Mongabay.co.id

Indonesia Dapat Dana 20 Juta Euro untuk Pembentukan World Mangrove Center

Kondisi pesisir Kabupaten Indramayau, Jabar. Walhi Jabar mencatat, pembabatan hutan bakau pasca era reformasi 1998 – 2003. Akibatnya, abrasi di sepanjang 365 kilometer pantai utara dari Cirebon di timur hingga Bekasi di barat mencapai 370,3 hektar per tahun. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Indonesia merupakan negara yang mempunyai hutan mangrove yang terluas di dunia. Data nasional menyebutkan ada seluas 3,58 juta hektare pada tahun 2018. Untuk itu, Indonesia berkeinginan untuk membuat lembaga pusat mangrove dunia atau World Mangrove Center (WMC).

Untuk mendukung pembentukan WMC, Pemerintah Indonesia telah melobi pemerintah Jerman untuk membantu dalam hal pendanaan.

“Gagasan ini saya sampaikan langsung pada Kementerian Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Jerman pada 24 april 2019 secara formal bahwa Indonesia ingin kerjasama dengan Jerman untuk mengembangkan World Mangrove Center. Karena Indonesia memiliki luas hutan mangrove terbesar dan kita ingin mempertahankan itu,” kata Duta Besar Indonesia untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno dalam webinar tentang mangrove yang diselenggarakan oleh Yayasan Kehati, Kemenko Maritim, LIPI, Indonesia Mangrove Society (IMS) dan Mongabay Indonesia, pada Selasa (21/7/2020),

Dalam pertemuan selanjutnya bersama dengan Bappenas pada November 2019, lanjut Arif Havas, pemerintah Jerman setuju untuk membantu pembentukan World Mangrove Center dengan menyediakan dana sebesar 30 juta Euro. “(Dana itu) ada alokasi untuk grant dan non grant. Tahun ini (2020) sudah dilaunching oleh KLHK,” katanya.

baca : Hari Mangrove Internasional: Momentum Moratorium?

 

Hutan mangrove di pesisir Teluk Tomini yang berada di kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo terancam tambak udang dan bandeng. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Dihubungi terpisah, Peneliti Mangrove dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Balitbang KLHK) Virni Arifanti meluruskan nilai bantuan pemerintah Jerman untuk WMC hanyalah sebesar 20 juta euro. Dana tersebut tidak hanya digunakan untuk WMC saja, melainkan juga bersama proyek Forest Programme VI yang juga berkaitan dengan mangrove.

“Itu bukan 30 juta euro, totalnya ada 20 juta euro dan belum ada dana yang cair,” ucap Virni saat dihubungi Mongabay, Jumat (24/7/2020).

Dia menyebutkan penyebab pendanaannya menjadi satu dengan Forest Programme VI adalah karena pemerintah Jerman baru mengetahui soal rencana kegiatan WMC setelah sebelumnya membuat kesepakatan pendanaan proyek Forest Programme.

“Jadi setelah setuju dengan proyek Forest Programme VI, pemerintah Jerman tertarik dengan proposal WMC ini dan ingin mendanai, tapi mereka tidak ingin buat kesepakatan yang berbeda karena keduanya tentang mangrove, jadi disatukanlah pendanaannya,” imbuh Virni.

Sejauh ini, lanjut dia, belum ada satu kegiatan yang dijalankan untuk pembangunan WMC. Pasalnya, pendanaan yang dijanjikan belum turun karena alokasi dana WMC diberikan pemerintah Jerman lewat proyek Forest Programme VI yang baru akan berjalan pada 2021.

