Mongabay.co.id

Sungai Tercemar Limbah, Masyarakat Nagan Raya Laporkan Tiga Perusahaan Sawit ke Dinas Lingkungan Hidup

Proses produksi sawit di Singkil, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah

 

 

Pimpinan Lembaga Adat Laut atau Panglima Laot Lhok Kuala Seumayam, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, Ali Bacah, melaporkan tiga perusahaan pemegang HGU yang beroperasi di Rawa Tripa ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nagan Raya. Perusahaan yang dilaporkan melalui surat resmi tanggal 24 Juli 2020 itu adalah PT. Kallista Alam, PT. Socfindo, dan PT. Raja Marga.

Dalam surat yang ditandatangani empat kepala desa, Kuala Seumayam, Blag Luah, Alue Bateung Brok, dan Desa Ujong Tanjong, disebutkan bahwa perusahaan tersebut membuang limbah hasil olahan sawitnya ke Sungai Seumayan. Kondisi ini menyebabkan perekonomian masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sungai terganggu, bahkan air yang tercemar menyebabkan masyarakat mengalami gatal-gatal.

Ali Bacah kepada Mongabay Indonesia pada 15 Agustus 2020 mengatakan, pembuangan limbah sawit ke Sungai Seumayam telah berlangsung lama. Masyarakat sudah berkali protes.

“Ketika ada protes pembuangan limbah dihentikan, setelah itu dilakukan lagi. Padahal, sebagian besar masyarakat di empat desa ini bekerja sebagai nelayan, baik mencari ikan maupun kerang atau lokan. Nah, para pencari kerang ini yang merasakan gatal-gatal sebagai dampak limbah karena mereka langsung masuk ke sungai.”

Ali Bacah mengatakan, perusahaan membuang limbah cair berwarna hitam ke sungai yang aksesnya ditutup sehingga jika ingin mengambil sampel sangat sulit.

“Dinas Lingkungan Hidup Nagan Raya harus segera turun, menyelesaikan masalah ini. Kami sudah sangat menderita karena limbah yang mencemarkan lingkungan,” tuturnya.

Baca: PT. Kallista Alam Tetap Melawan, RAN: Perusahaan Masih Beroperasi di Rawa Tripa

 

Perusahaan sawit di Aceh yang harus memperhatikan pengelolaan limbahnya agar tidak mencemari sungai dan lingkungan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Monalisa, Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala dan Ketua Pakar Jaringan Masyarakat Gambut Sumatera yang menyelesaikan disertasinya tentang Rawa Tripa mengatakan, di beberapa titik sumber air Rawa Tripa, termasuk sumur dan kolam warga Desa Kuala Seumayam memang tercemar.

“Berdasarkan uji sampel yang saya lakukan, air sungai maupun sumur dan kolam warga Kuala Seumayam, tidak dicemarkan oleh bahan logam. Tapi yang tinggi adalah Biological Oxygen Demand [BOD] dan Chemical Oxygen Demand [COD].”

Dia menuturkan, tingginya kandungan BOD dan COD disebabkan masuknya limbah organik yang berasal dari aktivitas pabrik kelapa sawit. “Dari empat titik sampel yang diambil, tiga di antaranya kadar BOD sudah diambang batas maksimum yang diizinkan, yaitu 3-6 mh/L.”

Dari hasil uji sampel di semua lokasi juga diketahui, kandungan COD sudah melebihi mutu kualitas air perairan yaitu, 10-25 mg/L.

“Ada lokasi yang COD sudah mencapai 52 mg/L, 73,44 mg/L dan 164,83 mg/L, sementara syarat mutu kualitas air, nilai COD tidak boleh melebihi 25 mg/L. Artinya, untuk kandungan COD sungai dan sumur warga memang sudah tercemar limbah organik perusahaan kelapa sawit,” ungkap Monalisa, Sabtu [15/8/2020].

Baca: Eksekusi Bekas Lahan PT. Kallista Alam Tersendat, Warga Nagan Raya Tolak Putusan Pengadilan

 

PT. Kallista Alam didenda Rp366 miliar atas kejahatan lingkungan yang dilakukannya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kasus berulang

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Aceh yang menerima tembusan surat aduan tersebut mengatakan kasus pencemaran limbah ini berulang kali terjadi.

Pada Juli 2018, Walhi Aceh melihat langsung ke Rawa Tripa, khususnya pengelolaan limbah PT. Raja Marga. Selain persoalan limbah cair masyarakat juga mengeluhkan pencemaran udara akibat asap hasil pembakaran, karena lokasi pabrik hanya berjarak 100 meter dari permukiman penduduk.

“Kolam pengelolaan limbah tidak memenuhi standar. Ada beberapa kerusakan di pematang kolam sehingga limbah tercampur antara kolam satu dengan lainnya,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Aceh Muhammad Nur, Sabtu [15/8/2020].

