Mongabay.co.id

Meracik Strategi Atasi Banjir Ala “Total Football”

 

Membuka tahun baru 2020 dengan kejadian banjir besar di kawasan metropolitan Jabodetabekpunjur (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Puncak-Cianjur) seperti sebuah kecolongan besar yang tidak menyenangkan karena hampir setiap tahun pada periode Desember-Januari-Februari, curah hujan sebenarnya selalu diprediksi tinggi. Pencatatan Stasiun Meteorologi Halim pada Selasa (31/12/201) – Rabu (01/01/2020) menunjukkan angka 377 mm di luar prediksi dan sangat ekstrim dibandingkan periode 50 maupun 100 tahunan.

Sebagai delta city tempat bermuaranya 13 sungai, dengan elevasi pantai di bawah permukaan laut serta sebagian wilayahnya adalah tanah rawa, Jakarta akan selalu mengalami peristiwa banjir. Upaya kanalisasi dan polderisasi sudah dilakukan untuk mengurangi jumlah kejadian, waktu banjir, dan dampak banjir.

Sejak 10 tahun lalu, program Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI) senilai USD190 miliar melalui proyek pengerukan sungai, turap sungai, pembangunan kolam retensi, kanal banjir, serta perbaikan pompa diluncurkan dengan target mengurangai daerah banjir dan periode genangan. Beberapa tahun terakhir, manfaat program tersebut sudah dirasakan kelompok warga. Namun untuk membebaskan Jakarta dari banjir tampaknya sulit terwujud, apalagi dengan skenario kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim, ditambah dengan laju penurunan muka tanah yang tidak berhenti, banjir sepertinya akan tetap datang secara periodik.

baca : Pentingnya Sinergi Antar Daerah untuk Hentikan Bencana Banjir Jakarta

 

Luapan air yang sangat deras di Bendung Katulampa, Bogor pada Rabu (1/1/2020) sore. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Akumulasi kenaikan muka air laut 9 mm/tahun (Manurung, 2010) dan penurunan muka tanah dalam rentang 15-25 cm per tahun berdasarkan periode 2007-2008 (Abidin, 2014) adalah situasi ekstrim yang harus segera ditangani selain curah hujan ekstrim. Faktor lain adalah cepatnya laju perubahan penggunaan lahan dari non-terbangun menjadi permukiman. Hasil penelitian Kurnianti (2015) menunjukkan persentase luas permukiman di wilayah Jabodetabekpunjur tahun 1992 hanya sekitar 13,3%, sedangkan 2012 sudah menjadi 29,5% dari total luas wilayahnya.

Hal yang mengkhawatirkan dari kejadian banjir awal 2020 ini adalah meluasnya daerah yang terkena banjir, tidak hanya pada daerah langganan banjir di Jakarta, tetapi menjalar ke Bekasi, Tangerang, dan Tangerang Selatan. Curah hujan ekstrim dinilai sebagai penyebab utama, termasuk belum selesainya normalisasi sungai dan berfungsinya pompa secara optimal. Padahal curah hujan yang tertinggi diprediksi baru terjadi pada akhir Januari sampai awal Februari. Lalu bagaimana menyiapkan kota agar mampu menghadapi ‘serangan’ hujan ekstrim tersebut?

Dengan menggunakan analogi permainan sepak bola, pengendalian banjir kota juga membutuhkan kerja sama antar lini. Lini terdepan yang mengandalkan tanggul laut dan polderisasi dengan stasiun pompa harus didukung dengan lini tengah yang harus mampu melancarkan debit air melalui kanalisasi, pengerukan sungai, normalisasi dan naturalisasi sungai, sistem drainase dari jaringan perumahan sampai ke drainase utama, serta perlindungan setu-setu alamiah yang menjadi tempat parkir air. Tetapi supply air tidak akan lancar apabila di lini pertahanan ‘terbuka’ karena konversi guna lahan yang masif dan tidak ada bendungan yang menahan air hujan besar.

Oleh karena itu, dibutuhkan suatu ‘game plan’ yang menjadi platform komunikasi antar lini. Para kepala daerah harus mampu memahami posisi wilayahnya dan menekan egonya untuk maju sendirian. Harus mampu mendisiplinkan wilayahnya untuk mengikuti gameplan tersebut dan harus saling membantu apabila ada yang keteteran menjalankannya.

