Mongabay.co.id

Hari Orangutan Sedunia: Tantangan Konservasi Berpacu dengan Ancaman Kepunahan

Alba, orangutan albino satu-satunya di dunia yang kini hidup di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Foto: BOSF [Borneo Orangutan Survival] Foundation)

 

Di laman New York Times, pertengahan tahun lalu [29 Juni 2019], saya membaca kisah pilu seekor orangutan sumatera yang dirawat di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara. Pongo abelii itu diberi nama Hope.

Nama Hope diberikan, disertai harapan agar primata tersebut tetap hidup. Tapi hidup seperti apa yang layak dijalani? Saat hutan dan rawa digunduli, orangutan telah kehilangan habitat sebagai identitas mereka.

Menurut studi yang dipublikasikan dalam jurnal Current Biology pada Februari 2018, diperkirakan 148.500 orangutan telah lenyap dalam 16 tahun terakhir —periode penelitian tahun 1999-2015. Menurut peneliti, kehilangan tersebut merupakan penurunan 53 persen dari jumlah populasi.

Sebelum datang ke pusat rehabilitasi, Hope dan bayinya diburu di hutan dengan senjata. Namun dia tidak mau pergi, dan tidak ada tempat baginya untuk pergi. Peluru senapan angin menembus mata Hope dan membutakannya. Tujuh puluh empat butir peluru senapan angin bersarang di tubuhnya. Tubuh Hope teriris luka yang dalam. Beberapa tulangnya patah. Sementara bayinya lebih dulu meregang nyawa.

Padahal, orangutan adalah kerabat dekat manusia dalam Kingdom Animalia. Orangutan dan manusia memiliki 97 persen kesamaan DNA [ScienceDaily, 2011]. Kita dapat merasakan kekerabatan dengan orangutan ketika melihat ke dalam mata mereka yang penuh perasaan.

Baca: Hukuman Ringan untuk Penembak Orangutan dengan 74 Peluru

 

Alba, orangutan albino satu-satunya di dunia yang hidup di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Foto: BOSF [Borneo Orangutan Survival Foundation]

 

Saya jadi teringat sebuah foto jepretan fotografer India, Anil Prabhakar, yang sempat viral di media sosial sekitar Februari 2020. Foto itu memperlihatkan seekor orangutan mengulurkan tangan kepada seorang pria yang tercebur di parit.

Aksi mengulurkan tangan itu menimbulkan perdebatan. Ada yang melihatnya karena orangutan ingin menolong. Namun, tidak sedikit yang melihatnya sebagai upaya orangutan meminta makan. Menurut Tatang Mitra Setia, ahli biologi dari Universitas Nasional, besar kemungkinan orangutan tersebut ingin menolong karena ada kedekatan dengan staf tersebut selama puluhan tahun, ketimbang hanya meminta makan seperti yang dilontarkan beberapa komentar.

Ahli biologi yang berpengalaman meneliti perilaku hewan selama 30 tahun itu menambahkan —sebagaimana yang terdapat dalam tulisannya di laman The Conversation, 30 April 2020— pembelajaran yang diambil dari foto tersebut adalah bahwa hewan sebagai mahluk hidup juga memiliki berbagai perilaku unik dalam berinteraksi intra dan antar-spesies. Dengan begitu, mereka bisa bertahan di alam, baik untuk dirinya sendiri maupun generasinya.

Perilaku altruistik hewan tidak hanya ditujukan kepada hewan semata, manusia pun bisa mendapatkan manfaat ini. Selain contoh pada foto orangutan tersebut, ada juga anjing penuntun bagi tuna netra. Mereka tidak hanya bertugas membantu menuntun pemilik mereka, tapi juga akan memberitahukan adanya bahaya. Intinya, jika kita menghargai, melindungi dan mempelajari kehidupan hewan, semakin banyak kita tahu bahwa hewan, secara prinsip, memiliki beberapa perilaku yang mirip dilakukan manusia agar bisa bertahan hidup.