Menurut Muhammad Nur, selain mencemari sungai limbah tersebut juga mengancam ternak masyarakat. Pemerintah Aceh melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan [DLHK] harus mengambil sikap tegas dan berani memberikan sanksi terhadap perusahaan yang tidak patuh terhadap pengelolaan lingkungan.

“Audit lingkungan harus dilakukan. Jika hasilnya menunjukkan ada pelanggaran hukum, pihak perusahaan harus mengganti kerugian lingkungan yang ditimbulkan akibat limbah itu,” ungkapnya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nagan Raya, Teuku Hidayat, pada 18 Agustus 2020 mengatakan, pihaknya telah menerima dan membaca surat tersebut. “Dinas Lingkungan Hidup Nagan Raya akan menindak lanjuti laporan masyarakat ini.”

Teuku Hidayat menyebutkan, pihaknya juga telah membicarakan laporan masyarakat tersebut dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh.

“Dinas Lingkungan Hidup Nagan Raya tidak memiliki ahli sehingga harus dibantu DLHK Provinsi Aceh. Dalam waktu dekat, mereka akan turun ke lapangan bersama tim Dinas LH Nagan Raya juga,” jelasnya.

Baca: Izin HGU di Aceh Harus Dikaji Kembali, Mengapa? 

 

Sawit yang ditebang karena berada di Taman Nasional Gunung Leuser wilayah Desa Alur Baning, Kecamatan Babul Rahman, Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Socfindo bantah cemari sungai

Tekniker 1 Pabrik Kelapa Sawit [PKS] Socfindo Seumanyam, Kabupaten Nagan Raya, Ferdinan TE Munthe, membantah pabrik pengolahan sawit mereka mencemari sungai hingga membuat masyarakat gatal-gatal.

“Perusahaan kami selalu mengikuti aturan pemerintah. Limbah yang kami hasilkan semuanya mengikuti pengujian sebelum dikeluarkan dari kolam,” ungkapnya kepada Mongabay Indonesia, Rabu [19/8/2020].

Ferdinan mengatakan, pabrik sawit Socfindo Seumanyam memiliki izin pembuangan limbah cair [IPLC] yang berlaku hingga 10 Januari 2024. Limbahnya juga sudah diproses di instalasi pengelolaan air limbah [IPAL] yang dibuang ke blok kebun, sebelum mengalir ke Sungai Alue Geutah.

“Dalam pengelolaan limbah, kami melakukannya mulai dari outlet kolam. Limbah lalu mengalir ke parit kebun sepanjang 200 meter, dari parit kebun dilairkan ke Sungai Alue Geutah. Sungai ini mengalir ke Sungai Alue Briung, melewati beberapa desa yaitu Panton Bayu, Sarah Bate, Alue Batumbruk, Alue Briung, dan Blang Luah sepanjang 15 km. Aliran Sungai Alue Briung menuju ke Sungai Krueng Seumanyam lalu Kuala Seumanyam dan berakhir di laut,” terangnya.

 

Kolam pengelolaan limbah sawit yang tidak terawat milik PT. Raja Marga yang terpantau pada 2018 lalu. Foto: Dok. Walhi Aceh

 

Ferdinan menambahkan, aliran limbah dari perusahaannya cukup jauh menuju Sungai Seumanyam. Hal tersebut berdasarkan laporan masyarakat ke Dinas Lingkungan Hidup Nagan Raya, yang tercemar adalah Sungai Krueng Seumanyam dan Kuala Seumanyam.

“PT. Socfindo di Nagan Raya memiliki lima kolam penampungan limbah yang jika dikalkulasikan dengan total produksi sawit kolam tersebut baru terisi penuh setelah sembilan bulan. Sebelum air dari kolam limbah dikeluarkan, uji laboratorium harus dilakukan dan harus dibawah mutu air sehingga tidak mencemari sungai dan lingkungan.”

Ferdinan mengatakan, sebagai perusahaan yang mengantongi sertifikasi Roundtable Sustainable Palm Oil [RSPO], Socfindo sangat memperhatikan pengembangan sawit berkelanjutan dan pengelolaan limbah.

Dia melanjutkan, pada 2018, perusahaan juga mengalami tuduhan yang sama, mencemari sungai yang menyebabkan ikan mati. “Namun, setelah dilakukan pemeriksaan air di sejumlah laboratorium, diketahui sungai tidak tercemar limbah sawit dan kadar BOD maupun COD sungai masih dibawah standar mutu air yang ditetapkan pemerintah.”

Untuk memastikan Socfindo mengelola limbah sawit sesuai standar, Ferdinan mempersilakan tim dari Dinas Lingkungan Hidup Nagan Raya serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh untuk datang langsung.

“Kami akan menyambut dan memberikan data yang dibutuhkan, termasuk melihat langsung pengelolaan limbah yang kami lakukan. Ini penting agar tidak ada informasi yang salah,” tegasnya.

 

 

Exit mobile version