Mencermati serangan hujan ekstrim tersebut, maka diperlukan suatu game plan yang lebih proaktif. Total football adalah strategi sepak bola menyerang yang membutuhkan kemampuan adaptasi para pemain untuk saling mengisi kekosongan ketika menyerang. Strategi sepakbola racikan pelatih Rinus Michel ini mengharuskan semua pemainnya harus bisa berperan di semua lini. Pemain lini depan juga harus bisa bertahan dan lini belakang juga harus bisa membantu menyerang. Komunikasi antar lini menjadi kunci keberhasilan.

Dalam konteks Jabodetabekpunjur, setiap daerah ketika membangun ekonomi wilayahnya juga harus disiplin menjaga kemampuan resapan dan/atau tangkapan air hujan. Contohnya, Jakarta sebagai lini depan harus juga ikut meningkatkan kemampuan resapannya, sebagaimana itu diperankan oleh Bogor. Dan sebagai lini pertahanan, maka Bogor dan Cibinong harus juga mampu mengendalikan ukuran kotanya (urban size), mengendalikan konversi lahan terbuka menjadi lahan terbangun melalui penegakan peraturan zonasi yang tegas. Eksternalitas dari pengetatan peruntukan tersebut harus dikompensasi oleh Jakarta yang berada daerah hilir. Otonomi daerah seharusnya bukan menjadi penghalang untuk mewujudkan risk sharing antar daerah hulu dan hilir.

baca juga : BMKG: Perubahan Iklim Picu Cuaca Ekstrem

 

Sungai ciliwung di Sukasari, Bogor yang meluap pada Rabu sore (1/1/2020). Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Sinergi Game Plan

Apabila dilihat kondisi saat ini, Jakarta hanya mampu menyerap air melalui RTH yang kurang dari 10 % dari total wilayahnya, sementara Kota Bogor hanya sekitar 15% dan Depok sekitar 20% dari wilayahnya masing-masing. Bagaimana meningkatkan kemampuan penyerapan air ini dapat dikerjasamakan antar pemda dan menjadi tanggung jawab bersama misalnya melalui sharing RTH. DKI dapat mengakuisisi lahan di Depok untuk peruntukan RTH dan membayar PBB atas luasan tersebut kepada Pemerintah Kota Depok. Dengan pemodelan infrastruktur hijau, dapat diketahui luasan dan lokasi yang ideal untuk peruntukan RTH.

Contoh lain adalah memahami posisi hidrologis masing-masing kota dalam DAS Ciliwung. Terletak di mid- stream dan up-stream, Perkotaan Depok, Cibinong, dan Bogor seharusnya dirancang bukan untuk dikembangkan sebagai kota industri dan perdagangan dengan skala metropolitan (1 juta penduduk), tetapi sebagai kota peristirahatan (dormitory town) dengan ukuran kota kecil-sedang (50-250 ribu penduduk).

Otonomi Daerah bukan berarti kesempatan untuk mengembangkan kota sebesar-besarnya, tetapi justru meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan budaya berkota walaupun ukuran kotanya kecil. Kerja sama dalam hal redistribusi kegiatan yang dapat menarik penduduk untuk bekerja dan bermukim melalui skema perumahan ini seharusnya dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah bersama dengan para pengembang properti swasta.

Kerangka regulasi melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.28/2018 tentang Kerjasama Daerah sebenarnya memungkinkan hal itu terjadi. Namun positioning untuk memulai kerja sama sering menjadi kendala, sehingga Pemerintah Pusat harus proaktif untuk menawarkan rancangan game plan agar pemprov DKI Jakarta-Jawa Barat-Banten dan pemda didalam wilayah mereka bisa memulai kerja sama tersebut. Bukan hanya pengendalian banjir, tetapi juga persoalan tata ruang kawasan.

Saat ini, game plan yang tersedia adalah revisi Perpres No.54/2008 tentang Rencana Tata Ruang Jabodetabekpunjur. Perpres ini yang seharusnya memberikan panduan bagaimana kerja sama itu dibangun karena Pemerintah Pusat sudah merencanakan fungsi dan peran masing-masing daerah beserta dengan jaringan prasarana dan sarana dasar pendukungnya, beserta kebijakan insentif dan disinsentifnya.

