Mongabay.co.id

Pandemi dan Hari Lingkungan Hidup, Momen Benahi Habitat Hiu Paus di Botubarani

 

 

Setiap pagi, saat matahari bersinar, mata Fahri Amar tertuju ke laut. Ia menunggu kemunculan spesies ikan terbesar di dunia, hiu paus atau whale shark [Rhincodon typus]. Namun, yang dinanti tak kunjung tiba.

“Bulan Mei ini kemunculan hiu paus berbeda dengan tahun sebelumnya,” kata Fahri Amar kepada Mongabay Indonesia, awal Juni 2020.

Fahri adalah tenaga enumerator BPSPL [Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut] Makassar. Selain mendata kemunculan hiu paus dan kualitas air setiap hari, tugas lainnya adalah membantu kelompok masyarakat pengelola kawasan konservasi sekaligus memberi petunjuk interaksi dengan hiu paus kepada wisatawan.

Sebagaimana tempat lain, lokasi kemunculan hiu paus di Desa Botubarani, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, ditutup akibat wabah corona [COVID-19]. Namun, untuk pemantauan tetap dilakukan setiap hari, sejak 2016, upaya memadukan konservasi dan wisata minat khusus.

Mei 2020 ini, hasil pantauan Fahri menunjukkan perbedaan signifikan. Hanya sembilan hiu paus muncul ke permukaan.

Baca: Sejauh Ini, Tidak Ada Hiu Paus Betina di Gorontalo

 

Hiu paus yang terpantau di perairan Papua Barat yang sebagian besar merupakan jantan. Foto: Shawn Heinrichs/Conservation International

 

Sayuti Djau, peneliti dan akademisi dari Universitas Muhamadiyah Gorontalo mengatakan, hal penting yang perlu dipahami adalah hiu paus suka bermigrasi jarak jauh. Makanan utamanya plankton.

Di beberapa tempat, pengunjung yang melihat hiu paus harus mengeluarkan biaya tidak sedikit. Lokasinya jauh dari pemukiman pula. Melihat hiu paus merupakan wisata minat khusus untuk itu, sebaiknya wisatawan dibatasi.

“Jika kita bandingkan kondisi hiu paus di Gorontalo, lebih 50 persen berbanding terbalik. Perubahan habitat akibat aktivitas manusia merupakan ancaman terbesar terhadap hiu paus dan keanekaragaman hayati di sekitar,” ujarnya.

Menurut Sayuti, diperlukan pemahaman menyeluruh ke stakeholder atau para pihak terkait keberlanjutan habitat hiu paus di Desa Botubarani. Bahkan katanya, jika diamati empat tahun terakhir sejak tahun 2016, ada tiga kendala besar.

Pertama, petunjuk teknis yang rinci untuk perencanaan dan pengelolaan kawasan belum maksimal. Kedua, data dan informasi terkait sebaran, populasi maupun informasi habitat hiu paus minim. Ketiga, ada konflik kepentingan,” bebernya.

Momen Hari Lingkungan Hidup Sedunia setiap 5 Juni, juga masa pandemi ini dapat dijadikan langkah strategis berbenah. Wisatawan pasti berkurang, sehingga proses interaksi dapat diatur dengan baik.

Momen ini juga bisa meminimalisir ancaman luar dan memaksimalkan kondisi lingkungan. Tujannya, menuju keseimbangan ekologis, tata kelola wisatawan, dan waktu interaksi yang berlebih.

“Pengelolaan bersifat adaptif dan meminimalkan kerusakan sumber daya alam dan lingkungan harus diutamakan,” ungkap Sayuti.

Baca: Penelitian: Inilah Pola Kemunculan Hiu Paus di Gorontalo

 

Kehadiran hiu paus di pantai Botubarani, Gorontalo menjadi daya tarik wisatawan dalam maupun mancanegara. Tampak pengujung berinteraksi dengan hiu paus, beberapa waktu lalu. Foto: Adiwinata Solihin

 

Kepala BPSPL Makassar, Andry Indryasworo Sukmoputro, menegaskan di masa pandemi COVID-19, pengelolaan kawasan wisata hiu paus wajib mengikuti protokol kesehatan. Konsep adaptasi kenormalan baru atau “new normal” dengan membatasi wisatawan, berdasarkan daya dukung dan daya tampung harus diberlakukan.

Protokol kesehatan dalam pengelolaan hiu paus seperti mengupayakan pihak pengelola menerapkan penggunaan tiket online atau uang elektronik melalui aplikasi harus ada.

