- Musang Sulawesi [Macrogalidia musschenbroekii] yang merupakan satwa misterius, kehadirannya diketahui di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone [TNBNW] dan dirilis di Jurnal Oryx.
- Musang sulawesi disebut misterius karena informasinya sangat minim.
- Hasil kamera jebak yang dipasang WCS Indonesia Program menunjukkan, sejak 2016 ditemukan sejumlah lokasi utama musang sulawesi di hutan primer, hutan sekunder, bahkan terpantau di kebun warga.
- Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai musang sulawesi karena informasinya yang sangat minim.
Musang sulawesi [Macrogalidia musschenbroekii], yang merupakan satwa karnivora endemik Sulawesi perlahan terdeteksi keberadaannya. Satwa yang disebut misterius itu terekam kamera di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone [TNBNW] dan di kawasan Cagar Alam Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara.
“Kenapa disebut masih misteri? Karena informasinya sangat minim. Selain itu, keberadaannya di kawasan TNBNW sulit dijumpai. Namun sejak tiga tahun terakhir, kehadirannya berhasil diketahui melalui kamera jebak [camera trap],” jelas Iwan Hunowu, peneliti dari WCS-Indonesia Program untuk Sulawesi, akhir Desember 2019.
April 2019, Balai TNBNW bekerja sama dengan EPPAS Project dan WCS-Indonesia Program, merilis temuan musang sulawesi di Gunung Poniki yang didapat melalui kamera jebak. Meningkatnya perjumpaan ini sekaligus memberi informasi bahwa satwa ini tidak selangka yang diperkirakan sebelumnya.
“Fakta menunjukkan musang sulawesi benar-benar ada di kawasan TNBNW, yang selama ini sulit dijumpai,” ujar Iwan.
Baca: Kamera Penjebak Kembali Mendeteksi Keberadaan Musang Sulawesi
Pertengahan Desember 2019, jurnal internasional berbasis di Cambridge, Inggris, merilis hasil temuan musang sulawesi itu. Jurnal tersebut ditulis langsung Iwan Hunowu dan Alfons Patandung yang menjelaskan hasil survei yang mereka lakukan di seluruh Sulawesi Utara. Fokus utamanya di dua kawasan konservasi yaitu TNBNW dan Cagar Alam Tangkoko.
“Sebenarnya sudah ditulis sejak 2016, namun baru diterbitkan pada 2019 oleh Oryx Journal. Sebelumnya pada 2003, saya juga menulis musang sulawesi di jurnal yang sama, namun lokasi berbeda, di Sulawesi Tenggara,” kata Iwan kepada Mongabay.
Baca: Bogani Nani Wartabone yang Bukan Taman Nasional Biasa…
Publikasi tersebut, menurut Iwan, membutuhkan waktu lama karena harus mendapat masukan para ahli. Di Sulawesi sendiri ada tiga jenis musang, namun dua di antaranya bukan berstatus endemik melainkan spesis introduksi, yaitu Malay Civet atau musang melayu [Viverra tangalunga] dan Palm Civet atau musang palem [Paradoxurus hermaphrodites]. Sementara yang khas hanyalah Sulawesi Civet atau musang sulawesi.
“Hasil survei kami menemukan keberadaan musang sulawesi lebih banyak di hutan primer ketimbang hutan sekunder. Bahkan, ada juga di kebun warga,” ujarnya.
Berdasarkan jurnal yang ditulis Iwan Hunowu dan Alfons Patandung, disebutkan bahwa musang sulawesi berstatus Rentan [Vulnerable] dalam Daftar Merah IUCN, karena dugaan menurunnya populasi yang dipicu berkurangnya hutan primer. Selain itu, tidak ada data berapa jumlah populasi terkini yang dapat dijadikan rujukan, disebabkan kurangnya survei di lokasi potensial.
Survei yang dilakukan WCS tersebut merekam 13 kali kehadiran musang sulawesi di delapan lokasi di TNBNW, baik di dalam kawasan maupun di luar.
“Ciri khasnya memiliki cincin-cincin putih bagian ekor. Satwa ini juga termasuk nokturnal, mungkin inilah yang membuat musang sulawesi jarang dijumpai. Justru yang sering terpantau musang melayu,” ungkap Iwan.
Meski demikian, pada Maret 2018, tim patroli Balai TNBNW pernah menemukan musang sulawesi terperangkap jerat yang dipasang warga. Biasanya, jerat tersebut untuk menangkap babi hutan, namun satwa yang terperangkap bisa apa saja: anoa, musang, bahkan burung maleo. Faktor ini yang membuat musang sulawesi rentan terhadap ancaman, selain berkurangnya hutan primer yang merupakan habitat alaminya.
TNBNW, selain rumahnya musang sulawesi, merupakan tempat hidupnya satwa-satwa endemik Sulawesi, seperti dua jenis anoa [Bubalus depressicomis dan Bubalus quarlessi], dua jenis monyet [Macaca nigra dan Macaca nigrescens], babirusa sulawesi [Babyrousa celebensis], maleo [Macrocephalon maleo], dan julang sulawesi [Rhyticeros cassidix].
TNBWN adalah kawasan konservasi darat terluas di Sulawesi, mencapai 282.008,757 hektar, yang berada di dua provinsi yaitu Sulawesi Utara dan Gorontalo.
“Masih banyak penelitian yang harus dilakukan untuk mengidentifikasi musang sulawesi ini. Kebutuhan saat ini adalah survei populasi,” papar Iwan.