Mongabay.co.id

Begini Tantangan Konservasi Terumbu Karang di Saat Pandemi

 

Upaya pelestarian terumbu karang menghadapi tantangan ganda selama pandemi COVID-19 ini. Keberlanjutan pengamatan dan ancaman pemutihan (bleaching). Di sisi lain, perawatan dan monitoring harus terus berjalan agar karang yang baru tumbuh, bisa bertahan hidup.

Mongabay Indonesia menghubungi aktivis lingkungan di empat titik restorasi karang di Pulau Bali. Di selatan ada Nusa Dua Reef Foundation, di utara ada Yayasan Karang lestari, timur laut ada Yayasan LINI, dan di timur Bali ada Organisasi Pemandu Selam Tulamben (OPST).

Nyoman Suastika, pendiri OPST dan tokoh pemandu selam lokal di pusat wisata penyelaman Tulamben, Kabupaten Karangasem merasa gundah. Sejak Maret, masa karantina pembatasan aktivitas dimulai, ia belum bisa menyelam lagi untuk mengamati dan merawat struktur-struktur transplantasi karangnya di sejumlah titik penyelaman.

Pantai dan aktivitas penyelaman ditutup. Sementara ia sudah melihat ada pemutihan di sejumlah karang. “Aktivitas penyelaman tidak ada, perusakan karang minim. Tapi cuaca panas pasti berpengaruh pada karang, suhu air naik, dan kemungkinan bleaching. Sayangnya tak bisa diving ngecek langsung,” sebutnya dihubungi Jumat (8/5/2020). Ia mengatakan suhu air laut mencapai 30-31 derajat celcius.

baca : Bangkai Kapal Liberty, Ikon Bawah Laut Tulamben Yang Makin Rapuh

 

Seorang penyelam sedang menikmati bangkai kapal (shipwreck) di perairan Tulamben, Bali. Foto : wandernesia.com

 

Masalah yang sudah terlihat di permukaan adalah sampah kiriman di pesisir saat angin kencang, dan sedimentasi dari kaki gunung terbawa hujan pada awal tahun sampai Februari lalu. Ikan-ikan yang banyak ditemui di perairan Tulamben adalah kakaktua. Suastika rajin merekam kondisi bawah laut Tulamben untuk memantau struktur rangka besi, fishdome, dan struktur lain yang ditransplantasikan karang.

Pada 25 April, OPST mendapat bantuan empat set pakaian selam dan alatnya dari Coral Reef Alliance dan Reef Check. Alat selam ini akan digunakan untuk monitoring dan pelatihan untuk regenerasi anak-anak muda Tulamben.

OPST membuat gerakan Tulamben Guardian, salah satunya menghimbau penyelam mengambil patahan karang yang ditemuinya untuk material transplantasi. Salah satu cara pendanaan mandiri dengan membuat toko penjualan merchandise.

Saat ini, Suastika menyebut lebih dari 50 anggota OPST sudah tak bisa bekerja, demikian juga puluhan ibu-ibu penjaja jasa pembawa tabung oksigen. Ia sendiri sibuk dengan kegiatan sosial seperti disinfektan kampung, mengangkut sampah ke TPST, dan mengurus administrasi penduduk karena terpilih jadi kepala dusun.

baca juga : Inilah Hukuman Berat yang Membuat Jera Perusak Terumbu Karang di Bali. Seperti Apa?

 

Kegiatan monitoring organisasi pemandu selam di Tulamben merekam keanekaragaman hayati bawah laut. Foto: OPST

 

Dari Desa Les, Tejakula, Kabupaten Buleleng ada hasil monitoring Yayasan LINI yang memiliki pusat pelatihan budidaya ikan hias dan rehabilitasi terumbu karang. Nyka, salah seorang staf LINI sedang monitoring pertumbuhan karang sejak 2019 lalu.

Saat musim hujan, karang bertahan hidup dari sedimentasi ketika sungai membawa material dari bebukitan ke laut. Populasi ikan juga sedang diobservasi, sejauh ini fluktuatif tergantung cuaca. “Pemutihan ada tapi belum banyak karena sekitar Desember-Januari temperatur di kedalaman 9-11 meter sampai 31 derajat,” ujar perempuan muda ini.

Aktivitas penyelaman di perairan Les tak sepadat Tulamben. Selama pandemi ini, para nelayan mencari ikan hias juga libur karena tak ada permintaan. Warga kini mencari ikan untuk konsumsi salah satunya dengan cara spearfishing.

LINI juga menyimpulkan upaya menurunkan artificial reefs berbagai bentuk tanpa transplantasi karang menunjukkan hasil. Sejak Agustus sampai April 2020 ini sudah nampak karang alami tumbuh di kluster pengamatan. “Artificial reefs bisa menumbuhkan karang sendiri. Sampai April sudah cukup banyak, satu reef ada rekrutmen belasan dan puluhan karang, tiap bulan ada penambahan,” seru Nyka.

baca juga : Kisah Kearifan Lokal Desa Les Melestarikan Terumbu Karang Buleleng

 

Terumbu karang Desa Les, Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Perasaan tidak karuan juga dirasakan Komang Astika dari Yayasan Karang Lestari yang melaksanakan program biorock di pesisir Pemuteran, Kabupaten Buleleng, Bali Utara.

