Mongabay.co.id

Protes Tambang Emas: Cari Keadilan, Warga Banyuwangi Kayuh Sepeda ke Surabaya

Pada 15 Februari 2020, warga Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur, aksi kayuh sepeda ke Surabaya. Mereka menuntut Gubernur Jawa Timur mencabut Izin usaha pertambangan emas, PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI). Foto: For Banyuwangi

 

 

 

 

 

Kabut tipis mulai turun perlahan menyelimuti ruas jalan provinsi di wilayah Gunung Gumitir, ketika Budiarto dan sepeda memasuki gerbang ‘Selamat Datang di Kota Jember.’

Sore itu, 15 Februari 2020, Budiarto salah satu warga Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur, yang turut aksi kayuh sepeda ke Surabaya, menuntut Gubernur Jawa Timur mencabut Izin usaha pertambangan emas, PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI).

Budiarto, tiba pertama kali, disusul pesepeda lain dan rombongan pickup maupun mobil pribadi yang dibawa warga.

Baca juga: Kala Warga Banyuwangi Tolak Tambang di Gunung Salakan

Jalanan Gumitir, masih basah oleh gerimis kecil ketika rombongan sepeda kayuh berbendera putih dengan tulisan ‘Cabut IUP PT BSI & DSI,’ meliuk-liuk menuruni jalanan aspal nan curam. Bendera putih dengan huruf-huruf bercat merah terikat dan terpancang di belakang sepeda itu berkibar-kibar tertiup angin.

Gumitir, merupakan gunung di perbatasan antara Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi. Di Jember, Gunung Gumitir masuk di Kecamatan Silo. Di Banyuwangi, Gumitir masuk di Kecamatan Kalibaru.

Ada yang menyebut dengan Gunung Mrawan, ada pula sebut Kumitir. Ia jalur penghubung terpendek antara Kabupaten Jember dan Banyuwangi. Dengan ketinggian 620 mdpl, Gumitir merupakan gabungan antara jalur tanjakan dan turunan curam nan berkelok-kelok.

“Saya ngayuh mulai dari Pesanggaran tadi. Kalau sering berhenti, malah capek. Trus kalau kekenyangan, malah nggak kuat yang mau mancal,” kata Budiarto di sela istirahat.

Baca juga: Mereka Terus Suarakan Penyelamatan Tumpang Pitu dari Tambang Emas

Menjelang magrib, sebagian besar rombongan tiba di rumah warga di Kabupaten Jember. Tampak para perempuan menunaikan sholat, mandi dan beristirahat sambil selonjorkan kaki. Beberapa warga Jember, menyediakan teh hangat dan kudapan. Rombongan kayuh sepeda ini basah kuyup kena hujan.

“Tadi yang ibu-ibu mancal sampai Kecamatan Genteng. Soalnya, hujan deres sekali. Akhirnya, gantian sama yang bapak-bapak dan mahasiswa. Yang ibu-ibu sebagian besar naik pickup. Tapi ya sama-sama basah, karena hujan deras sekali. Terpal penutup kan goyang-goyang kena angin. Jadi, air masuk pickup. Untungnya, tas yang berisi baju ada di mobil,” kata Suparti, pengayuh sepeda warga Pesanggaran.

Ayu, warga Dusun Pancer, membawa anak perempuan berusia dua tahun dalam aksi kayuh ini. Kadang, anaknya diasuh bergantian oleh ibu-ibu dan bapak-bapak lain ketika Ayu sedang mengayuh sepeda atau beraktivitas. Ayu tampak lelah. Anaknya digendong warga bergantian karena rewel.

Capek sekali, apalagi tadi kena hujan. Anak saya juga rewel dari tadi. Mungkin karena bajunya basah kata Ayu.

Aksi kayuh sepeda ini akan menempuh jarak sekitar 310 km, singgah di berbagai titik konflik agraria yang tersebar di Jawa Timur. Berawal dari tenda perjuangan di Dusun Pancer, Banyuwangi, berakhir di Kantor Gubernur Jawa Timur.

Mereka akan menempuh jalur Jember, Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, Porong, Sidoarjo dan berakhir di Surabaya. Di simpul perjuangan beberapa kota, rombongan akan difasilitasi para ulama, komunitas dan warga setempat.

