Mongabay.co.id

Perdagangan Koral dan Karang Hias Kembali Dibuka, Jangan Ada Dusta di Antara Kita

Pemandangan dari bawah perairan Desa Jemeluk, Karang asem, Bali. Foto : Wisuda

 

Pemerintah secara resmi membuka kembali perdagangan koral dan karang hias setelah ditutup pada 2018. Para pihak diminta transparan agar tak ada dusta di antara kita.

Kalimat, “Jangan ada dusta di antara kita,” diucapkan beberapa kali oleh sejumlah pihak dalam acara sosialisasi prosedur penerbitan Surat Keterangan Ketelusuran (SKK) Pengangkutan Koral/Karang Hias oleh Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Senin (13/01/2020).

Sejak 8 Januari 2020 Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan memorandum pada seluruh UPT terkait untuk menerbitkan SKK atau traceability. Salah satu solusi untuk menjembatani apa yang dikeluhkan selama 20 bulan sejak penutupan koral pada 2018.

Belasan eksportir atau pelaku perdagangan koral dan karang hias dari Bali dan Banyuwangi hadir untuk mendiskusikan SKK ini. Juga dihadiri Dirjen Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) KKP.

“Perdagangan karang hias resmi dibuka. Kita perbaiki dengan perdagangan yang baik, secara teknis, metodelogis, pelaporan transaksi dan keuangan agar tak terjadi kecurangan perdagangan (fraud). Kami dipantau dari lembaga antikorupsi dan perdagangan,” papar Permana Yudiarso, Kepala BPSPL Denpasar.

baca : Terungkap Permasalahan Perdagangan Ikan Hias dan Karang di Bali. Apa itu?

 

Seorang penyelam di bawah perairan Desa Jemeluk, Karang asem, Bali. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Ia mengajak seluruh pihak untuk memperbaiki komitmen mulai dari nol, bersihkan, dan wujudkan dengan semangat baru. Lalu bagaimana sebaiknya perdagangan karang yang berkelanjutan? Ada hak dan tanggungjawab.

Regulasi yang mengatur di antaranya UU No.31/2004 jo UU No.45/2009 tentang Perikanan. Sejak 2007, KKP menerbitkan sejumlah regulasi, terakhir Permen KP No.61/2018 tentang Pemanfaatan jenis ikan yang dilindungi dan atau ikan yang tercantum dalam Appendiks CITES. Ada enam hal yang diatur seperti perdagangan, akuaria, dan lainnya.

SKK ini sebagai syarat penerbitan Surat Kesehatan Ikan (HC) oleh UPT Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Pengawasan Hasil Perikanan (KIPM-BKIPM) KKP. SKK hanya diberikan pada perusahaan dan jenis koral hias hasil transplantasi mengacu Berita Acara Pemeriksaa (BAP) stock opname 5-10 Desember oleh KKP, KLHK, LIPI, ICRWG. Layanan SKK hanya dilakukan di 4 provinsi, Banten, DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Bali. Menghabiskan stock dulu termasuk yang diambil di alam sesuai kuota tiap perusahaan.

SKK hanya diberikan pada perusahaan yang terverifikasi yakni 31 perusahaan di 4 provinsi. Tahapannya dimulai dari pengajuan SKK untuk jenis koral/karang hias. Kemudian BPSPL atau UPT menugaskan tim verifikasi melakukan pemeriksaan dokumen permohonan dan pemeriksaan lapang.

baca juga : Kenapa Penyelundupan Koral di Bali Marak Terjadi?

Tim verifikasi melakukan pemeriksaan dan menerbitkan BAP koral/karang hias. Setelah itu SKK dikeluarkan. Persoalan waktu proses administrasi ini menjadi bahan diskusi, karena perusahaan berharap tidak terlalu lama agar komoditas yang akan diekspor tak rusak.

“Silakan dimohonkan segera jika hendak memperdagangkan, bisa online. Biayanya gratis, jika ada yang pungut mohon laporkan,” ingat Permana Yudiarso. Dokumen pendukung berisi jenis, volume, jumlah kemasan, rencana tanggal pengiriman, perusahaan pengirim, negara tujuam, pelabuhan/bandara tujuan, dan perusahaan penerima. Perusahaan penerima, pelabuhan, dokumen laporan, dan lainnya. Jalur perdagangan karang ini akan diprioritaskan, dan pengusaha diminta tidak menggabung komoditas berbaga jenis untuk memudahkan verifikasi, tidak ada penolakan, dan mencegah sanksi seperti black list.