Pertama, bisnis pariwisata mati padahal program biorock terintegrasi dengan ekowisata bawah laut. Kedua, sudah nampak ada pemutihan di sejumlah karang. Ketiga, patroli laut tradisional yang ikonik di kawasan ini disebut Pecalang Laut juga vakum karena perlu biaya transportasi yang cukup.

Pemuteran adalah kisah masa lalu ketika pariwisata terpuruk dan ekonomi warga sekitar ambruk akibat metode penangkapan ikan yang tidak ramah lingkunan, polusi limbah, dan perilaku wisata yang tak bertanggung jawab. Namun kini beranjak pulih, salah satunya program berkelanjutan biorock dalam upaya pelestarian terumbu karangnya.

Halnya pesisir lain, penyelaman juga ditutup kecuali untuk monitoring. Restorasi terumbu karang masih dibuka, karena perlu pemeliharaan. Nelayan tradisional masih bisa mencari ikan dengan memancing. “Warga kembali ke laut lagi. Pariwisata terpuruk seperti krisis moneter 1999-2000 dulu,” ujarnya.

Jika warga masih menggunakan cara tradisional, menurutnya penangkapan ikan bisa dikontrol. Namun ia berharap kondisi ekonomi dan pariwisata membaik agar tak kembali ke masa lalu seperti illegal fishing yang membuat kondisi pesisir buruk. “Khawatir karena sudah akhir musim hujan. Masih ada stok makanan. Kalau terlalu lama apa yang bisa dimakan,” tanya Astika. Ia juga mengantisipasi soal pendanaan dalam perawatan karang ini jika pandemi berlanjut.

Kondisi suhu air laut terakhir sekitar 30-31 derajat celcius dan ia sudah membaca ada peringatan dampak pemanasan global. Astika berharap area restorasi sekitar dua hektar, terus meluas dengan tutupan karang dan penambahan struktur karena tak semua karang mampu bertahan hidup. Karena itulah mereka menghelat Pemutaran Bay Festival, dengan atraksi penurunan struktur karang baru tiap tahunnya.

Maraknya pengeboman ikan terjadi pada 2000. Komunitas Karang Lestari memulai perlindungan area konservasi karang, dan mendorong penghentian penangkapan ikan yang merusak seperti pengeboman dan penggunaan sianida. Dua ahli Prof. Wolf Hilbertz dan Dr. Tom Goreau mendampingi implementasi biorock untuk mempercepat pertumbuhan karang dengan bantuan listrik. Ancaman alami bagi terumbu karang di antaranya cuaca, badai topan yang memecahkan karang, dimakan predator ikan karang, mahkota berduri, dan drupelas.

baca juga : Indahnya Biorock Barong dan Rangda, Penghias Bawah Laut Pemuteran

 

Struktur biorock Barong dan Rangda di bawah laut di perairan Teluk Pemuteran, Gerokgak, Buleleng, Bali. Foto : Yayasan Karang Lestari

 

Sedangkan Pariama Hutasoit dari Nusa Dua Reef Foundation juga berusaha terus melakukan perawatan taman karangnya di ujung Selatan Bali ini.

Ia menggunakan model Mars Assisted Reef Restoration System (MARRS), sebuah sistem restorasi karang dengan menggunakan struktur terumbu buatan yang disebut Reef Stars. Yakni struktur besi berlapis pasir berbentuk heksagonal dengan fragmen karang yang diikat ke strukturnya.

Restorasi terumbu karang model ini memerlukan waktu 3-5 tahun untuk memperlihatkan hasilnya. Selain sampah plastik yang nyangkut di karang dan biota perusak lainnya, ia juga menilai perlu kajian ahli untuk dampak reklamasi pelabuhan Benoa terhadap kualitas air dan sedimentasi.

Tantangan untuk kelangsungan hidup terumbu karang yang direstorasi lainnya adalah ketersediaan bibit karang sehat dan dukungan pengusaha hotel di sekitar pesisir Nusa Dua untuk pendanaan berkelanjutan. Jenis-jenis karang yang ditransplantasi ada 28 spesies dari 8 genus, yakni Acroporasp, Pocillopporasp,Turbinariasp, Psammocorasp, Stylophora sp, Echinopora sp, Favites sp, dan Montipora sp.