 

Mobil pickup warga kayuh sepeda berisi bahan pangan selama mereka di perjalanan dari Banyuwangi ke Surabaya. Foto: For Banyuwangi

 

Kalau sesuai rencana, rombongan aksi ini akan tiba di Surabaya, 20 Februari 2020. Usai doa bersama dan selamatan, warga di tenda perjuangan, saat berangkat dilepas oleh pelukan, isak tangis, doa dan harapan dari warga. Aksi kayuh mulai 15 Februari 2020 pukul 08.00 dikawal mobil patwal polisi.

Usman Raudhal, Koordinator Forum Rakyat Banyuwangi, mengatakan, kayuh sepeda ini lanjutan aksi pemasangan tenda perjuangan merupakan sikap penolakan warga terkait kedatangan Brimob dan tim perusahaan pertambangan (BSI) yang akan menambang di Gunung Salakan, tak jauh dari Gunung Tumpang Pitu, yang telah ditambang.

“Puncaknya, kami akan menyerahkan ribuan tanda tangan penolakan pertambangan dari warga Sumberagung dan sekitar ke Khofifah Indar Parawansa (Gubernur Jatim).

Kami mengharapkan doa dan dukungan masyarakat luas.”

Dia bilang, warga menginisiasi aksi ini yang muncul dalam rapat warga beberapa waktu lalu. Tuntutan mereka, pertama, mendesak Gubernur Jatim mencabut perizinan pertambangan BSI dan DSI. Tujuannya, tercipta keselamatan, keberlanjutan, dan pemulihan lingkungan serta ruang hidup warga Sumberagung dan sekitar.

Baca juga: Kala Tolak Tambang Emas di Banyuwangi Berbuntut Tudingan Komunis

Kedua, memulihkan kawasan yang rusak di Tumpang Pitu demi menjamin kehidupan masyarakat berbasis kelestarian lingkungan dan pengurangan risiko bencana.

Di Banyuwangi, tenda perjuangan masih tetap berdiri walau beberapa warga turut aksi kayuh sepeda. Berbagai aktivitas sosial dan penolakan terhadap pertambangan banyak digelar di tenda, seperti doa bersama, menonton film perjuangan bersama, diskusi reguler, menerima tamu dari berbagai jaringan solidaritas, hingga memasak dan tidur bersama-sama.

“Tenda perjuangan akan tetap berdiri hingga waktu tak ditentukan. Warga yang tak turut dalam kayuh sepeda bergantian menjaga tenda dan beraktivitas di sana,” kata Usman.

Kayuh sepeda sedikitnya diikuti 43 orang, dengan 15 perempuan. Mereka bawa perlengkapan termasuk kendaraan pendukung seperti, empat mobil pickup, tiga motor pribadi, satu sepeda motor dan 15 sepeda kayuh dikendarai bergantian. Pickup sebagai mobil komando, medis, kebutuhan penyimpanan tenda, kompor dan bahan makanan.

Pukul 21.00, rombongan warga memasuki seputaran Kota Jember. Mereka menginap dan beristirahat di Ponpes Ash-Shiddiqi Putri (Ashri) di Jalan KH Shiddiq, Talangsari.

BSI mengantongi izin IUP operasi produksi di Gunung Tumpang Pitu dan sekitar, di Desa Sumberagung, berdasarkan Keputusan Bupati Banyuwangi No.188 tertanggal 9 Juli 2012. Izin konsesi seluas 4.998,45 hektar, hingga 25 Januari 2030.

Untuk DSI izin eksplorasi berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur No. P2T/83 tertanggal 17 Mei 2018. Atas putusan itu, DSI memperoleh penambahan jangka waktu untuk eksplorasi dan studi kelayakan di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, seluas 6.558,46 hektar. IUP eksplorasi DSI berlaku sampai 25 Januari 2022.

PT Merdeka Copper Gold Tbk, induk perusahaan BSI dan DSI, pemegang saham utama, PT Saratoga Sedaya Investama Tbk, , PT Provident Capital Indonesia, Garibaldi Thohir (saudara Erick Thohir), dan Pemkab Banyuwangi.

