Mongabay.co.id

Di Tengah Pandemi, Kasus Tambang Emas Ilegal di TN  Bogani Nani Wartabone Dilimpahkan ke Kejaksaan

 

Penyidik Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi, Seksi Wilayah III Manado, melimpahkan kasus tambang emas ilegal di Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, kepada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara, Senin (20/4/2020).

“Pelaporan sudah dinyatakan lengkap, dua tersangka SM (38) dan HA (37) termasuk alat bukti,” ungkap Dodi Kurniawan, Kepala Gakum KLHK Wilayah Sulsel, kepada Mongabay, di Makassar, Rabu (22/4/2020).

Tambang emas ilegal ini berada di Patolo di dalam kawasan TN Bogani Nani Wartabone, Desa Tanoyan Selatan, Kabupaten Bolaang Mongondow.

Menurut Dodi, kasus ini bermula dengan adanya upaya penangkapan tim gabungan dari Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Seksi Wilayah III Manado – Balai Gakkum Wilayah Sulawesi, Polisi Kehutanan Balai TN Bogani Nani Wartabone, dan Satuan Brimob Batalyon B Inuai terhadap 5 penambang emas tanpa izin di dalam kawasan TN Bogani Nani Wartabone pada 21 Februari 2020 lalu.

Penangkapan ini dilakukan sebagai laporan hasil kegiatan patroli Resort Based Management Balai TN Bogani Nani Wartabone yang kemudian ditindaklanjuti dengan menurunkan tim gabungan ke lokasi.

baca : Ada 7.000-an Penambang Rakyat di TN Bogani Nani Wartabone

 

Ekskavator yang digunakan petambang emas liar di Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Seksi Wilayah III Manado, melimpahkan kasus tambang emas liar itu kepada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara, Senin (20/4/2020). Foto: Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi

 

Berdasarkan hasil pemeriksaan, penuntut PNS Balai Gakkum Wilayah Sulawesi kemudian menetapkan dua tersangka, yaitu HA (37) dan SM (38). Kedua tersangka ini ditahan dan dititipkan di Rutan Kelas II B, Kotamobagu, Sulut.

Dalam kasus ini, tersangka SM berperan sebagai pemilik tambang dan pemodal atau aktor intelektual yang menyuruh pekerja menambang tanpa izin. Sementara HA berperan sebagai operator alat berat yang menambang dan membawa alat berat ke lokasi penambangan di dalam kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

“Kedua tersangka HA dan SM dititipkan PPNS Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi di Rutan Kelas IIB, Kota Kotamobagu. Sedangkan barang bukti ekskavator diamankan di Kantor Balai TN Bogani Nani Wartabone,” tambah Dodi.

Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 89 Ayat 1 Huruf a dan b, Undang-Undang No.18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan dan Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Dalam rilisnya, Direktur Penegakan Hukum Pidana Ditjen Gakkum LHK, KLHK, Yazid Nurhuda di Jakarta (22/04/2020) menyampaikan bahwa, dirinya telah meminta kepada penyidik untuk melaksanakan tugas dengan profesional.

“Penindakan pelaku penambangan emas ilegal di kawasan TN adalah komitmen KLHK untuk menjaga dan melindungi kawasan hutan dari kegiatan ilegal,” kata Yazid.

baca juga : Ketika Penegak Hukum Bersepakat Lindungi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

 

Lokasi tambang emas liar di Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Seksi Wilayah III Manado, melimpahkan kasus tambang emas liar itu kepada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara, Senin (20/4/2020). Foto: Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi

 

Yazid menambahkan, meski di tengah pandemi COVID-19, Ditjen Gakkum LHK tetap berkomitmen untuk terus mengawasi dan menegakkan hukum atas kegiatan yang merusak lingkungan hidup dan kehutanan, terutama di dalam kawasan konservasi seperti TN Bogani Nani Wartabone, dengan mengedepankan ketentuan dari Kementerian Kesehatan terkait pencegahan penyebaran COVID-19.

“Saya sudah meminta kepada penyidik untuk melaksanakan tugas dengan profesional. Penindakan pelaku penambangan emas ilegal di kawasan taman nasional adalah komitmen Kementerian LHK untuk menjaga dan melindungi kawasan hutan dari kegiatan ilegal,” kata Yasid.

Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Gakkum mengapresiasi upaya hukum ini, yang tetap dilakukan di tengah kondisi pandemi COVID-19.

“Di tengah pandemi COVID-19, Ditjen Gakkum tetap berkomitmen untuk terus mengawasi dan menegakkan hukum atas kegiatan yang merusak lingkungan hidup dan kehutanan, terutama di dalam kawasan konservasi seperti TN Bogani Nani Wartabone, dengan mengedepankan ketentuan dari Kementerian Kesehatan terkait pencegahan penyebaran virus corona,” katanya.

baca juga : Memperkuat Penegakkan Hukum di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Bagaimana Caranya?

 

Barang bukti penambangan emas liar di TN Bogani Nani Wartabone. Tambang emas ilegal merusak ekosistem hutan yang didiami ratusan spesies satwa dan tumbuhan, termasuk tiga spesies endemik seperti anoa, babi hutan dan burung maleo. Foto : Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi

 

Telah Berlangsung Lama

William D. Tengkar, Kepala Seksi Wilayah III Manado Balai Gakkum Wilayah Sulawesi, menyatakan aktivitas tambang liar sebenarnya telah berlangsung sejak taman nasional ini didirikan pada tahun 1991 lalu dan upaya penegakan hukum terus dilakukan.

