Mongabay.co.id

Putusan Mahkamah Agung: Cabut Izin Tambang Emas PT. EMM di Hutan Leuser

Jalan tambang yang telah merusak kelestarian hutan Beutong. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Keinginan PT. Emas Mineral Murni [EMM] untuk menambang emas di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah, Provinsi Aceh, berakhir sudah.

Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam keputusannya Nomor: 91K/TUN/LH/2020, mengabulkan gugatan warga Beutong Ateuh Banggalang bersama Walhi terkait izin pertambangan PT. EMM.

Dalam musyawarah yang dipimpin ketua majelis Hakim Agung Irfan Fachruddin, dengan anggota Yodi Martono Wahyunadi dan Is Sudaryono, tertanggal 14 April 2020, dinyatakan bahwa gugatan masyarakat dan Walhi dikabukan seluruhnya.

“Menyatakan batal, keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal [BKPM] Nomor: 66/I/IUP/PMA/2017 tentang persetujuan penyesuaian dan peningkatan tahap izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi mineral logam dalam rangka penanaman modal asing untuk komoditas emas kepada PT. EMM tertanggal 19 Desember 2017,” terang Majelis Hakim dalam putusannya.

Majelis Hakim mewajibkan keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal itu dicabut. Adapun pertimbangan Majelis Hakim adalah, areal izin usaha pertambangan PT. EMM masuk Kawasan Ekosistem Leuser [KEL], situs warisan dunia yang ditetapkan Komite Warisan Dunia Unesco pada 2004.

Majelis Hakim berpendapat, apabila dalam areal tersebut diberikan IUP akan berpotensi menimbulkan kerusakan KEL dan fungsi lingkungan hidup.

Baca: Janji Plt Gubernur Aceh pada Masyarakat: Akan Gugat Izin Tambang PT. EMM

 

Jalan tambang yang telah merusak kelestarian hutan Beutong. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Areal IUP perusahaan juga mengenai sejumlah lokasi paling bersejarah di Aceh seperti, kuburan massal pasukan Cut Nyak Dhien, kuburan ulama besar Teugku Alue Panah, dan lokasi pembuangan mayat murid Teungku Bantaqiah yang masuk kasus pelanggaran HAM berat.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah [RTRW] Provinsi Aceh, Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah, telah dinyatakan areal yang diperuntukkan sebagai lokasi PT. EMM, berupakan kawasan rawan bencana alam. Sepert, banjir, tanah longsor, kekeringan, dan gempa bumi dengan skala VII-XII Modified Mercalli Intensity [MMI].

“Oleh sebab itu, putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: 192/B/LH/2019/PT.TUN.JKT tertanggal 6 September 2019 yang membatalkan putusan PTUN Jakarta dengan Nomor: 241/G/LH/2018/PTUN.JKT tertanggal 11 April 2019 tidak dapat dipertahankan. Harus dibatalkan. Selanjutnya, Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini,” ujar Majelis Hakim Agung dalam putusannya.

Dalam putusan ini juga dijelaskan, Majelis Hakim Agung telah membaca dan mempelajari jawaban memori kasasi. Namun, tidak ditemukan hal-hal yang dapat melemahkan alasan kasasi yang diajukan oleh para pemohon kasasi yaitu masyarakat Beutong Ateuh Banggalang dan Walhi.

Baca: KLHK: PT. EMM, Perusahaan Tambang Emas di Beutong, Tidak Memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan 

 

Hutan Beutong merupakan jalur harimau sumatera yang menghubungkan KEL dengan Ulu Masen. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Penolakan masyarakat

Masyarakat di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya, sedari awal tegas menolak kehadiran perusahaan ini. Masyarakat khawatir, kehadiran perusahaan akan menimbulkan bencana dan mengancam keselamatan warga.

Muharuddin, masyarakat Beutong Ateuh Banggalang, mengatakan masyarakat yang menolak berasal dari empat desa: Babah Suak, Kuta Tengoh, Blang Puuk, dan Blang Meurandeh.

“Kami tidak mau ada perusahaan, apalagi tambang emas. Hutan di Beutong masih bagus, kami khawatir, jika hutan rusak akan datang bencana,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Penolakan terhadap izin yang dikeluarkan BKPM itu juga dilakukan mahasiswa dan pemuda di Kota Banda Aceh. Termasuk menggelar unjuk rasa besar-besaran di Kantor Gubernur Aceh pada 9-11 April 2019.

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, di hadapan ribuan mahasiswa tersebut menegaskan akan menggugat perusahaan itu sebagai bentuk pembelaan hak rakyat Aceh.