Untuk dewan komisaris, Edwin Soeryadjaya (presiden komisaris), Garibaldi Tohir (komisaris), Dhohir Farizi (komisaris independen), Heri Sunaryadi (komisaris), dan Budi Bowoleksono, Komisaris Independen.

Sebelumnya, dikutip Walhi dari laman resmi Merdeka Copper Gold pada 2018, menyebutkan, susunan dewan komisaris, Edwin Soeryadjaya (presiden komisaris), Garibaldi Tohir (komisaris), Dhohir Farizi (komisaris independen), Heri Sunaryadi (komisaris), Sakti Wahyu Trenggono (komisaris), dan Mahendra Siregar (komisaris independen). Pada 2014, pemegang saham juga tercatat AM Hendropriyono dan Yenny Wahid.

 

Perempuan dan laki-laki warga Banyuwangi penolak tambang bersiap kayuh sepeda ke Surabaya, mencari keadilan. Foto: For Banyuwangi

 

***

Pada 30 Januari 2020, Agus Hariawan, warga Dusun Pancer ditangkap di Kedungrejo, Bangorejo, atas tuduhan penganiayaan dalam peristiwa 10 Januari 2020. Agus ditangkap pukul 14.30, saat hendak berangkat kerja ke Pelabuhan Muncar.

Buntut penangkapan Agus, sebagian besar warga Dusun Pancer, memblokir jalan di depan Polsek Pesanggaran Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi. Semua pengguna jalan yang melintas diperiksa, apabila yang lewat adalah karyawan BSI maka suruh berbalik arah.

Pada 10 Januari, terjadi penghadangan oleh warga Dusun Pancer terhadap tim peneliti dari Universitas Trisakti Jakarta yang berkolaborasi dengan BSI, perusahaan tambang emas di Tumpang Pitu. Proses eksplorasi pengujian potensi mineral itu dikawal Brimob dan Polda Jawa Timur.

Setelah Gunung Tumpang Pitu jadi tambang emas, giliran eksplorasi mineral beralih ke sekitar Gunung Salakan, Banyuwangi. Sejak 6 Januari 2020, warga dari sejumlah desa di Tumpang Pitu dan Gunung Salakan mendirikan tenda perjuangan.

Agus ditangkap saat berboncengan dengan Abdullah, rekannya. Menurut Abdullah, mereka dicegat dengan dua mobil. Satu berwarna hitam, dan satu putih.

“Yang menangkap, tidak memakai baju petugas. Ada yang membawa pistol. Saya disuruh balik pulang,” katanya.

Abdullah tak segera menghubungi keluarga Agus, melainkan langsung menuju tenda perjuangan. Sekitar pukul 15.34, warga segera berkumpul dan berangkat ke Polsek Pesanggaran bersama-sama untuk meminta kejelasan soal penangkapan Agus.

Dia bilang, tak ada penjelasan alasan penangkapan Agus sejak awal. Dia diminta berhenti dan Agus dibawa masuk mobil. Penangkap, katanya, juga tak mengeluarkan surat penangkapan.

Pada pukul 16.43, Kapolsek Pesanggaran, AKP Ryan Wira Raja Pratama, mengkonfirmasi di depan rombongan warga yang datang ke Polsek, bahwa Agus ditangkap berdasarkan laporan Aan Prayoga, yang mengaku mendapatkan penganiayaan. Laporan masuk pada 10 Januari 2020 disertai visum. Visum nyatakan, ada luka memar.

Kapolsek juga memperlihatkan video bukti penganiayaan kepada Misini, istri Agus. Ryan juga perlihatkan ke beberapa warga.

Warga yang melihat video, tak terima karena dianggap rekayasa pelapor. Menurut Misini, suaminya tidak pernah memukul hanya berusaha menghalau dan melerai.

Dalam video, adegan itu dilingkari dan diputar dengan gerakan lambat. Beberapa warga bersaksi, tidak ada pemukulan. Selama tenda perjuangan warga berdiri, tak ada aksi kekerasan yang dimulai warga.

Ketika dikonfirmasi, Ryan mengatakan, sudah memenuhi prosedur dengan memakai surat penangkapan. Dia konfirmasi lewat telepon kepada yang bertugas, dan didengarkan sebagian warga termasuk istri Agus. Polsek menjanjikan, menindak tegas aparat bila ada yang menyalahi aturan dan prosedur di lapangan.

