Mongabay.co.id

Pencapaian Asuransi Nelayan di Lamongan masih Belum Maksimal

 

Ratusan perahu nelayan tampak berjejer rapi di pantai utara Desa Paciran, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Siang itu, angin laut bertiup kencang. Dari kejauhan seorang lelaki terlihat berjalan kaki menghampiri perahu yang memiliki panjang antara 9-10 meter itu. Warga sekitar menyebutnya dengan sebutan perahu jaten atau pincukan.

Suasana di pesisir utara pulau Jawa terasa gerah. Sehingga banyak nelayan sekitar tidak memakai baju. Disudut berbeda, nelayan yang sama berjalan kaki membawa alat tangkap untuk berangkat melaut. Sebagian lagi duduk di teras rumah yang jaraknya hanya sepelemparan batu menghadap ke laut.

“Sekarang ini lagi musim baratan (musim angin besar), meskipun dengan kondisi begini nelayan disini masih banyak yang berangkat melaut,” ujar Ainur Rohman, nelayan setempat yang ditemui Senin (27/01/2020). Dia menjelaskan, para nelayan biasa mencari rajungan (Portunidae) dan cumi-cumi (Teuthida). Selain itu juga menjaring ikan.

Jarak tempuhnya berbeda-beda, saat menjaring ikan jaraknya antara 3-4 mil. Sementara saat memasang wuwu jaraknya bisa sampai 50 mil. Wuwu merupakan alat tangkap untuk menjaring rajungan, terbuat dari besi dan jaring berbentuk kotak.

Dengan menggunakan perahu tradisional itu nelayan setempat berangkat melaut mulai jam 01:00 WIB dini hari. Sekarang ini menurut dia mencari ikan semakin jauh. Karena ikan yang dekat dengan daratan sudah mulai berkurang.

baca : Asuransi, Cara Mitigasi Kerugian Bencana untuk Budi daya Perikanan

 

Perahu dibawah 10 GT milik nelayan yang terparkir di di Desa Paciran, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jatim, sebelum digunakan untuk mencari ikan, rajungan dan cumi-cumi. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Nuraini (50) nelayan tradisional saat mengisi solar sebelum berangkat melaut di Desa Paciran, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Dari 547 nelayan baru 70 persen yang mendaftar asuransi nelayan. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Penuh Resiko

Bekerja sebagai nelayan seperti Ainur menjadi pertaruhan setiap hari. Laut Jawa pada musim tertentu kadang juga berpotensi membahayakan. Hal itu terjadi saat musim angin kencang, musim ini merupakan musim angin dari barat. Dalam istilah lokal yaitu musim baratan. Resiko kecelakaan selalu ada “Lah wong namanya kerja di laut,” kata Marlikan (55), nelayan lainnya.

Bahkan dia mengaku, selama mencari rezeki di laut perahunya sudah pernah mengalami kecelakaan di laut sampai tujuh kali, perahunya karam. Akan tetapi dia tetap memilih bertahan mencari upah di lautan. Baginya resiko seperti itu sudah hal yang biasa dirasakan oleh nelayan setempat.

Jika ada pekerjaan lain pun dia tidak minat, karena menjadi nelayan sudah dari turun temurun. “Lebih cocok melaut, karena ini sudah pekerjaan saya mulai dari kecil,”imbuh pria yang mengaku lebih nyaman di laut dari pada di darat ini.

Sejauh ini Marlikan menanggung biaya kerugian sendiri, saat berobat misalnya. Meskipun ada program asuransi nelayan dia tidak tertarik untuk mendaftar. Alasanya dia merasa takut jika tidak bisa membayar iuran bulananya nanti perahunya akan diambil.

Berbeda cerita dengan Ainur, dia mengaku sudah pernah mendaftar asuransi nelayan. Akan tetapi berdasarkan pengalaman yang dirasakan, kartu asuransi nelayan itu tidak bisa digunakan disaat dia mendapati musibah di laut.

