Mongabay.co.id

Rimba Keratung, Hutan Larangan di Desa Serdang yang Tidak Terjamah Perkebunan

 

 

Rimba Keratung merupakan kawasan hutan tersisa di Desa Serdang, Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Desa Serdang yang luasnya 26.000 hektar, didominasi perkebunan karet, lada, dan sawit. Mengapa Rimba Keratung yang luasnya 23 hektar dan berada di kawasan hutan produksi [HP] tidak terjamah perkebunan?

“Mendengar Rimba Keratung saja sudah takut. Jangankan untuk masuk dan mengambil hasil hutannya, mematahkan ranting pohon saja kami tidak berani. Akan ada teguran berupa sakit atau demam dalam waktu yang lama. Rimba Keratung itu hutan larangan bagi kami,” kata Iskandar, warga Desa Serdang kepada Mongabay Indonesia melalui telepon, Sabtu [26/4/2020].

Berdasarkan penuturan masyarakat setempat, dahulu Rimba Keratung digunakan sebagai tempat mengurung makhluk gaib yang mengganggu warga Desa Serdang. “Oleh para tetua desa, makhluk tersebut diusir dan dikurung di Rimba Keratung. Akhirnya seluruh warga desa dilarang dan takut untuk masuk ke hutan tersebut,” kata Matro, petani lada yang kebunnya berdekatan dengan Rimba Keratung.

Baca: Dampak Radioaktif Tambang Timah, Masyarakat Bangka Rentan Terpapar Corona?

 

Pohon meranti berumur ratusan tahun di hutan Rimba Keratung di Desa Serdang, Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Matro merupakan generasi ke empat di desa tersebut. Dia satu-satunya warga Desa Serdang yang mempunyai “kelekak” dekat Rimba Keratung yang kini dijadikannya sepetak kebun lada.

“Kelekak” merupakan istilah masyarat Bangka yang berarti sebidang tanah yang ditanami sengaja atau tidak oleh orangtua zaman dahulu dengan beragam pohon penghasil buah [tumbuhan khas daerah]. Kepemilikannya, bisa pribadi [garis keturunan tertentu] maupun bersama [milik orang banyak dalam satu kampung atau gabungan beberapa kampung].

“Kami sekeluarga sudah sering beraktivitas di sekitar hutan Rimba Keratung. Sekitar 10 tahun lalu, saya sering melihat rusa [rusa sambar], kijang, pelanduk serta beragam jenis burung. Tetapi, sekarang sudah tidak pernah terlihat lagi, hanya ratusan kawanan beruk yang sering terlihat,” kata Matro.

Berbagai jenis pohon yang mulai sulit dijumpai di Pulau Bangka juga masih ada di hutan Rimba Keratung. Misalnya nyatoh [Palaquium rostratum], melangir atau meranti merah, ulin [Eusideroxylon zwageri Teijsm & Binn], puspa [Schima wallichii], pelawan [Tristaniopsis merguensis Griff], gaharu [Aquilaria malaccensis] dan menggeris atau sialang [Koompassia excels]. Serta rotan manau [Calamus manan Miquel].

Baca: Saat Air Kolong Jadi Andalan Masyarakat Bangka

 

Foto arial hutan Rimba Keratung. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Coba dirambah

Meskipun ditakuti masyarakat Desa Serdang, tapi sejumlah orang coba merambah Rimba Keratung. Para pelakunya, warga luar desa, yang merupakan penebang liar ini tidak takut, meskipun ada yang sakit setelah mencuri kayu.

“Beberapa tahun lalu, ada orang dari luar Desa Serdang yang berani menebang satu pohon gaharu yang mempunyai getah dengan nilai jual lumayan mahal. Tetapi, orang tersebut meninggalkan pohon gaharu yang sudah ditebangnya di tengah hutan dan tidak pernah kembali. Kabarnya, orang tersebut sakit parah tanpa penyebab yang jelas,” kata Saem, Ketua Adat Desa Serdang.

Baca juga: Mentilin, Fauna Identitas Bangka Belitung yang Terancam Punah

 

Sepetak kebun lada milik Matro, warga Desa Serdang yang berbatasan dengan Rimba Keratung. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Sumber mata air

Dilarangnya masyarakat Desa Serdang untuk mengambil hasil hutan Rimba Keratung bukan tanpa alasan. Di hutan ini terdapat sumber mata air dari Sungai Keratung yang tidak pernah kering meskipun kemarau panjang. Airnya dimanfaatkan warga setempat untuk mengaliri sekitar 900 hektar sawah di Desa Serdang, serta digunakan sebagai sumber mata air baku.