Rika, pemilik kapal tempat Agus bekerja kecewa atas penangkapan Agus yang terkesan rekayasa. “Terus terang saya kecewa pak. Agus ini ditangkap saat mau berangkat kerja. Tidak ada surat penangkapan, tiba-tiba ditangkap di jalan. Seperti maling saja. Agus ini sudah seperti keluarga saya sendiri. Saya akan terus mendampingi. Ini tanggung jawab saya kepada ABK (anak buah kapal-red)”, katanya kepada kapolsek.

 

Warga Pancer protes menuntut pembebasan Agus di Polsek Pesanggrahan, Banyuwangi. Foto: RZ Hakim

 

Menjelang maghrib, Aan Prayoga, pelapor datang juga untuk proses verifikasi sekaligus dipertemukan dengan warga dan keluarga. Menurut pengakuan Aan, proses pelaporan itu bukan atas kehendak dia sendiri tetapi didorong inisiatif teman-teman pekerja lain yang tergabung dalam Koperasi Serba Usaha Al Falah. Aan juga mengaku, sebenarnya Agus tidak memukulnya melainkan sekadar memegang bahu.

Akhirnya, Aan bersepakat mencabut tuntutan tetapi harus menunggu kedatangan AKBP Arman Asmara Syarifuddin selaku Kapolresta Banyuwangi. Selama proses menunggu hasil keputusan sampai Agus benar-benar keluar dan kembali kepada keluarga, proses blokade jalan terus berlangsung.

Sekitar pukul 22.10, Arman menemui warga di Polsek Pesanggaran. Warga dikumpulkan di area terbuka di dalam lingkungan Polsek Pesanggaran. Ketika dikonfirmasi, dia menyatakan, sedang proses penangguhan penahanan.

Arman berkomitmen, memeriksa laporan terkait standar prosedur penangkapan Agus yang dinilai tidak adil. Dia berjanji, cek ulang soal surat penangkapan itu. Menurut dia, kalau ada penyalahgunaan prosedur harus ada tindakan tegas.

Usai mediasi, sekitar pukul 22.21, suasana sempat memanas antara kapolresta dengan warga Dusun Pancer penolak rencana pertambangan Salakan dan sekitar. Pasalnya, di luar ada beberapa pro tambang dari Dusun Pancer—dari hitungan warga sekitar 60 orang– memancing emosi warga penolak.

Zainal Arifin, warga penolak tambang mengatakan, warga datangi ke Polsek Pesanggaran untuk bela Agus lebih 300 orang, tersebar di banyak titik. Termasuk, beberapa warga yang bertahan di tenda untuk mengikuti istighosah.

Keributan berhasil dicegah aparat kepolisian dan atas inisiatif beberapa warga. Warga bersikeras tetap tinggal di Polsek Pesanggaran, sampai ada kejelasan tentang pembebasan Agus.

Sekitar pukul 23.00, datang Kepala Desa Sumberagung, Vivin Agustin, dan berinisiatif sendiri penjemputan ke Polres Banyuwangi.

Sekitar pukul 01.00, dini hari, Agus datang dikawal kepala desa, kapolsek dan jajaran. Kedatangan Agus disambut isak tangis haru warga, istri dan anaknya.

Agus mengatakan, baru diperlihatkan surat penangkapan ketika sudah masuk ke mobil. Dia juga membaca keseluruhan isi surat itu. Selama dibawa ke Polres, dia tak mendapatkan kekerasan ataupun intimidasi dari kepolisian.

Kapolres Pesanggaran, memastikan, proses pencabutan kasus segera proses bersamaan pelapor berkomitmen mencabut pelaporan.

Hingga kini, perluasan industri pertambangan oleh grup Merdeka Copper Gold Tbk terus menuai protes warga Sumberagung dan sekitar. Operasi mereka dianggap akan merusak kualitas lingkungan, sosial, dan perekonomian warga.

 

 

Pada 15 Februari 2020, warga Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur, aksi kayuh sepeda ke Surabaya. Mereka menuntut Gubernur Jawa Timur mencabut Izin usaha pertambangan emas, PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI). Foto: For Banyuwangi

 

 

Exit mobile version