Ekspor karang terbanyak dari Indonesia, sekitar 60% tujuannya ke Amerika, karena itu alamat penerima harus jelas agar mudah ditelusuri. Pimpinan BKIPM Denpasar, Nyoman Suardana juga mengingatkan dokumen pengiriman harus sesuai dengan barang. Kalau ekspor langsung lewat Banyuwangi, lewat UPT di sana.

Sedangkan  stok opname karang hias untuk wilayah Jatim-Bali, sebanyak 150.000 indukan karang dan 268.000 anakan karang. Jumlah tersebut merupakan hasil stok opname karang hias hasil transplantasi yang dilakukan oleh Tim Gabungan terdiri dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (BPSPL Denpasar, BKIPM Surabaya I Wilker  Banyuwangi, BKIPM Denpasar, Pangkalan PSDKP Benoa dan Satwas PSDKP   Banyuwangi, BRSDM KP), BBSDA Jatim Resort Seksi Wilayah Banyuwangi, BKSDA Bali, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, dan Indonesia Coral Reef Working Group (ICRWG)

perlu dibaca : Kenapa Masih Ada Perdagangan Koral Hias di Indonesia?

 

Terumbu karang Desa Les, Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Indra Wijaya, salah seorang eksportir dan pengurus Asosiasi Koral, Kerang dan Ikan Hias Indonesia (AKKII) meminta penyederhanaan birokrasi, misalnya mengurangi waktu pemeriksaan maksimal 3 hari mencegah karang sakit atau rusak. Menurutnya karang penting bagi ekosistem seperti ikan dan perlu ada kesepakatan lintas asosiasi dalam rantai perdagangan karang hias.

Sementara Andreas dari UD Surya Mandiri menyebut usaha keberlanjutan seperti menanam kembali perlu dikampanyekan. Ia mengaku perusahaannya mempraktikkan hal ini.

Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL), Andi Rusandi menyampaikan penerbitan SKK dan pembukaan kembali perdagangan dimaksudkan untuk bantu nelayan meningkatkan penghasilannya dari kolaborasi perdagangan koral/karang hias. “Karena sebelumnya kurang berpihak. Pengambilan karang ada yang merusak,” ujarnya.

KKP kerepotan saat pertamuan internasional, ketika Indonesia dipertanyakan komitmennya menjaga tak hanya laut juga hutannya. Andi mengatakan karena Indonesia diharapkan sebagai salah satu sumber oksigen dunia.

baca juga : Penyelundupan 1300-an Koral Digagalkan di Lombok

 

Kegiatan pemantauan kesehatan terumbu karang di Bali. Foto : Reef Check Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Penyelundupan karang hias

Mongabay Indonesia beberapa kali menulis tantangan perdagangan karang hias serta kasus penyelundupannya di Bali dan Lombok.

Dalam sebuah diskusi terfokus disepakati sejumlah hal untuk keberlanjutan. Pertama, konservasi bertujuan untuk melindungi jenis ikan, mempertahankan keanekaragaman jenisnya, memelihara keseimbangan, kemantapan ekosistemnya serta memanfaatkan sumberdaya secara berkelanjutan. Kedua, pemerintah dan stakeholder berkomitmen menekan perdagangan ilegal karang hias sehingga perlu dikelola dengan menerapkan prinsip kehatihatian yang mendukung aspek ketelusuran (traceability), peraturan/perizinan (legality) dan keberlanjutan (sustainability).

Ketiga, para pelaku usaha pemanfaat karang berkomitmen dalam rehabilitasi/restoking karang di alam sebanyak 10% dari stok kepemilikan karangnya. Keempat, BPSPL Denpasar mengkoordinasikan penentuan lokasi untuk pelaksanaan restoking di alam bekerjasama dengan Asosiasi Koral, Kerang dan Ikan Hias Indonesia (AKKII).