“Mungkin maksud tetua terdahulu melarang kami untuk merusak hutan atau menebang pohon adalah agar mata air Sungai Keratung tetap terjaga sepanjang tahun. Tidak terbayangkan kalau mata air itu kering, ratusan hektar sawah Desa Serdang juga kering bahkan gagal panen, dan kami tidak punya lagi sumber mata air sejernih Rimba Keratung,” kata Agus Salim, petani sawah di Desa Serdang.

 

Aliran air Sungai Keratung. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Senada, Iskandar selaku petani lada Desa Serdang bersyukur dengan adanya Rimba Keratung. “Meski terdengar menakutkan, Rimba Keratung telah memberi berkah bagi warga sekitar Desa Serdang, tidak terbayangkan kalau rusak bahkan hilang, air pasti susah,” katanya.

Sungai Keratung membelah hutan Rimba Keratung, aliran air jernihnya mengalir hingga ke Sungai Gusung dan bermuara di Selat Bangka. Jika beruntung di bulan-bulan tertentu, di sepanjang aliran Sungai Keratung muncul ikan seluang.

 

Aliran Sungai Keratung yang menjadi sumber mata air baku dan mengaliri ratusan hektar sawah di Desa Serdang. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

“Tidak menentu juga, tetapi saya pernah melihatnya saat mulai memasuki musim penghujan. Jumlahnya tidak terhitung, mungkin ribuan. Baru kali itu saya melihat kawanan ikan seluang sebanyak itu. Kalau di sungai lainnya, ikan seluang sudah sangat jarang ditemui,” kata Matro.

Matro juga mengatakan, selain ikan seluang, warga setempat kerap kali mendapat ikan baung, gabus dan keli [lambat]. “Biasanya saat musim penghujan warga Desa Serdang mancing di sejumlah anak Sungai Keratung. Ikan baung dan gabus paling sering didapat, lumayan untuk tambahan lauk di rumah” ujarnya.

 

Kondisi Rimba Keratung yang bebas ancaman perkebunan sawit maupun karet skala besar. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Bukan hutan lindung

Meskipun masyarakat memahami hutan Rimba Keratung sebagai kawsan lindung, tapi Rimba Keratung masuk dalam kawasan hutan produksi [HP] Serudu dengan luasan 1.749,97 hektar.

“Di Kabupaten Bangka Selatan, berdasarkan data di peta kami, kawasan lindung hanya terdapat di Lubuk Besar. Sedangkan di Desa Serdang adanya hutan produksi Serudu, mungkin warga setempat menamainya Hutan Lindung Keratung. Hutan produksi juga masuk kawasan yang dilarang kalau tidak ada izin,” kata Marwan, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kepada Mongabay Indonesia melalui telepon, Sabtu [25/4/2020].

 

Pohon Nyatoh yang merupakan flora identitas Bangka Belitung tumbuh di hutan Rimba Keratung di Desa Serdang. Foto: Nopri IsmiMongabay Indonesia

 

Marwan menyatakan, Rimba Keratung dapat masuk dalam beberapa skema yang sudah disiapkan sebelumnya. “Bisa masuk dalam skema perhutanan sosial, bisa hutan kemasyarakatan, kita berikan kelompok masyarakat untuk mengelola potensi kawasan hutan. Bisa juga menjadi hutan adat, tetapi syaratnya harus ada lembaga adat dulu,” lanjutnya.

Di Kabupaten Bangka Selatan, menurut data Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2018, tutupan lahan kritis di kawasan hutan lindung seluas 718,24 hektar. Begitu pula tutupan lahan kritis di kawasan produksi adalah 3.010,68 hektar.

“Keadaan tersebut menunjukkan, terus terjadi alih fungsi kawasan hutan, terutama untuk perkebunan monokultur skala besar seperti sawit dan kegiatan pertambangan,” kata Jessix Amundian, Direktur Walhi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kepada Mongabay Indonesia, Sabtu [25/4/2020].

 

Bentang Alam Desa Serdang yang terbebas dari penambangan timah, namun tidak dengan perluasan perkebunan monokultur skala besar yang mulai berkembang. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Masih menurut Jessix, sudah seharusnya pemerintah daerah mengembalikan fungsi lindung dari keberadaan Rimba Keratung, yang oleh masyarakat setempat secara turun temurun difungsikan sebagai hutan larangan.

“Kearifan masyarakat lokal tentunya didasari pengetahuan masa lalu terkait fungsi ekologi Rimba Keratung sebagai kawasan penyangga dan penjaga keseimbangan ekosistem setempat. Rimba Keratung juga mempunyai fungsi ekonomi bagi keberlanjutan dan ketahanan pangan, serta episentrum titik keseimbangan lingkungan di wilayah tersebut,” tegasnya.

 

 

Exit mobile version