Mongabay.co.id

Ini Hasil Penelitian BKIPM Ternate Soal Fenomena Kematian Ikan Masal di Maluku Utara

 

Warga di Halmahera dan Ternate, Maluku Utara, heboh karena banyak biota laut dari ikan, sampai gurita mati, beserta air laut berwarna coklat kemerahan yang terjadi pada awal minggu ini.

Warga merasa was-was dan khawatir. Ada yang menduga gunung api bawah laut atau cemaran tambang sampai air banjir dari daratan. Berbagai dugaan itu membuat warga takut makan ikan dan sebagian nelayan enggan melaut.

Melihat kejadian itu, Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Ternate dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bergerak melakukan pengujian sampel ikan dan air laut.

BKIPM Ternate meneliti sampal delapan ekor jenis ikan dasar (ikan yang hidup di dasar laut) dan satu gurita yang diserahkan oleh petugas PSDKP-KKP dan Dinas Kelautan Perikanan Kota Ternate. Hasil pembedahan, ditemukan pendarahan di sepanjang tulang ikan, sedangkan tentakel gurita dalam kondisi tidak utuh.

Pengujian menggunakan rapid testkit plumbum dan rapit testkit merkuri, menunjukkan hasil negatif. Namun pengujian untuk mendeteksi adanya hama, parasit, maupun bakteri tidak bisa dilakukan karena ikan sudah membusuk saat diantar ke BKIPM Ternate.

“Ikan dalam kondisi membusuk, parasit juga sudah mati, hanya bakteri pembusukan yang lebih dominan,” ungkap Kepala BKIPM Ternate Abdul Kadir dalam rilis dari KKP, Kamis (27/2/2020)

baca : Air Laut Berubah Warna, Ikan-ikan Mati di Halmahera dan Ternate, Ada Apa?

 

Ikan yang mati di perairan Halmahera, Maluku Utara. Foto : BKIPM Ternate

 

BKIPM Ternate sedang melakukan identifikasi plankton/algae terkait kondisi air laut yang berubah kecokelatan untuk mengetahui benar tidaknya terjadi blooming algae yang diduga menyebabkan kematian ikan. Namun dia memastikan, sampel air laut yang diperoleh BKIPM dalam kondisi jernih tidak berwarna kecokelatan.

Untuk mengetahui kondisi terkini di perairan Kota Ternate, pihaknya kembali mengirim tim ke sekitar lokasi penemuan ikan mati. “Kondisi lapangan terbaru, tidak ditemukan adanya kematian ikan baru dan kondisi perairan normal,” pungkas Abdul.

Sedangkan, Peneliti Bidang Oseanografi Loka Riset Sumberdaya dan Kerentanan Pesisir (LRSDKP) – Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), Ulung Jantama Wisha, menyampaikan bahwa informasi terkait kematian masal ikan di Pantai Falajawa Ternate butuh penelitian mendalam.

“Beberapa sumber berita menyebutkan bahwa ada potensi blooming algae dan peningkatan suhu, namun tidak ada data hasil pengukurannya, sehingga semua info tersebut masih berupa dugaan. Informasi dari penyelam lokal di mana beberapa jenis hewan laut mati hingga kedalaman 12 meter juga masih bersifat kualitatif,” tuturnya.

baca juga : Ratusan Ikan Terdampar dan Mati Misterius di Maluku, Ada Apa?

 

Sampel ikan yang diteliti oleh BKIPM Ternate untuk mengetahui penyebab biota laut yang mati di perairan Halmahera, Maluku Utara. Foto : BKIPM Ternate

 

Namun jika benar adanya, lanjut Ulung, dapat diindikasikan bahwa terdapat pengaruh dari interaksi laut atmosfer yang mengontrol sebaran parameter fisis perairan sehingga berdampak terhadap perubahan kondisi lingkungan drastis dan memicu degradasi lingkungan dan potensi kematian biota.

“Jika dilihat melalui pemantauan satelit Aqua MODIS sekitar tanggal 25-26 Februari 2020, suhu di perairan Maluku Utara (sekitar pulau Halmahera dan Ternate) berkisar antara 22-30 derajat celcius, kisaran suhu tersebut termasuk normal untuk biota perairan berdasarkan baku mutu perairan KepMenLH No.51/2004.

