Mongabay.co.id

Samarinda Banjir Lagi, Agenda Tahunan?

 

 

Hujan turun hanya dua jam, Samarinda langsung banjir, Sabtu [11/1/2020]. Hingga Minggu [19/1/2020], banjir masih melanda meski mulai surut di sejumlah wilayah. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah [BPBD] Kota Samarinda, selama sepekan, jumlah korban terdampak bencana di Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur ini mencapai 18 ribu jiwa.

Sekretaris BPBD Kota Samarinda, Hendra AH, mengatakan, tinggi permukaan air di Kota Samarinda mencapai 90 cm sehingga Pemkot Samarinda menetapkan status siaga banjir. Senin [20/1/2020], banjir hanya menggenangi daerah Bengkuring, status siaga dicabut.

“Saat ini berangsur surut, aktivitas warga yang kemarin lumpuh mulai lancar,” jelasnya, Senin [20/1/2020].

Baca: Banjir Rendam Samarinda, Rusaknya Lingkungan Jadi Sorotan

 

Banjir yang merendam Kota Samarinda terjadi setiap tahun. Tampak Jl. Lambung Mangkurat yang terendam. Foto: Istimewa/Mongabay Indonesia

 

BPBD Kota Samarinda mencatat, banjir menerjang lima kecamatan, yakni Samarinda Utara, Sambutan, Sungai Pinang, Palaran, dan Samarinda Ulu. Sedikitnya, 8 RT yang tersebar di tiga Kelurahan yakni Gunung Linggai [5 RT], Lempake [1 RT], dan Sempaja Timur [2 RT], yang parah. Pantauan Mongabay di lapangan, sebagian warga mulai beraktivitas membersihkan rumah mereka.

Dijelaskan Hendra, banjir di Kota Samarinda dipengaruhi beberapa faktor. Utamanya adalah daerah resapan yang makin sempit, kondisi drainase dipenuhi sampah, curah hujan tinggi, serta perilaku masyarakat yang buang sampah sembarangan.

“Kita lihat saat ini, Sungai Karang Mumus sudah menyempit. Banyak sampah dan tanah resapan tidak berfungsi karena berubah jadi permukiman. Selain itu, Sungai Mahakam yang mulai dangkal, memungkinkan hujan tiga jam mengakibatkan banjir,” sebutnya.

Baca: Sulitnya Mencari Hutan Kota di Samarinda

 

Banjir yang merendam Samarinda ini berdampak pada 18 ribu jiwa. Foto: Istimewa/Mongabay Indonesia

 

Menurut Hendra, ada tiga cara untuk mengurangi intensitas banjir. Pertama, normalisasi Sungai Karang Mumus, terutama di Gang Nibung dan Gunung Lingai. “Sungai ini merupakan parit alam, sebaiknya bantaran sungai dijaga kebersihannya.”

Kedua, pelebaran, pembersihan, dan penggalian Waduk Benanga. “Dulu, luasnya 387 hektar, kini hanya 20 hektar. Itu juga dikurung enceng gondok dan terjadi sedimentasi.”

Ketiga, pengelolaan drainase dan kesadaran masyarakat terhadap sampah. “Masyarakat Kota Samarinda harus sadar sampah, tidak buang ke parit. Kalau tiga faktor itu berjalan, perlahan Samarinda terbebas banjir,” ujarnya.

Berdasarkan laporan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang [PUPR] Samarinda, saat ini hampir 45 persen anak sungai di Samarinda hilang, berganti permukiman penduduk.

Baca: Fokus Liputan: Bencana Tambang di Samarinda

 

Sepekan dilanda banjir, Jl. Lambung Mangkurat, Samarinda, tergenang air hingga mencapai 60 cm. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Banjir Samarinda, salah siapa?

Saat banjir melanda, Wali Kota Samarinda, Syaharie Jaang, tidak ada di tempat. Hal ini membuat salah satu anggota Komisi III DPRD, menggaungkan isu hak interplasi guna mencari jawaban kenapa Samarinda selalu banjir.

Anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda, Anhar SK menilai, banjir yang mengepung Samarinda sepekan ini, sebagai dampak akumulasi kebijakan pembangunan kota. Samarinda merupakan wilayah dengan topografi dataran rendah yang dilintasi sungai. “Saya siap menggunakan hak interpelasi untuk meminta pertanggungjawaban Wali Kota Samarinda terhadap penanganan banjir,” jelasnya.

Andi Ardian, warga Kota Samarinda yang terdampak mengatakan, banjir sudah seperti aktivitas. Hujan dua jam, banjir menghampiri. Evakuasi warga dan pembagian nasi bungus adalah agenda rutin tahunan.

“Tidak pernah berubah. Mau tahun berapapun, banjirnya sama. Kami sudah protes tapi sampai sekarang belum ada perubahan,” ujarnya.

Menurut Andi, selama banjir, banyak bakal calon kepala daerah yang datang memberi bantuan. Seperti yang sudah, isu banjir selalu digaungkan, tapi Samarinda begini-begini juga.

“Kami butuh pemimpin yang bisa menjaga Kota samarinda dan mengurai masalah banjir. Bukan mereka yang datang cari perhatian, saat pilkada mendekat,” terangnya.

Baca juga: Catatan Akhir Tahun: Lahan Konsesi di Sekitar Ibu Kota Baru Indonesia [Bagian 1]

 

Banjir yang merendam Samarinda terjadi akibat rusaknya lingkungan. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Dominasi tambang batubara

Petugas BPBD Provinsi Kalimantan Timur, Muriono, mengatakan, Kota Samarinda dikepung tambang batubara. Galian-galian tambang tersisa, memperburuk kota yang berada di dataran rendah.

“Penyebab banjir yang utama adalah tambang batubara. Banyak galian tambang tidak dijaga, bahkan dibiarkan. Hasilnya, lingkungan hancur karena ekologi terganggu, tidak diperbaiki,” jelasnya.

Dinamisator Jatam kaltim, Pradarma Rupang mengatakan, Samarinda tidak ubahnya kota yang dijarah habis-habisan lalu ditinggal begitu saja. “Lagu lama yang terus diputar. Masalah banjir dari dulu, sudah disebutkan penyebabnya, tapi tidak ada upaya perbaikan dari Pemkot Samarinda,” ujarnya.

Jatam mencatat, sekitar lebih 10 perusahaan pertambangan berada di kawasan hulu Samarinda. Parahnya, rata-rata perusahaan tersebut belum menunaikan kewajiban reklamasi konsesi pasca-eksplorasi.

“Samarinda adalah daerah yang menampung banjir dari beberapa daerah, Kutai Kartanegara, misalnya. Aliran air dari konsesi tambang ilegal maupun legal di sekitar perbatasan Samarinda akan bermuara ke Samarinda,” jelasnya.

Meski Samarinda memiliki Bendungan Benanga yang disiapkan untuk menampung air, daya dukungnya tidak memadai. Alasannya, terjadi pendangkalan [sedimentasi] akibat lumpur tambang yang mengalir saat hujan. Demikian juga Sungai Karang Mumus yang mengalami pendangkalan akut akibat batubara.

“Samarinda sudah tidak memiliki kawasan resapan air. Daya dukung Waduk Benanga dan Sungai Karang Mumus yang diharapkan menampung air tidak berfungsi baik. Ditambah masalah batubara, pengupasan lahan di perbatasan Kutai Kartanegara dan Samarinda seperti di Bangun Rejo-Tenggarong Seberang, mempercepat datangnya bencana,” pungkasnya.

 

 

Exit mobile version