Mongabay.co.id

Membaca Bukit Barisan dan Manusia Sumatera

Petani di kaki Gunung Kerinci juga menanam cabai, bukan hanya kentang, wortel atau kubis. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

 

Seperti halnya Pulau Jawa, Sumatera juga memiliki banyak gunung berapi. Gunung berapi yang aktif, misalnya Marapi [Sumatera Barat], Kerinci [Jambi] dan Bukit Kaba [Bengkulu]. Bedanya, jika di Jawa terdapat banyak wilayah pegunungan, di Sumatera hanya Bukit Barisan.

Lanskap Bukit Barisan memanjang di wilayah barat Sumatera sepanjang 1.650 kilometer, dari Lampung hingga ke Aceh. Tercatat, 40 gunung di Bukit Barisan. Mulai dari Gunung Bandahara di Aceh hingga Gunung Tanggamus di Lampung.

Di luar Bukit Barisan, gunung di Sumatera terdapat di Kepulauan Riau, seperti Gunung Daik, Gunung Jantan, dan Gunung Ranai, dan Gunung Anak Krakatau di Lampung.

Peradaban di Sumatera, ternyata tidak hanya terbangun di wilayah dataran rendah atau pesisir, juga di wilayah Bukit Barisan, yang melahirkan sejumlah suku.

Baca: Catatan Akhir Tahun: Nasib Situs Warisan Dunia Berstatus Bahaya, Ada di Tangan Kita

 

Petani di kaki Gunung Kerinci juga menanam cabai, bukan hanya kopi, kentang, wortel, atau kubis. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Keberadaan gunung-gunung di Bukit Barisan selain menyuburkan lahan sekitarnya, juga melahirkan lembah, danau, dan sungai. Lahan yang subur dan kayanya sumber air menyebabkan hampir semua lanskap Bukit Barisan berupa hutan. Hutan yang menjadi rumah bagi ribuan flora dan fauna, beserta kekayaan alam lainnya.

Kekayaan alam dan keberadaan sejumlah gunung ini menjadikan Sumatera sebagai pulau yang menjadi tujuan manusia dari berbagai wilayah di Asia, Timur Tengah, dan Afrika. Kekayaan alam sebagai sumber kehidupan dan gunung sebagai wilayah spiritual.

Manusia yang datang dan menetap di sekitar pegunungan di Bukit Barisan melahirkan budaya atau tradisi yang nilainya sama terhadap satwa, tanah, dan air. Hal ini terbaca sejak ribuan tahun lalu.

Jejak Peradaban megalitikum yang berkembang sekitar 2000-3000 tahun lalu banyak ditemukan di sekitar gunung tinggi di Sumatera, baik di kaki maupun lembah. Mulai dari Gunung Kerinci, Gunung Leuser, Gunung Dempo, Gunung Bandahara, Gunung Talamau, Gunung Marapi, Gunung Geureudong, Gunung Singgalang, Gunung Perkison, dan Gunung Talang.

Gunung Dempo, berdasarkan peninggalan yang masih ada pada saat ini, dinilai sebagai puncak peradaban megalitikum Bukit Barisan.

Dari artefak, seperti menhir dan patung, ditemukan rupa atau simbol yang menandakan alam semesta sebagai sumber pengetahuan/penanda hubungan harmonis manusia dengan alam semesta, yang diwakilkan flora dan fauna.

Kedatuan Sriwijaya, dua tahun dideklarasikan di Palembang, meletakkan hubungan harmonis manusia dengan alam semesta, sebagai dasar visi pemerintahannya melalui Prasasti Talang Tuwo.

Baca: Perempuan Hebat Penjaga Kaki Bukit Barisan

 

Pemetik daun teh di perkebun teh Kayu Aro, Kerinci, Jambi. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Selanjutnya, pada semua suku yang hidup di sekitar 10 gunung tersebut, khususnya di sekitar Gunung Kerinci, Gunung Leuser, Gunung Dempo, Gunung Talamau dan Gunung Merapi, lahirlah pembauran manusia dengan alam yang disimbolkan manusia-harimau.

