Mongabay.co.id

Populasi Burung Jalak Bali Meningkat, Tetapi Perlu Diteliti Keragaman Genetiknya

 

Curik Bali atau Jalak Bali (Leucopsar rothschildi), maskot Provinsi Bali yang masuk satwa terancam punah ini populasinya meningkat. Kunci keberhasilan di antaranya izin penangkaran dan pelepasan ke alam.

Hal menarik lainnya adalah di tengah gencarnya penangkaran, apakah keragaman genetik Curik Bali ini berkualitas?

Hal ini terangkum dalam Seminar Nasional Online “Pelestarian Curik Bali” diselenggarakan oleh Frank Williams Museum Patung Burung Universitas Udayana pada Selasa (18/8/2020) yang menghadirkan peneliti Taman Nasional Bali Barat (TNBB) sebagai habitat aslinya, asosiasi penangkar, dan lainnya.

Indra Exploitasia, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengingat ketika IUCN menyatakan Curik Bali masuk satwa yang hampir punah sekitar 1970 dan masuk Appendix I CITES. Artinya burung yang ditetapkan jadi simbol Provinsi Bali pada 1991 itu dilarang perdagangannya jika diambil dari alam. Untuk menjaga keberlanjutannya, para pihak harus melakukan registrasi ke CITES untuk penangkarannya..

Prinsip keberlanjutan diatur dengan tiga hal, legalitas, traceability, dan sustainability. Artinya, sumber satwa jelas dengan dokumen, traceability asal usul satwa jelas, dan sustainibility menyiapkan mekanisme dan tools untuk mendapatkan dua hal di atas. Misalnya dengan melakukan sistem sertifikasi, penandaan, dan lainnya.

“Ini menantang perguruan tinggi untuk sistem traceability yang memastikan keragaman genetik spesies. Variasi genetik di penangkaran terbatas. Sumber alam saat ini dari hasil penangkaran,” jelas Indra, perempuan lulusan IPB ini.

baca : Jalan Panjang Melindungi Jalak Bali dari Kepunahan (Bagian – 1)

 

Jalak bali di kandang introduksi di Desa Ped, Nusa Penida. Foto: Ridzki R. Sigit

 

Kewajiban penangkaran adalah wajib restocking di alam minimal 10%. Namun tantangannya membuat satwa menimbulkan sifat keliaran, karena pola penangkaran sifatnya jinak. Bagaimana membuat liar dan bisa beradaptasi di alamnya. Seberapa tinggi potensi melakukan peningkatan populasi di alam dan berkembang biak tanpa menurunkan keragaman genetiknya.

Selama ini ia mengakui belum banyak penelitian tentang keragaman genetik ini. Riset lain adalah identifikasi penyakitnya. Penyakit pada tempat konservasi in-situ dan ex-situ berbeda. “Misal virus influenza sumber penularannya wild birds, apakah (satwa itu sebagai) reservoar atau korban dari peternakan? Perlu menjamin tak ada penyakit di penangkaran,” ujarnya. Strategi konservasi saat ini untuk meningkatkan populasi di alam hampir semuanya hasil restocking.

Grafik peningkatan populasi Curik Bali terlihat di satu dekade terakhir ini. Untuk mekanisme perizinan, Indra menyebut tidak mau terlalu rumit. Ada aturan baru, semua mekanisme perizinan ditujukan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), one single submission secara online. Masyarakat yang mau menangkarkan mengajukan nomor induk berusaha. Izin penangkaran dibagi dua, perorangan dan badan usaha. Jika perseorangan, cukup fotocopy KTP.

Syaratnya, sumber indukan dari hasil penangkaran, rampasan sita, temuan, impor, dan berasal dari alam sesuai kuota dari KLHK berdasar rekomendasi LIPI. Curik Bali belum ada kuotanya, karena masih berstatus critically endangered.

Bentuk penangkaran sesuai standar kesejahteraan seperti bebas rasa lapar, haus, dan lainnya. Penandaan dengan rig berbentuk cincin, sertifikasi, serta pencatatan.