Akan tetapi, sebenarnya pemerintah Jerman sudah siap untuk memberikan dana tambahan untuk mengakselerasi pembentukan WMC dengan membentuk konsorsium Indonesia-Jerman untuk melakukan feasibility study. “Tapi karena adanya pandemi (COVID-19), semuanya jadi dibatalkan,” tambah Virni.

baca juga : LIPI : Jejak Peradaban Nusantara Ternyata Terkait Erat dengan Mangrove

 

Lebat teduhnya kawasan hutan mangrove Suasana kawasan mangrove di Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Melihat situasi dan kondisi saat ini, Virni menyebut jika paling cepat semua kegiatan dapat berjalan pada 2021 mendatang. Meskipun dirinya belum mengetahui berapa proporsi untuk pembentukan WMC dari total pendanaan 20 juta euro tersebut, tapi nantinya pendanaan pemerintah Jerman ini akan difokuskan untuk operasional pembentukan WMC terlebih dahulu.

“Jadi paling awal untuk pembentukan terlebih dahulu, merumuskan lembaganya seperti apa, terus konsultasi dengan stakeholders terkait, dan negara-negara luar yang engage dengan kegiatan ini. Perkiraan saya nanti (alokasi penggunaan) dananya 50:50 dengan Forest Programme VI,” terang Virni.

Sementara untuk Forest Programme, yang juga memiliki fokus kegiatan terkait mangrove, Virni menyebut ada beberapa komponen kegiatan di dalamnya, yaitu konservasi, rehabilitasi, penelitian, kebijakan hingga perencanaan ruang. Proyek ini akan difokuskan di tiga ekosistem mangrove di Indonesia, yaitu Karang Gading di Sumatera Utara, Delta Mahakam dan Berau di Kalimantan Timur serta Kota Sorong dan Sorong Selatan di Papua Barat.

“Akan ada banyak kegiatan kami terkait engagement dan pelibatan masyarakat juga, jadi masyarakat akan terlibat juga,” tukas dia.

menarik dibaca : Konservasi Mangrove, Ternyata Mampu Datangkan Rp650 Juta per Tahun

 

Nelayan mencari ikan di Sungai Lalan yang berbatasan dengan TN Sembilang. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Kebijakan Mangrove Nasional

Sedangkan Staf Ahli Kemenko Maritim dan Investasi Manajemen Konektivitas, Sahat Panggabean dalam kesempatan webinar mangrove bersama Duta Besar Indonesia untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno mengatakan kebijakan nasional pengelolaan mangrove Indonesia yang tercantum dalam RPJMN 2020 – 2024 meliputi dua hal yaitu institusional berupa program mitigasi dan adaptasi, serta pemanfaatan mangrove secara lestari.

Secara institusional, kata Sahat, Kemenko Maritim mendorong pemerintah provinsi untuk menyelesaikan peraturan daerah tentang zonasi, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (ZWP3K).

“Kita mendorong masing-masing provinsi menyelesaikan perda zonasi, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (ZWP3K) untuk menetapkan peruntukan wilayah, termasuk penetapan kawasan konservasi dalam perda zonasi. Ada delapan provinsi belum selesai perda zonasi. Sebagian daerah konsentrasi untuk menetapkan kawasan konservasi perairan,” kata Sahat yang juga Ketua Indonesia Mangrove Society (IMS).

Sedangkan sesuai Peraturan Presiden RI No.73/2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove digunakan sebagai koordinasi kementerian/lembaga pemerintah. Akan tetapi Perpres No.73/2012 tersebut telah dicabut oleh Presiden Jokowi. Akibat pembatalan tersebut, Presiden juga membubarkan Tim Koordinasi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove (TKN Pengelolaan Mangrove).

“Meskipun Perpres No.73/2012 sudah tidak berlaku, pemerintah tetap konsen melakukan upaya rehabilitasi dan pemanfaatan mangrove. Dalam RPJMN, target (kegiatan mangrove) itu menjadi kekuatan kita untuk lakukan rehabilitasi dan pemanfaatan mangrove,” kata Sahat.

