Mongabay.co.id

Venu, Pulau ‘Surga Penyu’ Yang Terancam Hilang Dari Tanah Papua

Pulau Venu 'Surga penyu' di Kabupaten Kaimana Provinsi Papua Barat. Foto : Hanggar Prasetio/Conservation International Indonesia/Mongabay Indonesia

Pulau Venu merupakan pulau terluar bagian selatan dari Kabupaten Kaimana Provinsi Papua Barat. Tepatnya di koordinat 4.326957O LS dan 133.505228O BT. Pulau dengan pesisir pantai putih indah ini memiliki luas daratan sekitar 16,7 hektar dengan keliling tidak lebih dari 3 km. Di dalamnya terdapat danau air asin dengan kedalaman mencapai 1,5 meter. Disisi luarnya, pulau ini memiliki perairan dangkal kurang dari 20 m seluas 284,3 hektar dengan barisan terumbu karang tepi yang indah.

Berjarak sekitar 80 km dari pusat kabupaten Kaimana, pulau kecil ini adalah surga bagi penyu Hijau (Chelonia mydas), Sisik (Eretmochelys imbricata), dan Lekang (Lepidochelys olivacea) untuk makan dan bertelur. Spesies-spesies kritis yang terancap punah tersebut telah masuk kedalam kategori perlindungan penuh oleh negara kita melalui peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106 tahun 2018.

Selain itu, Venu juga menjadi tempat bersarangnya burung elang. Berbagai hewan-hewan penting lainnya seperti Teripang, Bia Garu (Kima), Keong Kepala Kambing, Keong Lambis-lambis, hingga Nautilus juga hidup disini.

baca : Kaimana Deklarasikan Zonasi Laut untuk Konservasi  

 

Pohon Kasuari yang tumbang akibat abrasi di Pulau Venu. Foto : Hanggar Prasetio/Conservation International Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No.783/2014, Pulau Venu ditetapkan berstatus kawasan Suaka Margasatwa yang mewakili empat ekosistem sekaligus: terumbu karang, mangrove, lamun, dan pantai. Kemudian diperkuat dari sisi perairannya dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.25/2019 sebagai Kawasan Konservasi Perairan Buruway.

Namun, status kawasan tersebut tidak mempengaruhi laju kerusakan yang terjadi hingga saat ini. Abrasi terlihat nyata di pulau ini, dengan menyisakan pohon-pohon Kasuari (Casuarina equisetifolia) yang tumbang sepanjang pantai. Di sisi lain, kerusakan terumbu karang juga terus berjalan karena aktivitas penangkapan ikan tidak bertanggung jawab disana.

Pemotongan kayu kerap kali dilakukan oleh para nelayan yang singgah di pulau ini, alih-alih memakai kayu kering yang telah mati, mereka juga memotong kayu untuk kebutuhan memasak dan perapian.

baca juga : Bentang Laut Kepala Burung Dijaga 27 Kelompok Lokal Papua Barat  

 

Sisa-sisa pembakaran kayu utuh untuk perapian dengan daun segar yang masih menempel di pohon (pojok kanan). Foto : Hanggar Prasetio/Conservation International Indonesia/Mongabay Indonesia

 

BBKSDA Papua Barat menyebutkan hampir setiap hari, penyu naik di pulau ini untuk bertelur, namun ancaman aktivitas manusia juga tinggi disini. Pulau yang seharusnya menjadi surga penyu, sebenarnya adalah kuburan bagi spesies langka ini. Kerap kali ketika nelayan bertemu penyu yang naik ke pantai, sudah dapat dipastikan akan langsung dibunuh dan diambil telurnya untuk dikonsumsi atau dijual (terkecuali jika tim patroli penyu datang kesana).

