Mongabay.co.id

Sedihnya Antonius, Dituduh Bakar Lahan dan Dihukum Setahun Penjara oleh Pengadilan Muara Teweh

 

 

Antonius bin Alm. Darma [50] harus menelan pil pahit atas putusan Hakim Pengadilan Negeri Muara Teweh, yang menghukumnya satu [1] tahun penjara dan denda Rp50 juta. Apabila ia tidak mampu bayar denda, hukuman diganti pidana kurungan tiga bulan.

Hukuman ini lebih berat dari tuntutan jaksa sebelumnya, dua bulan penjara dan denda Rp500 ribu, atas tuduhan membakar lahan di jalan Desa Kamawen – Desa Paring Lahung, Kecamatan Montallat, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah.

Didamping istri dan empat anaknya, Antonius, warga Desa Kamawen yang berjarak 3,5 jam dari Muara Teweh, kecewa atas putusan yang dinilai tidak adil baginya, setelah 11 kali persidangan.

Sebagai masyarakat kecil, dia tidak punya pekerjan tetap. Apa saja dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Kadang menyadap karet, memotong rotan, atau membersihkan kebun orang.

Lelaki ini tidak pernah menyangka, jika upayanya membantu memadamkan kobaran api di lahan tetangganya justru mengantarnya ke balik jeruji besi.

Hakim Ketua Pengadilan Negeri Muara Teweh, Cipto H.P. Nababan S.H., M.H., pada Senin [02/3/2020], dalam putusannya menyatakan Antonius bersalah. Antonius melanggar Pasal 108 Undang-Undang Perkebunan Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, karena membuka dan mengolah lahan dengan cara membakar.

Hal-hal yang memberatkan adalah terdakwa [Antonius] dinilai berbelit dalam memberikan keterangan, perbuatannya memberikan dampak asap yang merugikan orang lain, serta membakar hutan dan lahan yang menyebabkan situasi darurat asap. Bukti yang digunakan untuk menjerat terdakwa adalah sepotongan kayu bakar dan korek api/macis merek tokai.

Baca: Begini, Cara Masyarakat Kalimantan Tengah Antisipasi Kebakaran Hutan

 

Antonius bersama istri dan anaknya di Pengadilan Negeri Muara Teweh. Foto: Jubendri Lusfernando

 

Tanpa pengacara

Jubendri Lusfernando, pendamping Antonius selama proses pengadilan hingga putusan, mengatakan Antonius tidak memilik pengacara atau penasehat. Jubendri mendampingi karena Antonius kesulitan berbahasa Indonesia.

“Dalam sidang, Antonius mengalami kesulitan. Pertanyaan jaksa maupun hakim sangat sulit dia pahami,” tuturnya kepada Mongabay Indonesia, Jumat [06/3/2020].

Sehingga, Antonius kurang mampu menjawab atau mempertahankan argumentasinya. Akibatnya, banyak hal merugikannya selama di persidangan.

“Beliau tidak mampu menyanggah, tidak juga mampu membantah karena tidak paham apa yang dijelaskan dan yang disampaikan. Di sini ada kejanggalan untuk ditelaah. Tidak hanya di Barito Utara, seluruh tokoh adat dan masyarakat di Kalimantan Tengah mengecam putusan hakim yang jauh dari keadilan itu,” tuturnya.

Jauh sebelum kebakaran yang menyebabkan penangkapan Antonius, Jubendri menambahkan, memang telah terjadi kebakaran. Bukan berasal dari kebun Antonius.

“Tidak mungkin Antonius membakar kebunnya sendiri seperti yang dituduhkan. Di kebunnya itu terdapat sawit yang sudah tumbuh sejak 2017 dan karet,” jelasnya.

Baca juga: Pak Taman, Petani Agroforestri yang Sukses Kembangkan Lahan Gambut Tanpa Bakar

 

Lokasi kebun dan lahan yang terbakar di jalan poros Desa Kamawen – Desa Paring Lahung, Kecamatan Montallat, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Foto: Jubendri Lusfernando

 

Awal penahanan

Berdasarkan kronologi kejadian yang diceritakan Antonius melalui Jubendri Lusfernando, kejadian berawal dari temuan titik api oleh warga di Desa Kamawen-Paring Lahung, pada 12 September 2019. Warga selanjutnya melapor ke BPBD di Muara Teweh, 13 September, dengan tujuan dibantu untuk memadamkan.

Merespon laporan itu, BPBD meminta masyarakat mengirimkan foto lokasi dan warga yang turun mengambil foto lokasi kebakaran adalah Antonius, pada 14 September. Lokasi lahan terbakar milik warga bernama Sri Munarti, yang jaraknya 250 meter dari lahan Antonius. Pada 15 September setelah mendapatkan foto, BPBD Muara Teweh turun ke lokasi memadamkan api, yang juga dibantu warga dan Antonius.

Saat pemadam, tim BPBD menggunakan pondok di kebun Antonius sebagai tempat istirahat. Pada 19 September, ketika Antonius bersama keluarga melintas jalan Desa Kamawen-Desa Paring Lahung, tepat di lokasi bekas kebakaran sudah menunggu Muksin Alatas, dari Polsek Montallat.

Saat itu, dikatakan Antonius melalui Jubendri, ia diminta pihak Polsek untuk mengakui jika dia yang membakar lahan tersebut. Jika tidak mengaku, akan ditahan dan tanahnya diambil. Sebaliknya, jika mengaku hanya dikenakan wajib lapor, tanpa ditahan. Ketakutan, Antonius membuat pernyataan mengakui perbuatannya dan diminta memberikan sebuah macis bermerek Tokai biru sebagai barang bukti.

Pada 21 November, Antonius dipanggil kembali ke Polsek, sekaligus diminta membayar denda, namun ia tidak memiliki uang. Di hari yang sama, ia dibawa ke kejaksaan, ditetapkan sebagai tahanan di rumah tahanan Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara.

 

Lokasi kebun dan lahan yang terbakar di jalan Desa Kamawen – Desa Paring Lahung, Kecamatan Montallat, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Foto: Jubendri Lusfernando

 

Atas dasar vonis hakim, Jubendri bersama sejumlah lembaga dan organisasi masyarakat adat Dayak berencana melakukan banding.

“Antonius bukan penjahat lingkungan hidup, tidak membakar lahan. Dia dijebak dan dijadikan korban, secara khusus masyarakat Dayak Kalimantan Tengah. Peladang /petani Dayak bukan penjahat. Menghukum peladang, menghukum petani yang tidak bersalah sama halnya menghukum nenek moyang kami sebagai orang Dayak yang sudah hidup sebelum adanya aturan pemerintah,” tuturnya.

Kekecewaan disampaikan juga Putes Lekas, Ketua DPW Aliansi Masyarakat Adat Nusantara [AMAN] Barito Utara. Menurutnya, terdapat ketidakadilan dalam memutuskan hukuman itu. Dari awal persidangan, terungkap jika Antonius tidak membuka ladang dan tidak mengetahui terjadi kebakaran. Dia mendapatkan informasi dari warga dan ikut memadamkan.

“Pada intinya, kami tetap mencari keadilan [mengawal] kasus ini. Kami sudah membentuk asosiasi peladang yang terdiri beberapa ormas. Kami mendukung gerakan pembelaan Antonius,” tegasnya.

 

 

Exit mobile version