Mongabay.co.id

Cerita Bayi Paus Orca yang Terdampar di Pesisir Sulawesi Utara dan Keberadaannya di Perairan Indonesia

 

Seekor bayi paus pembunuh atau orca (Orcinus orca) terdampar di pantai Inobonto, Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, Rabu (24/6/2020). Kejadian itu membuat puluhan warga sekitar terkejut. Mereka kemudian mengerumuni dan ‘bermain’ dengan orca yang terpisah dari kawanannya.

Fenomena itu sempat diabadikan dalam video yang diunggah pemilik akun facebook bernama Meiva Pontoh. Warga yang sumringah nampak tertawa, berseru-seru, memeluk, memotret maupun merekam makhluk yang mereka sebut lumba-lumba.

Begitu diunggah di facebook, peristiwa itu menjadi viral dan dikomentari ratusan warganet. Tak sedikit di antara mereka yang menyayangkan peristiwa tersebut. Mereka mendesak warga untuk berhenti mengerumuni dan segera melepaskan orca yang terpisah dari kawanannya itu. Hingga berita ini dibuat, video dalam akun facebook Meiva Pontoh telah dibagikan lebih dari 1600 kali.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Mongabay Indonesia, anakan orca diperkirakan terdampar sejak pukul 05.00 waktu setempat. Warga sekitar sebenarnya telah berulangkali menggiringnya ke tengah laut, namun anakan orca selalu kembali ke arah pesisir.

baca : Tercatat Pertama Kali, Paus Orca Melintasi dan Terdampar di Perairan Flores Timur. Bagaimana Nasibnya?

 

Warga mempermainkan bayi paus orca yang terdampar di pantai Inobonto, Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, Rabu (24/6/2020). Foto : screenshoot video facebook Meiva Pontoh

 

Andry Indryasworo Sukmoputro, Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir (BPSPL) Makassar yang dihubungi Mongabay Indonesia menyebut mamalia terdampar di pantai Inobonto itu dalam kondisi hidup (code 1).

Dari informasi lapangan, orca itu berukuran 1,5-2 meter. “Sudah ada upaya masyarakat untuk mendorongnya kembali ke laut namun kembali lagi berenang ke tepi pantai,” sebutnya. Saat paus orca ini kembali ke pesisir, masyarakat berkerumun mendekat dan memeluk mamalia paus tersebut.

Ia menyebut BPSPL Makassar berkoordinasi dengan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Bolaang Mongondow dan pihak DKP akhirnya membantu melepasliarkan kembali ke arah laut dan memantau hingga sore hari agar paus orca tersebut tidak kembali ke pantai. “Hingga hari Kamis pagi ini belum ada informasi bahwa mamalia tersebut terdampar kembali,” jelas Andry yang dihubungi Kamis (25/6/2020).

Menurut Andry, paus orca berhabitat di perairan bersuhu dingin seperti di kutub. Meski jarang, paus orca ternyata ditemukan juga di perairan bersuhu hangat seperti di perairan tropis. Misalnya, sudah sering terlihat serombongan orca di perairan Biak, perairan Anambas, perairan Gorontalo, perairan Lembata bahkan pernah terdampar di pesisir pantai Desa Wureh Kecamatan Adonara Barat, Flores Timur.

“Kejadian terdampar di Sulut baru pertama kali untuk jenis orca ini,” lanjutnya. Jika masyarakat tahu bahwa yang dipeluk adalah mamalia jenis paus pembunuh, menurut Andry, mereka tidak akan berani. Warga mengira itu lumba-lumba.

Menurutnya sosialisasi harus terus dilakukan misalnya memberikan poster-poster mamalia maupun biota lainnya yang dilindungi. Juga perlu kegiatan bimbingan teknis mamalia terdampar serta bekerjasama dengan instansi terkait untuk membentuk jejaring penanganan mamalia terdampar. “Agar dapat dilakukan upaya penanganan sesuai dengan prosedur penanganan mamalia terdampar,” tambahnya.

baca juga : Saat Orca, Si Predator Puncak Bertamu ke Laut Anambas

 

Warga mempermainkan bayi paus orca yang terdampar di pantai Inobonto, Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, Rabu (24/6/2020). Foto : screenshoot video facebook Meiva Pontoh

 

Satwa Kosmopolit

Dari informasi yang didapat, aksi warga yang memeluk dan berkerumun dapat berdampak stres, juga mengganggu pernapasan bayi orca. Seperti dikatakan Sekar Mira, Peneliti Mamalia Laut Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, perlakuan yang salah terhadap bayi orca dapat menghambat pernapasan atau mencederainya.

“Antusiasme masyarakat menolong bayi orca sebenarnya baik. Namun, kurangnya pemahaman membuat mereka berkerumun. Kalau ukurannya dewasa, interaksi dengan manusia bisa berbahaya. Orca bisa berontak karena merasa terancam. Kalau kita tersepak dengan ekornya bisa cedera, atau bisa tergigit,” terang Sekar ketika dihubungi Mongabay, Kamis (25/6/2020).

Orca termasuk jenis satwa kosmopolit, artinya wilayah jelajahnya luas atau bisa ditemui di banyak belahan bumi. Di Indonesia, orca masuk dalam daftar hewan dilindungi. Menurutnya, walau termasuk dalam keluarga lumba-lumba, spesies ini juga dikenal dengan nama paus pembunuh karena merupakan satwa karnivora dan memiliki gigi yang sangat besar.

“Kadang-kadang menyergap mangsa perairan dangkal. Tapi secara natural, mereka tidak memangsa manusia justru berinteraksi dengan manusia. Kecuali manusianya keterlaluan,” ujar Sekar.