Pada Pantai Falajawa, suhu perairan cukup rendah yakni berkisar antara 19-22 derajat celcius yang menandakan potensi upwelling, di mana suhu rendah mendominasi permukaan karena adanya kekosongan massa air di permukaan. Dalam prosesnya mekanisme ini membawa zat hara dari dasar ke permukaan.

Pernyataan tersebut juga didukung dengan data klorofil-a yang cukup tinggi di bagian utara hingga tengah Pulau Halmahera berkisar antara 0-2.58 mg/m3 menandakan potensi upwelling dan ledakan algae mungkin saja terjadi,” terangnya.

Zat hara yang terbawa ke permukaan saat terjadi upwelling, lanjut Ulung, dapat mendukung proses fotosintesis menjadi maksimal dan dapat menguntungkan beberapa biota autotrof untuk melakukan reproduksi lebih cepat, sehingga terjadilah ledakan (blooming algae).

Namun ada beberapa jenis algae tertentu yang secara umum bersifat toksik yang sensitif terhadap peningkatan zat hara di perairan. Jika itu terjadi, maka dapat dipastikan penyebab kematian masal ikan di perairan Maluku Utara memang pengaruh dari ledakan algae.

“Namun pernyataan ini dapat disimpulkan dengan tambahan data berupa konsentrasi zat hara (nitrat, phosphate dan turunannya), suhu dan oksigen serta logam berat pada pencernaan ikan yang mati. Jika dilihat lokasi Pantai Falajawa terletak di pusat kota Ternate di mana aktivitas antropogenik memiliki potensi dalam menyumbang polutan ke perairan, salah satunya limbah rumah tangga, industri maupun cemaran logam berat,” papar Ulung.

Menurut dia, fenomena tersebut tidak terkait dengan fenomena iklim dan kemungkinan tidak akan terjadi berulang, karena sejatinya kematian masal ikan dipengaruhi oleh banyak faktor.

“Banyak parameter yang perlu dipastikan untuk menyimpulkan fenomena ini dan kemungkinan kejadian musiman di masa yang akan datang,” pungkasnya.

menarik dibaca : Ribuan Ikan Kerapu Mati di Keramba Petani Lhokseumawe, Apa Penyebabnya?

 

 

Air Laut Coklat Kemerahan

Sebelumnya, warga di beberapa desa yang berhadapan langsung dengan laut Halmahera, Maluku Utara melihat air laut daerah itu berwarna merah tua pekat dan menyebabkan berbagai jenis ikan mati.

Misalnya Fahril Husain, nelayan Desa Samo Kecamatan Gane Barat Utara, Halmahera Selatan, Minggu pagi (23/2/20), melihat ikan silver (biasa disebut ikan pisau) banyak mati di tepi pantai. Ikan ini juga dikenal sebagai mangsa lumba-lumba. Air laut pun tak bening seperti biasa.

Meski begitu, Fahril tetap melaut menangkap ikan dan memasang rumpon sekitar delapan mil dari kampung. Dalam perjalanan, katanya, melihat banyak koloni air berwarna coklat kemerahan menghiasi laut Gane Utara.

Sampai di rumpon juga tidak dia temukan ikan. Air laut juga berubah warna. “Sampai di rumpon juga tak ada ikan,” katanya.

Sedangkan warga Desa Matantengan dan Sangapati, Senin (24/2/20) pagi jadikan peristiwa ini sebagai tontonan. Meski begitu, warga sebenarnya takut karena ikan mati dan terdampar di pantai.

Muhammad Mustafa, Kepala Desa Sangapati Makean genggam mengatakan, warga beberapa desa di Makeang melihat ikan mati dan air laut tercemar Senin (24/2/20) pagi hari.

Warga heboh ketika melihat ikan   terdampar dan air laut coklat kemerahan. “Kami tidak tahu sumber pencemaran darimana. Warga berpikir, bahkan mencurigai, ada limbah tambang dibuang oleh perusahaan tambang  menggunakan kapal ke tengah laut,” katanya.

Hanya saja kecurigaan itu juga sulit karena perusahaan tambang ada di Weda, Halmahera Tengah, dengan lokasi jauh dari sana.

 

Berbagai jenis ikan mati di laut Halmahera dan Ternate. Foto: warga Makeang/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version