Nova mengatakan, Pemerintah Aceh pada 2018 telah mengirim surat ke Balai Koordinasi Penanaman Modal [BKPM] guna meminta penjelasan bagaimana izin PT. EMM keluar.

“BKPM menjawab, semua perizinan yang dikeluarkan sah menurut aturan yang berlaku,” ujar Nova, Kamis [11/4/2019].

Baca: Tidak Ada Tempat untuk Perusahaan Tambang Emas di Beutong!

 

Ribuan massa yang berunjuk rasa menolak hadirnya PT. EMM di Banda Aceh, Aceh, pada 9-11 April 2019 lalu. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

PTUN tolak gugatan

Pengadilan Tata Usaha Negara [PTUN] Jakarta, pada 11 April 2019, menolak gugatan Surat Keputusan Kepala BKPM Nomor: 66/I/IUP/PMA/2007 tentang Persetujuan Penyesuaian dan Peningkatan Tahap Izin Usaha Pertambangan [IUP] Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi Mineral Logam, dalam Rangka Penanaman Modal Asing [PMA] untuk Komoditas Emas PT. Emas Mineral Murni [PT. EMM], tanggal 19 April 2017.

Majelis Hakim PTUN Jakarta yang diketuai M. Arief Pratomo menyatakan, PTUN Jakarta tidak memiliki kewenangan memutuskan perkara izin tambang PT. EMM. Gugatan Wahana Lingkungan Hidup [Walhi] Aceh dianggap prematur karena tidak didahului upaya penyelesaian di luar pengadilan.

“Gugatan para penggugat tidak bisa diterima dan membebankan para penggugat membayar biaya perkara sebesar 351 Rupiah,” terang Arief.

Menanggapi putusan, Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur mengatakan, hasil ini melukai rasa keadilan masyarakat yang terancam karena pertambangan emas. “Pemerintah terkesan membiarkan korporasi melanggar hukum, merusak lingkungan, dan mengorbankan hak-hak masyarakat.”

Muhammad Nur mengatakan, selama persidangan Walhi bersama masyarakat telah mengajukan sekitar 60 alat bukti yang menguatkan pencabutan izin PT. EMM.

Majelis juga menyatakan, PT. EMM sudah memiliki Izin Lingkungan yang diterbitkan Bupati Nagan Raya sehingga SK BKPM tentang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi telah memenuhi ketentuan Pasal 93 ayat [1] huruf c. Sehingga, alasan ini digunakan hakim bahwa PTUN tidak berwenang dan menolak gugatan.

“Menurut kami, ada persoalan hukum yang tidak diungkap. Apakah PT. EMM memiliki izin lingkungan di Kabupaten Aceh Tengah maupun Pemerintah Aceh. Padahal, wilayah pertambangan berada di dua Kabupaten, Nagan Raya dan Aceh Tengah,” ujarnya.

Baca juga: Tegas! Masyarakat Beutong Tolak Perusahaan Tambang Emas

 

Masyarakat di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya, Aceh, yang tak ingin daerahnya ditambang karena berdampak negatif pada kehidupan mereka. Foto: Dok. Walhi Aceh

 

Kasasi ke Mahkamah Agung

Masyarakat Beutong Ateuh Banggalang bersama Walhi yang tidak menerima gugatan mereka ditolak oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negeri Jakarta.

Namun, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam keputusan Nomor: 192/B/LH/2019/PT.TUN.JKT yang dibacakan pada 6 September 2019, membatalkan atau menolak banding yang diajukan masyarakat Beutong Ateuh Banggalan dan Walhi.

Tidak terima dengan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, masyarakat Beutong Ateuh Banggalang dan Walhi langsung melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung. Perjuangan ini membuahkan hasil, Mahkamah Agung mengabulkan gugatan mereka.

PT. Emas Mineral Murni [EMM] mendapatkan Izin Usaha Pertambangan [IUP] Operasi Produksi melalui SK Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI Nomor: 66/I/IUP/PMA/2017 pada 19 Desember 2017, dengan luas areal 10.000 hektar.

Lokasi izinnya yang berada di luar KEL yaitu di APL [2.779 hektar] dan hutan lindung [4.709 hektar]. Sementara yang masuk Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] sekitar 2.478 hektar dengan rincian APL [1.205 hektar] dan hutan lindung [1.273 hektar].

 

Putusan-Kasasi-Gugatan-Izin-PT-EMM-oleh-WALHI.pdf

 

 

Exit mobile version