada periode kepemimpinan Edhy Prabowo selama lima tahun mendatang. Terlebih, karena Indonesia sudah menasbihkan dirinya kepada dunia sebagai salah satu penjaga laut dunia. Penasbihan itu ditegaskan dua tahun terakhir, melalui gelaran Our Ocean Conference 2018 dan 2019 yang berlangsung di Bali (Indonesia) dan Oslo (Norwegia).

baca juga : Peraturan Zonasi Pesisir Hadir untuk Pinggirkan Masyarakat Pesisir

 

Kapal pengangkut pasir sedang menyemprotkan pasir untuk megaproyek reklamasi Gurindam 12 di Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Foto : F Jailani/Batampos

 

Sedangkan Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati mengatakan kehadiran Perda RZWP3K adalah mandat dari Undang-Undang No.1/2014 junto UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

“Tetapi, dalam kenyataannya, penyusunan Perda tidak melibatkan masyarakat pesisir sebagai tokoh utama. Bahkan, kalau pun ada peran, porsinya sangat tidak memadai,” ucapnya.

Minimnya keterlibatan masyarakat pesisir, juga ditegaskan Ketua Harian DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Marthin Hadiwinata. Menurutnya, penyusunan Perda RZWP3K di berbagai provinsi masih belum terbuka dan hanya melibatkan segelintir masyarakat pesisir saja.

“Juga, semakin diperkuat lagi, karena tidak ada tahapan konsultasi mulai dari desa/kelurahan yang di dalamnya ada pulau-pulau kecil, kecamatan, hingga kabupaten/kota,” tuturnya.

Tak cukup di situ, Marthin mengatakan, saat ini ada Perda RZWP3K yang sudah disahkan dan ternyata masih tumpang tindih dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) di provinsi yang bersangkutan. Kondisi itu cukup menyulitkan, karena kehadiran Perda RZWP3K dimaksudkan untuk memecahkan persoalan di kawasan pesisir, dan bukan sebaliknya.

Permasalahan seperti itu, diharapkan bisa dicarikan solusinya di masa kepemimpinan Edhy Prabowo sekarang. Namun, untuk bisa menyelesaikan persoalan yang ada, seperti halnya RZPW3K, maka diperlukan komitmen kuat dari menteri baru tersebut. Mengingat, di awal kepemimpinan, Edhy menghadapi pro dan kontra terkait kebijakan yang diambilnya.

menarik dibaca : Nasib Masyarakat Pesisir di Mata Negara

 

Siluet aktivitas warga nelayan disenja hari saat di bibir pantai Kondang Merak, Malang, Jatim. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Kontroversi

Salah satu yang menjadi kontroversi itu, tidak lain adalah rencana pengesahan ekspor benih lobster (BL) yang selama kepemimpinan Susi Pudjiastuti dilarang sama sekali. Rencana itu, menuai pro dan kontra, karena dinilai hanya akan melanggengkan eksploitasi BL hingga waktu tak terbatas.

Bagi Edhy, ekspor BL harus dibahas karena memang selama lima tahun terakhir penyelundupan masih terus berlangsung melalui berbagai pintu keluar Negara ini. Bahkan, Provinsi Nusa Tenggara Barat yang diketahui menjadi produsen besar untuk BL, menjadi penyumbang utama untuk aksi penyelundupan tersebut ke negara seperti Vietnam dan Singapura.

“Ada banyak orang yang menggantungkan hidupnya dari benih lobster. Harus dicarikan solusi untuk hal ini. Mengingat, selama ini penyelundupan masih marak dan Negara dirugikan besar,” tegas Edhy di Jakarta awal Desember 2019.

Dengan melegalkan benih lobster sebagai komoditas ekspor, Edhy berharap akan ada devisa buat Negara dari sektor perikanan. Harapan tersebut melambung tinggi, karena selama lima tahun terakhir, pemasukan devisa dari sektor perikanan masih sangat lemah.

baca : Demi Keberlanjutan di Alam, Benih Lobster Fokus untuk Dibudidayakan

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melepasliarkan benih lobster sebanyak 174.000 ekor hasil sitaan dari Lampung, di Perairan Pulau Nusa Penida dan Kawasan Nusa Dua, Bali, pada Sabtu (13/7/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Program Jokowi

Itu kenapa, saat Presiden melantik Edhy Prabowo sebagai Menteri KP, Jokowi berpesan agar pada periode kepemimpinan Edhy akan ada inovasi dan gebrakan baru untuk mengembangkan sektor kelautan dan perikanan. Terutama, untuk menggenjot eskpor dari sektor tersebut yang masih lemah dibandingkan sektor lain.

Tanpa ragu, Joko Widodo meminta Edhy Prabowo untuk fokus pada dua hal, yaitu pengembangan sub sektor perikanan budi daya dan memperbaiki komunikasi dengan masyarakat perikanan. Kedua tugas tersebut diberikan kepada Edhy, karena Presiden paham bahwa selama lima tahun terakhir ada masalah yang belum bisa diselesaikan dari kedua hal itu.

Edhy Prabowo sendiri kepada media pada awal Desember 2019 berjanji akan menjalankan apa yang menjadi perintah dari Presiden. Dia akan fokus pada pengembangan perikanan budi daya dan memperbaiki komunikasi dengan masyarakat perikanan dari Sabang sampai Merauke.

perlu dibaca : Diminta Presiden Fokuskan Perikanan Budi daya, Begini Tantangan yang Dihadapi Menteri KP

Pada 2020 mendatang, Edhy menyebut kalau instansi yang dipimpinnya menargetkan bisa mencapai pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) perikanan hingga 7,9 persen. Upaya itu diharapkan bisa berjalan beriringan dengan peningkatan produksi perikanan hingga 26,46 juta ton, dan produksi garam nasional hingga 3 juta ton.

Kemudian, KKP juga ditargetkan bisa menaikkan nilai ekspor hasil perikanan sampai USD6,17 miliar, konsumsi ikan sampai 56,39 kilogram/kapita/tahun, nilai tukar nelayan (NTN) menjadi 115, dan memperluas kawasan konservasi perairan menjadi 23,40 juta hektare.

“Saya akan fokus di kawasan pesisir, laut, dan perairan umum seperti sungai, danau, rawa, dan waduk. Pengembangan untuk perairan umum harus dilakukan, karena tidak semua daerah memiliki laut atau pantai,” jelasnya.

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (dua dari kiri) saat mengunjungi Pelabuhan Perikanan (PP) Muara Angke di Jakarta Utara, Senin (28/10/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version