Mensyaratkan setiap pengunjung menggunakan masker, menyediakan peralatan sanitasi seperti tempat cuci tangan bersama sabun, di setiap pintu masuk atau lorong, harus diterapkan. Tentu saja menjaga kebersihan adalah syarat utamanya.

“Menempatkan pemandu wisata maupun pengawas, menyiapkan baju pelampung, serta meminta pengunjung menitipkan barang berharga di-locker harus diterapkan,” kata Andry.

Baca: Lokasi Wisata Hiu Paus Ini Bertabur Sampah Plastik

 

Pengambilan foto ID hiu paus oleh enumerator BPSPL Makassar di perairan Botubarani. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Data dan pemantauan

Secara konsisten pemantauan kemunculan hiu paus dilakukan sejak 2016. “Pemantauan diawali kolaborasi beberapa pihak,” tutur Andry.

Berdasarkan data BPSPL Makassar, April 2016 hingga April 2020, tercatat ada 324 hari kemunculan hiu paus atau sekitar 18 persen dari total 1.479 hari. Data teridentifikasi adalah 40 individu melalui pengumpulan foto ID [ID GTO 1-40], ukuran panjang hiu paus antara 3-8 meter, dengan kelamin seluruhnya jantan, dalam kategori masih juvenil.

Data individu hiu paus hasil analisa BPSPL Makassar dan Whale Shark Indonesia menunjukkan, hiu paus dengan ID GTO 32 melalui pengamatan langsung memiliki kemunculan tertinggi di perairan Botubarani, sebanyak 55 hari. Berdasarkan pengulangan kembalinya individu hiu paus yang sama, periode 3 tahun berturut, adalah individu ID GTO 5.

“Terdapat 6 individu menunjukkan perilaku kembali ke perairan Botubarani setelah bermigrasi lebih 2 tahun,” ungkap Andry.

Baca: Wisata Hiu Paus di Gorontalo dan Kelestarian yang Harus Dijaga

 

Fahri Amar memperlihatkan salah satu jenis karang Acropora yang tersebar di pesisir Botubarani, tak jauh dari lokasi hiu paus. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Lain halnya dengan hasil olah data pengirim sinyal akustik atau acoustic transmitter tag, pada 12 individu hiu paus, yang otomatis terekam penangkap sinyal akustik. Alat ini dapat mendeteksi hiu paus hingga kedalaman 800 meter. Berdasarkan pemantauan, ID GTO 9 terdeteksi di sekitar Botubarani, sebanyak 250 hari dari 587 hari pemantauan, sejak 19 Mei 2017 hingga 27 Desember 2018.

“Ini menunjukkan, hiu paus tidak selamanya muncul ke permukaan. Kemungkinan besar di dasar karena melimpahnya makanan.”

Berdasarkan data sinyal akustik, sekitar 42,59 persen dari 587 hari pemantauan, hiu paus tinggal di perairan Botubarani. Tren penambahan individu baru periode 2016 – 2018, Maret 2016 adalah penambahan terbanyak yaitu 17 individu.

“Sebagai komitmen, sejak awal 2020 hingga ditutupnya lokasi akibat pandemi, kami menempatkan satu tenaga enumerator. Tugasnya, mendata kemunculan harian hiu paus, mengumpulkan foto ID, juga mengukur kualitas air harian,” ungkap Andry.

Baca juga: Hiu Paus Tidak Tampak, Terumbu Karang Jadi Alternatif

 

Data kemunculan hiu paus di Botubarani 2016-2018. Sumber: BPSPL Makassar

 

Dalam buku “Hiu Paus: Pantai Botubarani Gorontalo” [BPSPL Makassar, 2019], dijelaskan sejak 2002, hiu paus masuk Appendix II Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora [CITES], artinya perdagangan internasional untuk komoditas ini harus melalui aturan yang menjamin pemanfaatannya. Tidak akan mengancam kelestariannya di alam.

Pada 2016, hiu paus masuk daftar merah spesies terancam oleh International Union for Conservation of Nature [IUCN] dengan status Genting [Endangered]. Status tersebut satu tingkat lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, tahun 2000 yaitu Rentan [Vulnerable].

Sejak 20 Mei 2013, hiu paus dilindungi penuh berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 18/Kepmen-KP/2013. Artinya, segala bentuk pemanfaatan yang bersifat ekstraktif, termasuk bagian-bagian tubuh, dilarang secara hukum.

 

 

Exit mobile version