Dari penelusuran Mongabay di pemberitaan media, pada tahun 2012 pernah ada kasus serupa di mana diidentifikasi terdapat sekitar 1.000-an penambangan liar yang beroperasi di sejumlah lokasi tambang Toraut, Pusian, dan Tambun di Kecamatan Dumoga, dan di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo.

Menurut Willy, selain tambang emas, ancaman utama di taman nasional ini adalah perburuan liar. Beberapa satwa endemik yang bisa ditemukan di kawasan ini berupa anoa, babi rusa dan burung maleo. Selain diperjualbelikan, satwa-satwa ini diburu untuk kebutuhan konsumsi.

“Masyarakat di sini memiliki kebiasaan untuk konsumsi satwa-satwa liar, ini juga terus kita edukasi, tidak sekedar penegakan hukum,” katanya.

TN Bogani Nani Wartabone (TNBNW) sendiri merupakan taman nasional darat terbesar di Sulawesi, dengan luas 282.008,757 hektare. Namun, ada perubahan fungsi dan peruntukan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 325 tahun 2010.

menarik dibaca : Satwa Misterius Sulawesi Terpantau di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

 

Camp penambang di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Foto: Sapariah Saturi/Mongabay Indonesia

 

Perubahan fungsi tersebut berupa hutan produksi terbatas (HPT) seluas 15.012 hektare, hutan produksi (12 hektare), dan areal penggunaan lain (167 hektare). Perubahan fungsi kawasan hutan lain menjadi kawasan taman nasional yaitu hutan produksi menjadi taman nasional seluas 1.831 hektare, hutan lindung menjadi taman nasional seluas 8.146 hektare, dan hutan produksi terbatas menjadi taman nasional seluas 462 hektare. Hal ini yang membuat luasan TNBNW berubah yang semula 287.115 hektare menjadi 282.008,757 hektare.

TNBNW sebelumnya bernama Taman Nasional Dumoga Bone, penggabungan dari Suaka Margasatwa Dumoga (93.500 hektar), Cagar Alam Bulawan (75.200 hektar), dan Suaka Margasatawa Bone (110.000 hektar). Kawasan ini ditetapkan sebagai TNBNW pada 18 November 1992, melalui surat keputusan Menteri Kehutanan saat itu. Nama taman nasional ini sendiri diambil dari nama Nani Wartabone, Pahlawan Nasional Indonesia asal Gorontalo.

Selain memiliki kekayaan flora dan fauna, taman nasional Bogani Nani Wartabone juga memiliki potensi wisata alam seperti air terjun, sumber air panas, gua batu dan stalaktit Hungayono, habitat burung maleo di Hungayono, dan panorama alam (landscape view) di Bukit Peapata.

Di taman nasional ini teridentifikasi terdapat 125 jenis burung, 24 jenis mamalia, 23 jenis amfibi dan reptil, serta 289 jenis pohon. TNBNW juga memiliki habitat bagi flora endemik seperti cempaka, palem matayangan, dan nantu. Namun, yang lebih terkenal di kawasan ini adalah tiga spesies kunci, yaitu burung maleo, anoa, dan babi rusa.

baca juga : Bogani Nani Wartabone yang Bukan Taman Nasional Biasa…

 

Barang bukti penambangan emas liar di TN Bogani Nani Wartabone diamankan petugas. Tambang emas ilegal telah berlangsung lama melibatkan masyarakat dengan dukungan pemo dal besar menggunakan peralatan berat seperti ekskavator. Foto : Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi

 

Penegakan Kasus Lingkungan Hidup di Wilayah Sulawesi

Menurut Dodi, dalam waktu 2 bulan terakhir ini Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi telah menyelesaikan 10 dari 18 kasus tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan yang ditangani.

“Walaupun kondisi yang wabah COVID-19, dengan tetap menjaga diri sesuai instruksi menteri KLHK dalam menjalankan tugas, kami berharap kerja nyata dan kerja cerdas, cepat, tetap, tuntas, kontinyu dan konsisten dengan tetap memang prinsip berintegritas baik, profesional, responsif, dan kolaboratif,” tambahnya.

Sepanjang tahun 2019 sendiri, Gakkum KLHK Sulawesi telah menangani 40 kasus. Sebanyak 33 kasus telah P21 dan tahap 2, sementara 8 kasus penyidikan diselesaikan tahun 2020.

Sementara untuk tahun 2020 terdapat 18 kasus yang ditangani, di mana 10 kasus di antaranya telah P21 dan 8 kasus masih dalam proses penyidikan, meliputi tindak pidana Illegal logging, penggunaan kawasan secara tidak sah berupa perkebunan tanpa ijin, pertambangan Ilegal, perdagangan satwa, kasus perusakan lingkungan hidup dan pencemaran lingkungan.

Sebagian besar kasus berupa illegal logging, perdagangan satwa liar, dan perambahan hutan.

“Kami berkomitmen terus mengupayakan pencegahan dan pemberantasan perusakan lingkungan hidup dan kehutanan, termasuk kegiatan yang dapat merusak kawasan hutan,” tegas Dodi.

 

 

 

Exit mobile version