Ceritanya, saat itu Ainur sedang berada di laut, kepalanya pusing. Setelah itu dia balik, dan dirujuk ke Rumah Sakit. Sempat dirawat selama tujuh hari. Setelah itu dia mengurus dengan menggunakan kartu asuransi nelayan itu dengan harapan bisa digunakan. Ternyata tidak bisa.

“Tidak sesuai, masih sulit ketika mau dipakai. Padahal persyaratanya sudah kami persiapkan, ternyata ya tidak bisa. Pada akhirnya saya bayar sendiri, waktu itu habis dana Rp30 juta” katanya yang mengurus kartu asuransi dibantu oleh ketua Rukun Nelayan.

baca juga : Minimnya Peserta Asuransi Nelayan di Kabupaten Gresik

 

Nelayan membawa alat tangkap untuk mencari rajungan. Menjadi nelayan resiko kecelakaan selalu ada. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Warga menyaksikan perahu tradisional yang diperbaiki. Dengan menggunakan perahu tradisional itu nelayan berangkat melaut mulai jam 01:00 WIB dini hari. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Saat dikonfirmasi, Mukhlisin Amar, ketua Rukun Nelayan (RN) menjelaskan program ini sebetulnya sangat bagus. Minimal pemerintah mempunyai inisiatif untuk memperhatikan nelayan. Akan tetapi dalam pencapaian masih belum maksimal.

Menurut dia, hal itu dikarenakan kantor pelayanan yang mengurusi asuransi jauh. Jaraknya kurang lebih 82 km. Belum lagi proses administrasi yang panjang. Sehingga masih banyak nelayan yang belum mendaftar. Di Paciran dari 547 nelayan baru 70 persen yang mendaftar asuransi nelayan.

“Apalagi setiap hari mereka mesti harus melaut agar dapur tetap mengepul,” ujarnya. Untuk itu dia berharap, seharusnya ada pos asuransi satu atap atau kantor bersama yang dekat dengan sentra-sentra perikanan seperti di Kecamatan Paciran maupun-Brondong, Lamongan. Biar kalau ada kekurangan tidak harus bolak-balik, apalagi kantor asuransinya ada di Surabaya.

 

Asuransi Menjadi Penting

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Lamongan menargetkan sebanyak 3.000 dari total 20.975 nelayan di wilayah setempat bisa terlindungi jaminan asuransi. Hal itu disampaikan oleh Bupati Lamongan, Fadeli. Dilansir dari Antara, dia mengatakan profesi nelayan memiliki resiko tinggi mengalami kecelakaan, sehingga jaminan dari asuransi nelayan bisa sangat membantu.

Fadeli berharap pemerintah desa di wilayah itu terus mengembangkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), sehingga ketika semakin berkembang bisa membantu masyarakat membayarkan premi asuransinya.

perlu dibaca : Penyaluran Asuransi Nelayan Berjalan Lambat, Kenapa Bisa Terjadi?

 

Ikan hasil tangkapan nelayan. Selain menangkap ikan nelayan di Paciran, Lamongan tersebut juga mencari rajungan dan cumi-cumi. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Seorang nelayan membetulkan jaring. Nelayan setempat mengaku karena proses administrasi yang panjang sehingga masih belum banyak yang mendaftar. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengaku kalau asuransi nelayan menjadi fokus dari program kerja yang dilaksanakan pada kemimpinannya selama lima tahun mendatang.

Menurut dia, asuransi akan memberikan jaminan profesi untuk masyarakat perikanan, terutama sekala kecil yang sedang bekerja di atas laut.

“Asuransi kita perlu mendorong, alhamdulillah sekarang sudah ada,” katanya saat dilansir dari Mongabay.

Asuransi menjadi penting, untuk itu Edhy berjanji akan terus mendorong program tersebut agar bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh pekerja pada sektor perikanan. Dengan begitu, tak hanya nelayan skala kecil yang mengoperasikan kapal ikan di bawah 10 GT saja, namun juga nelayan yang mengoperasikan kapal di atas ukuran tersebut bisa mendapatkan manfaatnya.

Asuransi nelayan dibuat berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan No.18/2016 tentang Jaminan Perlindungan atas Resiko Kepada Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.

 

Exit mobile version