Manusia harimau diyakini hidup di Aceh, Tapanuli, Minangkabau, Kerinci hingga Dempo. Di Kerinci manusia harimau disebut cindaku, sementara di Dempo disebut masumai. Hubungan manusia dengan harimau ini juga melahirkan ilmu bela diri silat. Bagi masyarakat Minangkabau, jurus harimau merupakan silat tua.

Dr. Yenrizal Tarmizi, pakar komunikasi lingkungan UIN Raden Fatah Palembang menyatakan, selain harimau, tanah dan air merupakan hal penting bagi suku di sekitar pegunungan Bukit Barisan. Banyak sumber mata air yang disakralkan atau dijadikan tempat suci.

“Umumnya mata air yang disakralkan ini berada di kaki hutan larangan. Begitu pun dengan sungai. Jika larangan untuk merusak atau mengotori mata air atau sungai, balak [nasib buruk] atau kualat akan dialami atau menimpa pelakunya.”

Terkait tanah, juga dilakukan “sedekah” atau ritual permohonan izin atau rasa syukur atas apa yang diberikan tanah yang menyuburkan atau melimpahkan hasil pertanian atau perkebunan. Tanah dipahami sebagai milik Tuhan.

“Intinya, manusia dengan alam itu harus hidup harmonis. Jangan saling merusak, tapi saling menjaga,” katanya, Rabu [11/3/2020].

Baca: Harimau Sumatera Itu Bagian dari Peradaban Masyarakat

 

Perempuan di Semende, Muara Enim, Sumatera Selatan, yang tidak hanya bertani tetapi juga menjaga bentang alam di kaki Bukit Barisan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Pekerja budaya harus turun

Lanskap Bukit Barisan tidak akan kehilangan gunung, sebab dia berada di Patahan Semangko atau Sesar Besar Sumatera. Ada gunung yang meletus dan ada gunung yang lahir.

“Tapi, peradaban manusia di sekitar Bukit Barisan akan hilang. Ini dapat terjadi jika terjadi perubahan bentang alam, khususnya terhadap hutan, mata air, sungai dan satwanya,” kata Conie Sema, pekerja budaya dari Teater Potlot Palembang, Selasa [10/3/2020].

Kegiatan ekonomi ekstraktif, kata Conie, secara signifikan telah mengubah bentang alam Sumatera. Baik di wilayah pegunungan Bukit Barisan maupun wilayah dataran rendah dan pesisir.

“Selama ini bentang alam Sumatera terjaga karena nilai-nilai budaya yang dihidupkan dan dijalankan berbagai suku tersebut. Tapi nilai-nilai tersebut mulai kehilangan guru atau sumber pengetahuannya, yakni alam yang mulai rusak,” katanya.

Jadi, guna menyelamatkan bentang alam Sumatera, khususnya lanskap Bukit Barisan, perlu sekali menghidupkan budaya atau tradisi yang selama ini dilahirkan suku-suku tersebut.

“Ini sudah menjadi tanggung jawab kawan-kawan pekerja seni, budayawan. Artinya, penyelamatan bentang alam Sumatera bukan hanya tanggung jawab atau ranahnya para penggiat lingkungan. Seperti halnya persoalan ini bukan semata tanggung jawab KLHK [Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan], juga kementerian lainnya, khususnya kebudayaan, kelautan, pendidikan. Termasuk, yang mengurusi investasi dan perekonomian,” jelasnya.

Baca: Mendaki Kerinci Bukan Hanya Menaklukkan Atap Sumatera

 

Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, yang bentang alamnya menghubungkan Bukit Barisan dengan pesisir barat Sumatera, memiliki sejumlah sungai yang potensinya dapat dimanfaatkan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Mengutip Kompas, Bukit Barisan merupakan tulang belakang Sumatera, karena pegunungannya sambung-menyambung, memanjang sejajar.