Baca: Orangutan Tapanuli dan 7 Fakta Uniknya

 

Bayi kembar orangutan tapanuli dengan induknya yang terpantau di ekosistem Batang Toru, Sumatera Utara. Foto: SOCP

 

Tantangan Konservasi Orangutan

Perkembangan terkini dalam konservasi menunjukkan bahwa orangutan merupakan bagian integral dari perlindungan ekosistem dengan bertindak sebagai spesies payung. Spesies payung sangat penting untuk upaya konservasi in-situ yang efisien. Spesies ini sering dipilih secara strategis untuk fokus konservasi karena fakta bahwa melindungi mereka secara efektif akan melindungi banyak spesies lain dalam berbagi habitat.

Pemilihan spesies payung merupakan strategi penting dalam konservasi, terutama bila mempertimbangkan kawasan dengan keanekaragaman hayati tinggi. Kepadatan keanekaragaman spesies di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia.

Indonesia menempati peringkat ke tiga di dunia untuk berbagai spesies yang ditemukan di habitatnya. Sekitar 33 persen dari semua serangga yang diketahui ditemukan di negara ini, serta 17 persen spesies mamalia, termasuk 40 spesies primata. Namun, terlepas dari pentingnya keberlanjutan satwa liar dan populasi manusia setempat, hutan hujan sebagai habitat satwa berada di bawah ancaman ekstrim. Indonesia memiliki tingkat kehilangan hutan yang tinggi juga. Ini menghancurkan populasi spesies dengan cepat.

Orangutan adalah satu dari banyak spesies di hutan Indonesia yang populasinya terancam punah akibat deforestasi. Namun demikian, orangutan dapat menjadi kunci penting untuk melestarikan sebagian besar spesies yang terancam punah ini.

Baca: Orangutan For Beginners: 7 Fakta Upaya Kelestarian Orangutan

 

Orangutan sumatera yang hidup di hutan Leuser. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Orangutan adalah spesies payung ideal. Alasan utamanya adalah karena persyaratan ukuran habitatnya. Dapat dilihat dari perilaku jelajah orangutan mencari makan, setiap individu membutuhkan ruang yang luas. Orangutan akan menghabiskan sebagian besar waktunya bergerak di hutan mencari kanopi [sekitar 90 persen makanannya ditemukan] untuk mencari sumber makanan. Untuk melestarikan populasi orangutan yang berkelanjutan dan layak, dibutuhkan sejumlah besar lahan.

Orangutan merupakan satwa soliter dan tidak hidup bersama dalam kelompok sosial yang besar. Pejantan sering secara aktif menghindari satu sama lain kecuali bersaing untuk betina. Betina kadang-kadang berkumpul di sumber makanan jika tersedia cukup buah. Jika tidak, mereka hanya akan bepergian dengan satu atau dua anaknya.

Kekayaan dan kualitas spesies hutan juga berkorelasi positif dengan kepadatan orangutan. Sederhananya, semakin baik habitat orangutan, semakin baik habitat spesies lain. Tanpa hutan, orangutan tidak bisa bertahan hidup di alam liar. Mereka tidak hanya menjadi bagian integral dari ekologi hutan Indonesia, tetapi juga berperan sebagai penjaga hutan dan satwa liar di dalamnya. Dengan melestarikan orangutan, secara bersamaan kita melestarikan pula ekosistem hutan.

 

* Tri Wahyuni, Pemerhati lingkungan hidup, peneliti di Institute for Population and National Security. Tulisan ini opini penulis.

 

Referensi:

Hannah Beech, One Casualty of the Palm Oil Industry: An Orangutan Mother, Shot 74 Times, New York Times, 29 Juni 2019.

Hjalmar S. Kühl et al, Global Demand for Natural Resources Eliminated More Than 100,000 Bornean Orangutans, Current Biology, Volume 28, Issue 5, P761-769.E5, March 05, 2018.

Save the Orangutan, Save the Ecosystem, Orangutan Foundation International, 6 April 2016.

Tatang Mitra Setia, Penjelasan di balik foto orangutan yang viral: menolong atau minta makan?, The Conversation, 30 April 2020.

Washington University School of Medicine, Orangutan DNA more diverse than human’s, remarkably stable through the ages, ScienceDaily, 26 Januari 2011.

 

 

Exit mobile version