Dari data penangkar, terbanyak Jawa Tengah dengan 252 pemegang izin, Jawa Timur 31, Yogyakarta 21, Bali 16, Jabar 12, dan Jakarta satu orang. Namun yang baru teregistrasi di CITES baru satu pihak.

baca juga : Jalan Panjang Melindungi Si Cantik Jalak Bali dari Kepunahan (Bagian – 2)

 

Data penangkar dan pelapasliaran burung Curik Bali. Sumber : tangkapan layar webinar

 

Penangkaran untuk Pencurian

Tony Sumampau dari Asosiasi pelestari Curik Bali (APCB) mengingat bagaimana awal inisiatif izin penangkaran ini didapatkan. Survei 2004-2005 menemukan 5 ekor Curik Bali di TNBB. Habitatnya saat itu mengecil terkait perubahan tutupan lahan di TNBB dan perubahan fungsi hutan. Terakhir hanya ditemukan di titik tertentu saja. “Faktor utama adalah akses air, sehingga Curik Bali mendekat ke pemukiman,” ingatnya. Kondisi Curik Bali yang diidentifikasi periode 1973-2004 saat itu kebanyakan dari kebun binatang dan warga sekitar 600 ekor.

Pihaknya mengasumsikan burung akan sulit bertahan saat itu. Banyak penangkapan ilegal karena permintaan di pasar sangat tinggi. Harganya mahal, sekitar Rp30 juta per pasang, termasuk kasus-kasus penangkapan di TNBB. Sekitar tahun 2000, Curik Bali tak boleh dipelihara warga namun pihaknya mendorong perubahan konsep. Lahirlah APCB pada 2005. “Diberi kelonggaran agar kolektor tak disita tapi masuk dalam kelompok penangkar. Tujuannya meningkatkan populasi, pencatatan, membanjiri pasar untuk mengurangi penangkapan di alam,” jelas Tony.

“Kalau pasar tak dibanjiri burung dari hasil penangkaran pasti terus ada pencurian,” imbuhnya. Penangkaran di lembaga konservasi saja menurutnya sulit membanjiri pasar. Karena pihak lain dilarang menangkarkan dan melestarikan, tak melibatkan kolektor atau komunitas penghobi.

Program breeding dilakukan di Desa Sumber Klampok, sekitar TNBB sebanyak 23 pasang burung. Mereka bisa menangkarkan tapi sulit mendapat izin edar untuk diperjualbelikan.

Kemudian sebanyak 198 ekor diteliti genetiknya oleh sejumlah pihak termasuk peneliti dari Indonesia dan Jepang. Tony menyebut rata-rata kualitas genetiknya kurang baik, dan ini digunakan untuk membanjiri pasar, sampai harga Curik Bali turun sekitar Rp3-5 juta per pasang.

perlu dibaca : Melihat Penangkaran Jalak Bali di TNBB Bali. Begini Ceritanya

 

Burung Jalak Bali makin banyak ditangkarkan untuk menambah populasinya di alam liar, burung Jalak Bali dalam kandang dan alam mudah dilihat di TN Bali Barat. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Kualitas genetik yang baik digunakan untuk restocking atau pelepasliaran di alam. Menurutnya konsep penangkaran yang meluas ini bisa dicontoh untuk menangkarkan burung berkicau lainnya yang langka di alam. Tak hanya fokus di Curik Bali.

Selama hampir 15 tahun program penangkaran ini, menurut Tony, Curik Bali bisa terbang di seluruh Bali sejauh tak ada yang menangkap. Ia menyarankan jangan beri makan khusus kecuali buah di alam. Burung ini dinilai memiliki sopan santun tinggi. Ancamannya diserang burung lain seperti cerucuk, dan reptil yang menyerang sarang.

Burung hasil penangkaran jika dilepasliarkan, akan memiliki angka reproduksi baik di alam jika pelepasannya sebelum usia satu tahun. Jika terlalu tua, akan lebih sulit adaptasi, sekitar 20% mortalitas Curik Bali di alam karena kurang paham predator.

Agus Ngurah Krisna, dokter hewan di TNBB menyebut sebaran populasi sebelum 1990 sekitar 300 km di pesisir Utara sampai Selatan Bali. Suaka satwa dimulai 1996 dengan tiga ekor burung dari kebun binatang, penyiapan anakan untuk restocking, SOP kesehatan, dan keragaman genetik. Dibuatlah area habituasi, soft release, dan 3 site release di TNBB yakni Cekik, Labuan Lalang, dan Brumbun. Sensus dilakukan dua tahun sekali dengan metode penjelajahan dan concentration count.

Keberhasilan saat ini menurutnya di strategi pelepasliaran. Burung yang dilepas di ekosistem dataran rendah dengan savana kelihatan lebih nyaman. Selain itu, perlu penanaman pohon pakan dan pemulihan ekosistemnya.