Sekitar pulau ini masih menjadi tempat favorit mencari dan memotong sirip hiu. Tingginya sumberdaya teripang di sini juga menjadi incaran para nelayan. Tak heran ketika sasi teripang dibuka, pulau Venu seperti “hidup” menjadi tempat tinggal sementara untuk para pencari teripang.

perlu dibaca : Sasi Nggama di Kaimana: Perlindungan Adat untuk Sumber Daya Laut

 

Teripang hasil tangkapan yang dimasak (di panci) dan kemudian dijual ke pengepul. Foto : Hanggar Prasetio/Conservation International Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Penggunaan kompresor untuk mengambil teripang masih menjadi kebiasaan para nelayan disini. Menyelam hingga 50 meter, mereka bisa mendapatkan 5 hingga 10 kg teripang dalam satu kali trip. Di sisi lain Undang-undang No.45/2009 tentang perubahan atas Undang-undang No.31/2004 tentang Perikanan telah menyebutkan dengan jelas bahwa penggunaan alat tersebut telah dilarang, karena dapat merusak sumber daya ikan.

Pemantauan pulau Venu melalui data Global Forest Change menunjukkan selama rentang waktu 18 tahun (2000 – 2018) terjadi pengikisan di bagian utara dan barat yang diikuti dengan hilangnya 0,92 ha atau 25% persen vegetasi yang menempati area tersebut.

Dan pada tahun ini, kemungkinan besar nilai tutupan vegetasi semakin berkurang khususnya di kerapatannya, karena tingginya tekanan dari pemotongan kayu secara liar, yang kemudian berdampak pada tingginya tingkat erosi yang lebih besar, selain faktor utama abrasi sebagai pengikis pulau.

 

Perbandingan bentuk pulau Venu dari tahun 2000 dan 2018 melalui data Global Forest Change. Foto : Hanggar Prasetio/Conservation International Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Bahaya kenaikan permukaan air laut juga menjadi ancaman nyata pada pulau yang titik tingginya hanya mencapai 5 meter dari permukaan air laut tersebut. Dari hasil perhitungan Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR) tahun 2010, pulau Venu mengalami ancaman kenaikan air laut setinggi 1,76 cm/tahun dan berpotensi hilang pada tahun 2304. Pasti akan lebih cepat, jika gelombang ekstrem dan kerusakan ekosistem terus berjalan tanpa adanya tindakan solutif dan penegakan hukum.

Konektivitas yang terbangun antara terumbu karang, lamun, dan juga mangrove disini sebenarnya telah membentuk keseimbangan ekosistem untuk dapat meredam abrasi, begitu juga dengan pohon-pohon pantai yang membantu mengikat tanah/pasir untuk mengurangi erosi dari daratan, pun hewan-hewan yang ada disana untuk membantu penyerbukan bunga hingga pengadukan nutrisi di tanah guna bakal hidup hewan/ tumbuhan lainnya.

 

Biota ikan dan ekosistem terumbu karang di Pulau Venu. Foto : Hanggar Prasetio/Conservation International Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Sebagai magnet masyarakat (nelayan) dari berbagai tempat, pulau ini seharusnya memiliki mekanisme teknis khusus untuk tindakan konservasi sesuai dengan aturan yang berlaku. Setidaknya jika kerusakan akibat faktor alam tidak dapat dicegah, kita masih bisa mencegah dari sisi manusianya dengan keterlibatan masyarakat sekitar pulau untuk pengawasan dan monitoring agar terbangun kesadaran menjaga pulau tersebut, yang menjadi sumber ketahanan pangan mereka.

Jasa lingkungan yang telah terbentuk dari ekosistem pulau ini telah memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Sudah seharusnya kita berterimakasih dengan cara melestarikan sumberdaya alam disana sehingga kedepannya, apa yang dihasilkan dari pulau kecil ini dapat dinikmati bukan untuk sekarang saja namun hingga masa depan.

 

Nelayan teripang yang sedang memasak telur penyu hasil buruan di pulau Venu. Foto : Hanggar Prasetio/Conservation International Indonesia/Mongabay Indonesia

***

*Hanggar Prasetio. Ridge to Reef and GIS Coordinator Conservation International Indonesia. Artikel ini merupakan opini penulis

 

***

Keterangan foto utama : Pulau Venu ‘Surga penyu’ di Kabupaten Kaimana Provinsi Papua Barat. Foto : Hanggar Prasetio/Conservation International Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version