Dalam draft revisi versi 2018, game plan untuk pengendalian banjir diuraikan melalui konsep pengembangan sistem prasarana serta penerapan dan pemantapan program-program pengendalian banjir di Kawasan Jabodetabek-Punjur secara komprehensif. Strategi yang diusulkan adalah mengatur pengembangan kawasan budidaya dalam pola ruang hulu-tengah-hilir-pesisir, menetapkan aturan ketat terhadap pembangunan di sepanjang DAS, meningkatkan fungsi situ dan waduk, mengendalikan banjir dengan metode sodetan sungai, dan mengendalikan debit air sungai dan peningkatan kapasitas sungai. Termasuk juga arahan mitigasi banjir dan peraturan zonasinya, seperti penghijauan, pendirian bangunan tanggul, drainase, pintu air, sumur resapan dan lubang biopori, serta penentuan lokasi dan jalur evakuasi bencana.

Kebijakan insentif/disentif juga memberikan peluang untuk pemberian kompensasi dari Pemda penerima manfaat kepada Pemda pemberi manfaat atas manfaat yang diterima, maupun kompensasi dalam hal pemberian penyediaan prasarana dan sarana. Insentif kepada masyarakat juga dimungkinkan melalui pemberian keringanan pajak, pemberian kompensasi, pengurangan retribusi, imbalan, sewa ruang, urun saham, penyediaan prasarana dan sarana, dan/atau kemudahan perizinan.

baca juga : Ruang Terbuka Biru Jabodetabek Memprihatinkan, Mengapa?

 

Penataan bangunan hijau dalam tata kota Jakarta, masih jauh panggang dari api saat ini. Foto: Aji Wihardandi/Mongabay Indonesia

 

Strategi Total Football

Dengan panduan tersebut, sebagai contoh, pemerintah daerah dapat memulai kegiatan penataan ulang peruntukan sempadan sungai. Teknik konsolidasi lahan perkotaan bagi kawasan yang terdampak banjir secara terus menerus sangat memungkinkan untuk diterapkan dengan skema insentif di atas. Suka tidak suka, mau tidak mau, memang harus segera dilakukan program dietary (pembatasan) secara total. Diet bukan berarti tidak membangun, tetapi membangun kota yang lebih sensitif dengan sistem air.

Pertama, totalitas dalam membangun tanggul pantai dan polder dengan pompa merupakan senjata paling ampuh untuk melawan ancaman banjir rob, kombinasi dengan penanaman hutan mangrove dan penghentian pengambilan air tanah yang diikuti dengan pipanisasi air bersih akan semakin menguatkan lini depan Jakarta.

Kedua, totalitas dalam pengerukan sungai, penguatan pinggiran sungai melalui normalisasi maupun naturalisasi, penataan ulang permukiman di kawasan sempadan sungai (flood plain zone) akan meningkatkan kinerja pengendalian banjir di lini tengah. Termasuk perbaikan konektifitas drainase permukiman ke drainase utama kota.

Ketiga, totalitas dalam pengendalian konversi guna lahan dan pembesaran kota, pembangunan bendungan Sukamahi dan Ciawi, serta penghijauan kembali kawasan yang sudah gundul akan memperkuat daya tahan metropolitan Jabodetabek.

Oleh karena itu, penting untuk memastikan agar strategi total football tersebut sudah dimasukkan ke dalam revisi Perpres 54/2008. Rancangan Pepres ini harus dimiliki bersama (ownership) oleh ketiga pemerintah provinsi dan tiga pemerintah kabupaten dan lima pemerintah kota di wilayahnya, untuk selanjutnya ditindaklanjuti melalui Perda tata ruang masing-masing, pemograman, penganggaran, dan pembiayaan yang inovatif, serta evaluasi pelaksanaannya. Hanya dengan game plan yang sama, skema total football untuk melawan ancaman dari hujan ekstrim sekalipun bisa terlaksana dengan baik.

***

*Hendricus Andy Simarmata, PhD, IAP, Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana Wilayah dan Kota (IAP) dan Urban Reader pada Thamrin School of Sustainability and Climate Change (TS).

Exit mobile version