“Yang mencuri sekarang banyak jadi penangkar,” sebutnya. Ekowisata Curik Bali berbasis masyarakat di desa-desa sekitar TNBB. Sebaran populasinya di Labuan Lalang sekitar 2 hektar sebanyak 210 ekor, Tanjung Gelap 32 ekor, di Cekik 95 ekor, Lampu Merah 12 ekor, dan Belimbing 45 ekor. Populasinya dari 1974 sampai Juli 2020 sebanyak 355 ekor di alam. Ini jumlah tertinggi.

menarik dibaca : Inilah Cerita Jalak Bali dan Rumah Barunya di Nusa Penida

 

Bangunan kandang Jalak Bali yang disediakan di kawasan Taman Nasional Bali Barat. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Dibandingkan pada 1971 sebanyak 112 ekor, pada 2002 sebanyak 6 ekor, lalu kini jadi 355 ekor. Sementara data pelepasan sejak 2011 sampai 2019 sekitar 490 ekor.

Anakan Curik Bali saja sebanyak 63 ekor pada 2019, dan sampai Juli 2020 saja sudah ada anakan sebanyak 117 ekor, meningkat hampir dua kali lipat. Musim berkembang biaknya di musim hujan Januari-Mei.

Tantangan selanjutnya menurut Krisna adalah daya dukung habitat. Berapa sebenarnya populasi di alam? Agar aman perkembangbiakannya tak turun drastis lagi. Bagaimana membuat koridor satwa karena TNBB dikelilingi pemukiman dan hutan produksi.

Jatna Supriatna, seorang peneliti zoologi dan biologi konservasi dari Universitas Indonesia meminta dalam manajemen penangkaran jangan mengawinkan indukan dan anak. Untuk keberagaman genetiknya.

Hasil penelitian terakhir terkait aspek biologi Curik Bali dipaparkan LP Eswaryanti yang meneliti tahun ini bersama dua rekannya Mas Untung dan Andri Nugroho. Ancaman punah Curik Bali juga dampak dari ekspor besar-besaran ke Eropa dan Amerika Serikat pada 1960-1970-an yang mendorong dimasukkan ke Appendix I.

Banyak burung yang diobservasi belum ada gelangnya dan dijumpai di luar kawasan TNBB. Ada yang bersarang di kotak dan sarang alami seperti lubang pohon. Dari 135 nest box (sarang buatan), aktif digunakan burung sebanyak 29 box.

“Sarang alami lebih sedikit tapi ini menggembirakan. Sangat adaptif karena menggunakan media sarang sekitarnya seperti kotak lebah,” urai Eswaryanti.

Pengamatan dilakukan selama 6 bulan pada 3 lokasi yakni Brumbun, Cekik, dan Lampu Merah. Ditemukan rata-rata 3 telur di sarangnya. Misalnya peneliti pada 3 Mei lihat ada 3 telur di sarangnya, 31 Mei sudah ada 3 anakan, dan 14 Juni sudah tidak ada di sarang itu.

baca juga : Jalak Bali: Si Cantik dari Pulau Dewata

 

Curik Bali atau Jalak Bali (Leucopsar rothschildi), burung maskot Provinsi Bali. Foto : Dedy Istanto

 

Curik Bali dinilai memiliki strategi ruang, karena menggunakan area bawah di tanah sampai atas pohon. Mereka terlihat makan serangga bersayap, serangga di bawah tanah seperti laba-laba, jangkrik, dan kadal kecil.

Peneliti menyimpulkan jumlah telur mencerminkan ketersediaan sumber daya untuk reproduksi bagi Curik Bali. Titik perjumpaan pun makin banyak karena populasinya meningkat.

Andi Wiranata dari FNPF, yayasan yang melakukan konservasi satwa juga membagi pengalamannya melepaskan Curik Bali sejak 2006-2014 sebanyak 65 ekor di sejumlah desa di Nusa Penida. Sebanyak 4 ekor mati.

Manajemen konservasinya dengan cara mempertahankan populasi yang mengalami peningkatan dari sisi jumlah individu, menjaga sebaran kotak sarang, dan ekspansi jaringan kotak sarangnya.

“Jaringan sarang di tempat atau akomodasi wisata lebih aman dan ada akses airnya,” sebutnya.

 

Exit mobile version