Dia menilai, memang terdapat kesulitan tersendiri dalam proses evakuasi bayi mamalia laut. Sebab, individu muda memandang laut lepas mengerikan, karena terpisah dari kawanannya dan tidak bisa diterima di kawanan lain.

Namun, upaya itu bisa dilakukan dengan melibatkan tenaga ahli atau menempatkannya terlebih dahulu pada pusat-pusat rehabilitasi. “Mungkin idealnya, kalau ada pusat rehabilitasi untuk mamalia laut, individu-individu inilah targetnya. Karena memang masih riskan diserang predator lain seperti hiu,” kata Sekar.

perlu dibaca : Terjerat Jaring, Nelayan Gorontalo Berjibaku Selamatkan Paus Pembunuh

 

Sekawanan Orca (Orcinus orca) muncul di perairan sekitar Taman Wisata Perairan (TWP) Anambas, Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau, Kamis (23/4/2020). Foto : Aldi Pratama

 

Telah Lama Terpantau

Verrianto Madjowa, peneliti paus orca di Teluk Tomini menambahkan, kemunculan orca di perairan Indonesia terutama Sulawesi bukanlah hal baru. Dia mencatat, tahun 2012 rekaman video menunjukkan kemunculan spesies ini di selat Makassar dan perairan Raja Ampat.

Tahun 2018, fenomena serupa juga tercatat di perairan Maratua, Kalimantan Timur. Kemudian, di Teluk Manado pada 2019 silam. Jauh sebelumnya, tahun 2003, sudah ada penelitian orca di Papua Nugini.

“Jadi laut Sulawesi memang merupakan salah satu jalur lintas orca. Bahkan, tiga hari sebelum kemunculan di Inobonto, saya sudah duga akan muncul di laut Sulawesi, karena berdasarkan informasi sempat melintas di Maratua,” terangnya.

Verianto melakukan penelitian paus orca di teluk Tomini selama dua tahun, 2017-2019. Dalam kurun itu, berdasarkan data dan pengamatan langsung, ia mencatat sejak tahun 2015, kemunculan orca paling tinggi terjadi pada kurun 2017-2018.

Spesies ini relatif jarang terpantau karena hanya terdiri antara 5 hingga 7 ekor di tiap kawanannya. Sehingga, dalam perkembangannya, orang cenderung menarik kesimpulan keliru ketika menemukan orca di perairan Sulawesi. Misalnya, menyebut mamalia laut tersebut hanya tinggal di wilayah perairan dingin.

“Mungkin pengaruh film. Jadi pas muncul di daerah tropis, orang-orang kaget. Padahal, dia tidak banyak ditemukan karena memang langka di seluruh dunia atau dalam satu kawanan juga tidak banyak.”

“Kalau menganggap dia dari luar Indonesia, terus hilang, orang-orang cuek. Tapi kalau orang tahu, bahwa perairan Indonesia adalah wilayah orca, maka kita sama-sama harus menjaganya,” kata Verrianto.

baca juga : Orca Putih Dewasa Terlihat di Kamchatka, Rusia Barat

 

Paus pembunuh atau orca (Orcinus orca) merupakan lumba-lumba besar yang masuk dalam famili Delphinidae. Sumber: Wikipedia

 

Meski jarang disaksikan, dia menegaskan, bukan berarti orca merupakan spesies asing bagi masyarakat di pesisir Sulawesi. Contohnya, di Gorontalo masyarakat menamainya paupausu untuk membedakannya dari paupau (paus pilot).

Penamaan lokal itu, baginya, menjadi bukti perjumpaan antara masyarakat dengan spesies ini dalam kurun relatif lama. Ditambah lagi terdapat cerita, mamalia laut ini sering menolong nelayan yang membuatnya tidak diburu, dan mendapat ‘perlindungan’ sejak lama.

Verrianto juga mengapresiasi inisiatif masyarakat untuk melepaskan orca yang terdampar di pantai Inobonto. Dia juga yakin, bayi orca yang terpisah dari kawanannya itu akan bisa bertahan hidup saat kembali dilepaskan. Sebab, keberadaan kawanannya diperkirakan tidak jauh dari lokasi terdamparnya bayi orca.

“(Sempat) ada euforia warga. Karena memang orca bersahabat dengan manusia. Syukur-syukur tidak diburu. Tapi sejak paus orca dilepas jam 5 sore, tidak lagi terlihat kembali ke arah darat. Menurut saya dia bisa bertahan hidup, karena akan saling mencari (dengan kawanannya). Ikatan kekeluargaannya kuat,” tambahnya.

 

Warga mempermainkan bayi paus orca yang terdampar di pantai Inobonto, Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, Rabu (24/6/2020). Sumber : akun facebook Meiva Pontoh

 

Giatkan Edukasi

Stephen Robert, koordinator Search, Rescue, Casualty Evacuation and Logistics program Scientific Exploration in Manado Bay menilai, melalui peristiwa ini, otoritas berwenang perlu lebih giat melakukan edukasi mamalia laut yang terdampar, salah satunya orca. Misalnya lewat distribusi baliho dan poster di wilayah-wilayah tertentu.

Upaya lain yang dipandang dapat memaksimalkan edukasi maupun evakuasi adalah dengan membentuk tim terpadu yang terdiri dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) maupun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Lewat cara-cara itu, dia berharap, masyarakat dapat mengetahui cara terbaik untuk memperlakukan mamalia laut yang terdampar atau segera menghubungi pihak-pihak berwenang.

“Sebab, tak bisa dipungkiri, masyarakat di daerah tertentu punya keyakinan ketika menyaksikan fenomena mamalia laut terdampar, sebagai pertanda baik atau buruk. Sosialisasi dan edukasi akan mengubah cara berpikir tersebut,” pungkasnya.

 

Exit mobile version