Kelima, monitoring dan pengawasan bersama secara periodik akan dilakukan oleh instansi yang membidangi yaitu Kepolisian Perairan, Pangkalan PSDKP Benoa, dan BKSDA Bali. Keenam, para pelaku usaha karang hias menyepakati penggunaan sarana transportasi yang legal dari perusahaan yang bersangkutan, pengemudi dan kendaraan terdaftar dalam dokumen perjalanan.

Ketujuh, para pelaku usaha sepakat untuk tidak bekerjasama dengan pelaku usaha yang tidak memiliki ijin pemanfaatan karang hias. Termasuk bekerjasama untuk melaporkan apabila terdapat indikasi pemanfaatan illegal karang hias kepada BKSDA Bali. Terakhir, diperlukan bimbingan teknis tentang pengenalan jenis-jenis karang kepada stakeholder yang berkaitan dengan pemanfaatan karang hias oleh LIPI dan didukung oleh AKKI.

Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu (BKIPM) dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Denpasar memaparkan selama 2016 ada 8 kejadian penyelundupan koral hias dengan barang bukti sebanyak 3843 pcs. Kasus dengan jumlah terbanyak yakni pengiriman tanpa dilengkapi dokumen tujuan Denpasar dari Makassar sebanyak 880 pcs dan tujuan Banyuwangi dari Sumbawa sebanyak 800 pcs. Sementara pada 2017 juga ada cukup banyak kasus dengan ribuan unit koral barang bukti. Demikian juga oleh BKIPM Mataram, pada 2017 saja sudah ada lebih 10 kali penggagalan koral.

Denpasar jadi tujuan untuk ekspor melalui 3 pintu pelabuhan dan penyeberangan laut. Biasanya barang bukti dilepasliarkan di Sekotong.

 

 

Seorang penyelam sedang mengamati terumbu karang buatan yang ditanam di perairan Nusa Dua, Bali. Terumbu karang buatan ditanam sebagai usaha restorasi kawasan perairan Nusa Dua yang rusak karena penambangan terumbu karang. Foto : Nusa Dua Reef Foundation (NDRF)/Mongabay Indonesia

 

Karang hias yang diambil dari alam berdasarkan kuota yang ditetapkan oleh Management Authority (MA) atas rekomendasi dari Scientific Authority (SA). Karang hias dimanfaatkan sebagai biota akuarium laut untuk tujuan ekspor melalui mekanisme pemanfaatan dari nelayan pengambil dan pengumpul (supplier).

Sementara karang hias hasil transplantasi adalah hasil propagasi dan atau pemecahan jenis karang tertentu yang diekspor berdasarkan rencana produksi yang ditetapkan oleh Management Authority dengan riwayat indukan dan anakan yang dapat dipertanggungjawabkan. Pelaku pemanfaat diantaranya nelayan, yang mengambil karang hias atau ikan hias laut berdasarkan kuota atas izin yang diberikan oleh pemerintah.

Ada pengumpul yakni badan usaha yang mendapatkan izin dari pemerintah setempat untuk mengumpulkan hasil pengambilan dari nelayan (khusus karang hias). Izin kumpul diberikan kepada yang telah memiliki Izin Edar dalam negeri.

Berikutnya propagator/transplator adalah badan usaha yang telah memiliki izin untuk melakukan transplantasi karang hias. Biasanya dilakukan oleh eksportir atau pelaku usaha yang bermitra dengan eksportir.

AKKI yang beranggotakan sekitar 55 pelaku usaha di Indonesia, memiliki izin penangkapan alam 48 dan 7 murni transplantasi. Dominan berlokasi di Bali, Jawa Barat, dan Banyuwangi karena penerbangan lengkap ada di bandara Bali dan Soekarno Hatta.

Menurut Indra dari AKKI ketika diskusi terfokus saat itu, tantangan pelaku usaha Indonesia adalah bersaing kualitas dengan kompetitornya seperti Australia, negara-negara Pasifik seperti Palau, Vanuatu, Fiji. Selain itu, kurangnya pengetahuan identifikasi terutama petugas lapangan, menyebabkan penyelundupan marak, dan perlu sinergi pusat dan daerah agar usaha pasti. Regulasi disebutnya masih tumpang tindih kewenangan.

***

Keterangan foto utama : Pemandangan dari bawah perairan Desa Jemeluk, Karang asem, Bali. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version