John Crawfurd dalam bukunya, A Descriptive Dictionary of the Indian Islands and Adjacent Countries [1856], menyebutkan, bukit dalam Bahasa Melayu sama artinya dengan gunung dalam Bahasa Jawa. Kedua istilah ini sering digunakan untuk menunjukkan nama tempat yang tinggi.

Sebagai tulang punggung Sumatera, Bukit Barisan berperan penting sebagai sumber air dari semua sungai besar di pulau ini. Sungai-sungai yang bermuara di pantai barat [Samudra Hindia], seperti Alas dan Batang Toru, atau yang bermuara di pantai timur [Selat Malaka], seperti Indragiri, Batanghari, dan Musi, berhulu di Bukit Barisan.

Sementara, geolog dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI], JF Katili, yang meneliti kawasan ini sekitar 1960-an, banyak menemukan sedimen fosil kerang laut di sepanjang Bukit Barisan. Temuan ini menunjukkan, pegunungan tumbuh dari dasar laut akibat penunjaman Lempeng [Samudra] Hindia-Australia ke bawah Pulau Sumatera yang berada di Lempeng [Benua] Eurasia.

 

Kawah Gunung Kerinci. Sumber: Wikimedia Commons/Lisensi Dokumentasi Bebas GPL/Slimguy

 

Landskap Bukit Barisan

Wilayah ini terdiri dari utara, tengah dan selatan yang tentunya juga melahirkasn sejumlah suku bangsa.

 

Lanskap Bukit Barisan Utara

Lanskap Bukit Barisan bagian utara Sumatera ini mencakup Aceh dan Sumatera Utara. Gunungnya antara lain Bandahara, Gunung Burni Telong, Gunung Geureudong, Gunung Kembar, Gunung Leuser, Gunung Perkison, Gunung Seulawah Agam, Gunung Sibayak, Gunung Sibuaten, Gunung Sihapuabu, Gunung Sinabung, dan Gunung Sorik Marapi.

Lanskap Bukit Barisan Utara ini melahirkan sejumlah suku. Antara lain Suku Gayo, Suku Kluet, Suku Pakpak, Suku Alas, Suku Batak Karo, Suku Batak Angkola, Suku Batak Simalungun, Suku Batak Toba, Suku Batak Mandailing dan Suku Minangkabau.

 

Lanskap Bukit Barisan Tengah

Lanskap Bukit Barisan Tengah mencakup Sumatera Barat, Jambi dan Riau. Gunungnya antara lain Gunung Djadi, Gunung Ambun, Gunung Cermin, Gunung Kelabu, Gunung Kerinci, Gunung Mande Rabiah, Gunung Marapi, Gunung Pasaman, Gunung Rasan, Gunung Sago, Gunung Singgalang, Gunung Talamau, Gunung Talang, Gunung Tambin, dan Gunung Tandikat.

Keberadaan gunung-gunung ini melahirkan Suku Minangkabau, Suku Kerinci, Suku Melayu, Suku Kubu [Suku Anak Dalam], dan Suku Sakai.

 

Lanskap Bukit Barisan Selatan

Lanskap Bukit Barisan Selatan mencakup Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung. Gunungnya antara lain Gunung Dempo, Gunung Seblat, Gunung Bukit Kaba, Gunung Betung, Gunung Pesagi, Gunung Pesawaran, Gunung Rajabasa, Gunung Seminung, Gunung Tanggamus, dan Gunung Pusuk Buhit.

Wilayah pegunungan ini melahirkan Suku Pasemah, Suku Semendo, Suku Saling, Suku Gumay, Suku Ranau, Suku Kikim, Suku Lematang, Suku Kisam, Suku Lintang, Suku Lampung, Suku Lembak, Suku Pekal, Suku Rejang, dan Suku Serawai.

 

 

Exit mobile version