Dua buah foto diunggah di sebuah page Facebook pada 8 September 2016. Terlihat gugusan terumbu karang di bawah laut dicoret dalam huruf Cina dan sebuah nama dalam bahasa latin.
Dalam waktu cepat postingan jasa dive guide OK Divers ini menyebar. Hingga 20 September sudah di-share hampir 5700 kali dan dikomentari 800-an akun.
Admin akun ini menambahi keterangan foto seperti ini. “Dear All, today we took these photos of a coral destroyed by careless divers…Like many of you, we believe that their dive guide should have known better than to let them do this and we will try to find out who it was. Nonetheless, the diver has come forward, they are truly sorry. Even though it won’t help the coral, we appreciate their honesty and believe they have learned a lesson they will never forget. We at OK Divers understand better than most, how frustrated many of you are to have seen this, however – we do ask you not to see it as a problem of race, color or nationality and refrain from racist comments and attacks. Instead think of what we all can do to prevent such things from happening and how we can protect the precious underwater world. Thank you all!”
Postingan ini juga beredar di kalangan pengusaha travel agent dan wisata bahari Bali. Termasuk Ida Bagus Agung Partha, Chairman Bali Tourism Board (BTB / Gabungan Industri Pariwisata Indonesia / GIPI). “Bayangkan, kalau satu share saja dilihat 1000 orang kan sudah ke mana-mana, buat citra buruk wisata bawah laut Bali,” kata pria pengusaha jasa wisata bahari seawalker di Sanur ini.
Selain di Facebook, juga tersebar di media sosial lain seperti Instagram. Kecepatan penyebaran ini memancing beragam kecaman.
Seperti halnya kasus terlukanya seekor hiu akibat mesin kapal di perairan Nusa Penida yang divideokan netizen. Demikian juga vandalism ini. Suara gemuruh netizen menerobos kerumitan birokrasi membuat keputusan.
Beberapa hari setelah postingan itu, dimulailah sejumlah pertemuan difasilitasi pihak pengelola pesisir seperti Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Dinas Kelautan dan Perikanan, organisasi konservasi, dan lainnya. Apa yang harus dilakukan, untuk hukuman dan mencegah ini terulang?
Sejumlah pihak menyepakati sanksi tegas yang dijatuhkan untuk perusak atau pelaku vandalism pada terumbu karang di perairan Bali. Hukumannya adalah merehabilitasi lahan bawah laut sekitar satu hektar.
Hukuman ini harus dipenuhi dive operator yang membawa turis pelaku vandalisme. Operator ini juga BTB/ GIPI Bali dan ikut menadatangani kesepakatan tertulis ini pada pertemuan para pihak di kantor BTB, Senin (19/9/2016), Denpasar, Bali.
Rehabilitasi lahan bawah laut seluas satu hektar bukan hal mudah. Untuk sementara, sebagai parameter disepakati transplantasi karang yang harus disiapkan sebanyak 500 unit.
“Bisa bayangkan berapa yang dirugikan karena image buruk ini. Namun kita sepakat sanksi pembinaan. Berapa hektar yang diperbaiki, kalau uang kan gak jelas. Dia tertunduk lesu tapi mau gak mau,” kisah Agung Partha memaparkan alasan pemilihan sanksi ini dan respon guide serta dive operator yang fokus pada pasar wisatawan Cina ini.
Ia juga berharap dengan sanksi ini, hujatan dan stigma pada turis Cina mereda. Karena menurutnya tak semua wisatawan dari negeri tirai bambu ini demikian.
Pelaku dan guide serta pengusaha operator divingnya, berinisial MQ sudah membuat pernyataan maaf dan tak mengulangi. Disertai janji melakukan rehabilitasi terumbu karang yang akan dilakukan di lokasi penyelaman, perairan Nusa Penida.
BTB memberikan deadline Desember tahun ini. “Kita akan lakukan saat Nusa Penida Festival 8 Oktober. Dia akan menanggung penyeberangan 100 orang, makan, dan transpantasi karang. Bukan main biayanya,” ujar Agung.
Permana Yudiarso, Kepala Seksi Program dan Evaluasi Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia mengatakan jangan sampai kejadian pencoretan karang terulang lagi, apalagi mematahkan karang yang dapat ganggu pertumbuhannya.