 Lokasi restorasi ada dua, depan The St. Regis Bali Resort dengan struktur reef stars sebanyak 271, berisi fragmen bibit karang 4065 buah. Berikutnya di depan Sofitel Bali Nusa Dua. Totalnya 841 struktur dengan 12.615 bibit karang di area sekitar 600 m2. Pengembangan Coral Nursery di lokasi dangkal The St. Regis Bali untuk mencari solusi masalah sampah dan kualitas air, perawatan, dan monitoring.

perlu dibaca : Indahnya Transplantasi Karang di Nusa Dua Coral Garden

 

Perawatan di Nusa Dua Coral Garden yang menunjukkan perkembangannya. Foto: Pariama Hutasoit/NDRF

 

Keanekaragaman hayati dan masalahnya

Rony Megawanto dalam Webinar Omnibus Law dan Sumberdaya Hayati Laut, 27 April 2020 yang dihelat Mongabay dan Yayasan Kehati memaparkan masalah-masalah di ekosistem pesisir dan konteksnya dengan draft super regulasi Omnibus Law pada isu perikanan.

Kehati adalah lembaga nirlaba yang menyalurkan dan hibah bagi kelestarian keanekaragaman hayati berkelanjutan.

Kondisi ekosistem pesisir menurut LIPI 2018 menyebutkan, penyebab kerusakan terumbu karang karena bom, penambangan karangan, dan lainnya. Kondisinya 36% buruk, cukup 34%, baik 23%, dan sangat baik 6%.

Sementara kondisi padang lamun dominan kurang sehat 80%, tidak sehat 15%, dan baik 5%. Penyebab kerusakan adalah sedimentasi, pencemaran, dan lainnya.

Kondisi mangrove menurut Kemenko Perekonomian 2017 juga sebagian rusak. Dari 3 juta hektar, 52% rusak dan 48% baik. Penyebabnya konversi jadi tambak, pengambilan kayu mangrove, dan lainnya.

Di Bali ada BUMN yang mereklamasi Tahura Mangrove sampai rusak sekitar 17 hektar. Mongabay Indonesia sudah menurunkan artikel terkait ini secara berkelanjutan.

Tekanan yang menambah beban pesisir adalah sebagian besar kapal penangkapan ikan didominasi kapal kecil tak bisa sampai ke laut lepas atau ZEE. Hanya hampir 4% di atas 10 GT. “Ini tekanan besar pada pesisir terutama tempat terumbu karang dan lamun,” ujar Rony.

Penyebab kemiskinan nelayan di antaranya penangkapan berlebih, keterbatasan modal, keterampilan, dan fluktuasi musim penangkapan. Menurut riset Sutomo dan Marheni 2015, nelayan miskin Indonesia sebanyak 24%.

 

Seorang penyelam sedang mengamati terumbu karang buatan yang ditanam di perairan Nusa Dua, Bali. Terumbu karang buatan ditanam sebagai usaha restorasi kawasan perairan Nusa Dua yang rusak karena penambangan terumbu karang. Foto : Nusa Dua Reef Foundation (NDRF)

 

RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) disebut obesitas regulasi, dalam isu perikanan ada rancangan penyederhanaan perizinan untuk menciptakan lapangan kerja sebesar-besarnya. Omnibus Law adalah teknik legislasi yang mengintegrasikan beberapa Undang-undang (UU), terdiri dari 11 kluster, 15 bab, dan 174 pasal.

“Definisi nelayan kecil di Omnibus Law tak disebutkan indikatornya, sementara max 5 GT di UU Perikanan dan Perlindungan Nelayan 10 GT. Kita membayangkan akan sulit memetakannya,” jelas Rony soal masalah di RUU ini. Hanya disebutkan definisi nelayan kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.

Nelayan kecil saat ini tak perlu izin, bisa menangkap hampir di mana saja kecuali wilayah konservasi. Jika tak ada indikator mana nelayan kecil dan besar, nelayan besar bisa dapat keistimewaan ini dan jadi potensi konflik.

Kedua, penyederhanan perizinan. Ada 3 izin dalam perikanan tangkap yakni Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Dalam Omnibus Law, ketiganya dihapus diganti Perizinan Berusaha. Hal ini menurutnya harus diatur di PP agar lebih detail. Izin menurutnya dalam rangka pengendalian bukan sumber pendapatan negara, jadi harus rigid.

Masalah ketiga, resentralisasi. Semua perizinan berusaha hanya akan dikeluarkan pemerintah pusat. Sementara saat ini berjenjang, ada kewenangan kabupaten dan provinsi selain pusat.

Dia merekomendasikan investasi yang dibutuhkan adalah investasi pada perbaikan stok ikan terutama zona merah. Kedua, perbaikan ekosistem, termasuk peningkatan pengelolaan kawasan konservasi perairan. Investasi pada pemberatasan Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUUF) penting terus dilakukan.

Selanjutnya investasi pada penggunaan alat yang ramah lingkungan. Juga investasi pada transformasi nelayan, agar makin banyak yang bisa menangkap di laut lepas dan ZEE, sehingga mengurangi tekanan pada pesisir.

 

Exit mobile version