Berdasarkan Perpres No.73/2012, koordinasi kegiatan terkait mangrove berada di bawah Kemenko Perekenomian. “Tetapi ketika KHLK sebagai penanggung jawab mangrove nasional ada dibawah koordinasi Kemenko Maritim dan Investasi, maka (program kegiatan) mangrove akan berada dibawah koordinasi Kemenko Maritim dan Investasi,” lanjutnya.

perlu dibaca : Berkolaborasi Selamatkan Mangrove di Sulawesi

 

Kawasan mangrove di sekitar Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Dia menyebutkan dalam RPJMN 2020-2024 disebutkan target rehabilitasi kawasan mangrove nasional mencapai 50.000 hektare. “(Target rehabilitasi 50.000 hektare) itu angka minimal. Sebenarnya target Kemenko Maritim ingin (luas rehabilitasi mangrove sebesar) 1,1 juta hektare selesai sebelum masa kabinet Presiden Jokowi berakhir. Target mangrove dalam RPJMN itu sebagai kekuatan kita untuk lakukan konservasi mangrove,” kata Sahat.

Sedangkan strategi rehabilitasi mangrove di Indonesia, lanjutnya, pada kawasan mangrove akan dilakukan pengengelolaan berkelanjutan, meningkatkan pemanfaatan ekonomi, pencegahan abrasi, pengelolaan ekowisata mangrove, pengamanan hutan dan penghitungan emisi karbon.

Sahat melihat banyak pihak yang konsen terhadap isu mangrove, seperti dari lembaga pemerintah, pemerintah daerah, perguruan tinggi/akademisi, kalangan industri/swasta, LSM dan masyarakat

“Kita ingin pemangku kepentingan mangrove ada disini semua. Ini kekuatan kita untuk melakukan upaya rehabilitasi mangrove. Rencananya setiap dua tahun sekali kumpul bersama lakukan kongres IMS,” katanya.

Sahat mencatat ada berbagai upaya rehabillitasi mangrove di berbagai wilayah di Indonesia yang dilakukan oleh berbagai pihak tersebut. Salah satunya adalah upaya pemecahan rekor MURI untuk penanaman mangrove terluas di Indonesia oleh TNI AL

Saat ini Kemenko Maritim dan Investasi sedang membangun sistem informasi monitoring mangrove nasional yang merangkum semua kegiatan dari seluruh pemangku kepentingan mangrove. Oleh karena itu, dia meminta semua pihak untuk melaporkan kegiatan terkait mangrove kepadanya.

“Kita harapkan (semua kegiatan terkait mangrove) ada pada satu map, satu peta,” tambahnya.

baca juga : Kembali Lebatnya Mangrove Karangsong ditengah Ancaman Krisis Pesisir Utara Jawa

 

Aksi penanaman mangrove di kawasan wisata mangrove Dewi Biringkassi, Desa Bulu Cindea, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep, Sulsel, Minggu pagi (7/4/2019) oleh puluhan mahasiswa dari Aquaculture Celebes Community (ACC), dan pencinta alam Greenfish Perikanan Universitas Hasanuddin. Foto: Wahyu Chandra/ Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Program Direktur Yayasan Kehati, Rony Megawanto mengatakan gagasan pembentukan World Mangrove Center (WMC) sudah dibahas sejak dua tahun sebelumnya. “Ide untuk membuat pusat mangrove dunia, saya kira sangat layak dan masuk akal unutk dikembangkan karena Indonesia pemilik mangrove terbesar di dunia,” kata Rony yang dihubungi Mongabay pada Selasa (21/7/2020).

Dengan adanya WMC, penelitian tentang mangrove bisa dilakukan di Indonesia sebagai pusat mangrove. “Program pemberdayaan masyarakat, seperti yang dilakukan Azil Anwar di Majene (Sulawesi Barat) dan Mashadi di Brebes (Jawa Tengah), harus didorong juga. Sehingga ada kontribusi dari sains dan ada dampaknya ke masyarakat,” katanya.

 

****

 

Keterangan foto utama : Kondisi pesisir Kabupaten Indramayau, Jabar. Walhi Jabar mencatat, pembabatan hutan bakau pasca era reformasi 1998 – 2003. Akibatnya, abrasi di sepanjang 365 kilometer pantai utara dari Cirebon di timur hingga Bekasi di barat mencapai 370,3 hektar per tahun. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version