“Butuh ratusan tahun agar karang tumbuh dengan baik dan memberikan manfaat bagi pariwisata. Pencegahan kerusakan, konservasi dan wisata bahari harus berjalan selaras dan sinergis,” serunya.
Ia menyebut sejak pertemuan awal, 13 september 2016 di Kantor BPSPL Denpasar, Dinas Kelautan dan Perikanan Bali, Kepala UPTD KKP Nusa Penida sepakat mencegah dan mengambil langkah-langkah konstruktif.
Kemudian dilanjutkan pertemuan yang difasilitasi BPSPL pada 15 September 2016, bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Bali, Dinas Peternakan Perikanan Dan Kelautan Klungkung, ketua Gahawisri Bali, Perkumpulan Penyelam Profesional Bali, PT. Jetwings, Coral Triangle Center, dan UPTD KKP Nusa Penida.Akhirnya, komitmen diteguhkan pada pertemuan yang difasilitasi oleh Gahawisri Bali Senin 19 September 2016 di Kantor BTB.
Gede Semadi, warga Nusa Penida, salah satu anggota joint patrol UPT Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida mengatakan penindakan hukum juga penting agar pelaku, operator, dan perusahaan kapok.
Semadi dan rekannya merasakan repotnya melakukan patroli rutin untuk memastikan keberlanjutan kawasan konservasi. Apalagi jika pelaku kejahatan di laut tak mendapat hukuman setimpal. Terakhir mereka memergoki sebuah kapal yang terindikasi melakukan pencurian ikan dengan meracun menggunakan kompresor.
Sementara I Nyoman Suastika, salah seorang pendiri Organisasi Pemandu Selam Tulamben di Kabupaten Karangsem mengatakan sanksi rehabilitasi lahan satu hektar cukup memberatkan dan memberi efek jera. Ia dan rekannya sesama pemandu wisata selam kerap mengingatkan penyelam untuk tak menginjak dan merusak karang.
Kawasan Konservasi
Nusa Penida termasuk wilayah administrasi Kabupaten Klungkung. Luas sekitar 20.300 hektar yang terdiri dari 3 pulau utama yaitu Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan. Nusa Penida memiliki garis pantai sekitar 70 km dari 90 km yang dimiliki oleh Kabupaten Klungkung.
KKP Nusa Penida meliputi kawasan seluas lebih 20 ribu hektar. Zona inti ditetapkan 120 ha, zona perikanan berkelanjutan hampir 17 ribu ha, dan zona budidaya rumput laut 464 ha. Juga ada zona pariwisata bahari sekitar 1200 ha, dan lainnya.
Diperlukan sedikitnya 26 kali pertemuan selama 2 tahun sebelum KKP disetujui di kawasan Nusa Penida. KKP Nusa Penida yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan serta Peraturan Bupati pada 2014 bertujuan mengelola perikanan dan pariwisata berkelanjutan serta perlindungan keanekaragaman hayati laut. Di dalam KKP diatur zona-zona seperti zona inti yang gunanya untuk melindungi tempat-tempat ikan berpijah dan bertelur sehingga zona ini sama sekali tidak boleh diganggu.
Sementara itu zona perikanan berkelanjutan diperuntukkan agar nelayan Nusa Penida tetap dapat menangkap ikan, dengan alat tangkap dan cara-cara yang ramah lingkungan. Menangkap ikan dengan cara merusak seperti bom dan potasium-sianida dilarang digunakan di dalam KKP Nusa Penida.
Ada zona wisata bahari khusus yang mengatur nelayan dan turisme seluas 900 ha. Mulai pukul 4 sore sampai 9 pagi jadi zona perikanan tradisional dan di luar waktu itu dimanfaatkan pengusaha diving.
Di Bali khusus ada zona suci, termasuk zona lainnya. Banyak kawasan pura sekitar pulau, dan di sekitarnya tak boleh ada aktivitas.
Sub zona budidaya rumput laut berpotensi menghasilkan 40-50 ton tiap 35 hari, dengan 2 jenis yang dibudidayakan. Namun kini harganya terus merosot sehingga menurunkan hasil panen dan semangat petani.