Mongabay.co.id

Hati Wendi Prameswari Tidak Bisa Berpaling dari Kukang

 

 

Wendi Prameswari [33] tak menyangka bakal jatuh hati pada kukang. Padahal, orangutan menjadi motivasi utama dia untuk mendalami bidang medik konservasi. Namun, primata pemilik mata bulan lah yang membuat perasaan dokter hewan di Pusat Rehabilitasi IAR Indonesia tidak bisa berpaling ke lain hati.

Pilihan itu tidak hadir dengan sendirinya. Selain literatur dan penelitian yang masih minim, ketertarikan orang-orang terhadap kukang yang tidak begitu banyak menjadi penyemangat utamanya berkecimpung dalam upaya konservasi kukang.

“Ini salah satu weakness point penyelamatan kukang di Indonesia. Sejauh ini, dibandingkan jenis primata lain, perhatian pada kukang masih sedikit,” tutur Wendi.

Bagi perempuan lulusan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada [UGM] sepuluh tahun silam, menjadi dokter hewan sekaligus praktisi medik konservasi satwa nokturnal itu merupakan hal luar biasa. Profesi yang bagi sebagian besar orang dipandang berbahaya dengan beragam risiko penularan penyakit.

“Juga sebenarnya, membuat saya seperti detektif. Dalam hal ini, seorang dokter hewan dituntut memahami kondisi pasien [kukang] tanpa ada komunikasi verbal serta harus mengambil tindakan maupun penanganan yang tepat.”

Baca: Mencabut Gigi Kukang Sama Saja Membunuhnya Perlahan

 

Wendi Prameswari besama tim medis IAR tengah melakukan pemeriksaan gigi kukang. Foto: Reza Septian/IAR Indonesia

 

Sejauh ini, ribuan kukang telah dia rawat untuk bisa hidup kembali di alam bebas. Peristiwa yang paling diingat Wendi adalah ketika kedatangan ‘tamu’ sebanyak 238 individu kukang sumatera korban perdagangan satwa liar ilegal ke Pusat Rehabilitasi IAR Indonesia.

Wendi dan tim harus segera memberikan penanganan pertama agar jumlah kematian kukang dapat ditekan. Sepanjang malam, dia melakukan pemeriksaan kondisi kukang, satu persatu, hingga memindahkannya ke kandang fasilitas rehabilitasi. Ini dikarenakan, kukang-kukang tersebut oleh para pedagang ditempatkan dalam keranjang buah yang kecil, menyebabkan mereka berkelahi, terluka, stres, hingga malnutrisi.

“Tahapan panjang harus mereka lalui dimulai karantina, pengecekan fisik dan laboratorium, pemulihan, hingga pengamatan perilaku. Semua itu dilakukan guna memberikan kesejahteraan sekaligus memastikan para kukang dalam kondisi sehat dan tidak membawa penyakit di habitat barunya saat dilepasliarkan nanti.”

Baca: Mewaspadai Perdagangan Ilegal Kukang di Media Sosial

 

Pemeriksaan kesehatan kukang merupakan pekerjaan yang dilakukan Wendi Prameswari di klinik kesehatan IAR Indonesia. Foto: Reza Septian/IAR Indonesia

 

Sayang, tidak sedikit kukang yang datang ke pusat rehabilitasi dalam kondisi gigi terpotong [ompong]. Ini tindakan yang kerap dilakukan para pedagang sebelum menjual kukang secara ilegal, dengan harapan tidak membahayakan calon pembeli. Padahal, dengan mencabutnya, gigi kukang yang berfungsi untuk mencari makan dan mempertahankan diri dari bahaya, tidak akan pernah tumbuh kembali. Kondisi itu justru membuat kukang menderita, tidak banyak peluang untuk kembali ke hutan.

“Yang bisa kami lakukan adalah memberikan perawatan khusus, mengurangi penderitaan akibat infeksi perbuatan kejam itu.”

Namun, jerih payah itu terbayar saat kukang-kukang tersebut menunjukkan perubahan positif. “Tidak ada yang lebih membanggakan saat bisa menyaksikan kembali kukang yang telah kita rawat dan lepasliarkan bertahan hidup di habitatnya. Mengingat kondisi mereka saat pertama kali tiba,” terang wendi yang telah satu dekade merawat kukang di IAR Indonesia yang berlokasi di Gunung Salak, Ciapus, Bogor, Jawa Barat.

Baca juga: Kukang Albino Alby Kini Hidup Liar di Bukit Barisan Selatan

 

 

 

Spesial namun terancam

Dalam Bincang Alam Mongabay Indonesia mengenai Tantangan Konservasi dan Rehabilitasi Kukang di Era Kenormalan Baru, Minggu [13/9/2020], Wendi mengungkapkan bahwa kukang merupakan primata spesial. Selain memiliki lapisan khusus pada mata yang disebut tapetum lucidum untuk membantunya melihat lebih jelas di kegelapan, kukang adalah satu-satunya primata yang memiliki bisa sebagai salah satu bentuk pertahanan diri dari bahaya. Bisa tersebut diproduksi oleh kelenjar di lengan dalam bagian atas yang efeknya dapat menyebabkan alergi parah.

“Saya dan teman-teman yang merawat kukang hampir semuanya pernah digigit. Efek yang ditimbulkan beragam, namun paling sering adalah gejala jantung berdebar, disusul sesak napas, pembengkakan pada bibir dan wajah, hingga kehilangan kesadaran,” jelasnya.

 

Bayi kukang yang berada di kandang rehabilitasi IAR Indonesia di Bogor, Jawa Barat. Foto: Dok. IAR Indonesia

 

Kehidupan kukang hingga saat ini masih dibayangi ancaman yang mendorongnya ke ambang kepunahan. Selain perubahan habitat, faktor utama lainnya adalah aktivitas perburuan untuk diperdagangkan. Pada 2007, tercatat sekitar 7.000 individu kukang diperdagangkan setiap tahunnya di Indonesia.

Sementara, berdasarkan data yang dihimpun sejak 2012-2019, ditemukan sedikitnya 4.089 individu kukang diperdagangkan secara daring melalui Facebook. Jumlah tersebut didapat dari 5.284 iklan perdagangan satwa liar ilegal di 353 grup jual beli.

Pada beberapa kasus, bahkan ditemukan perdagangan kukang untuk memenuhi pasar internasional. Contoh, penggagalan penyelundupan 21 individu kukang jawa ke Filipina pada 2015 serta pengungkapan 79 individu kukang jawa di Majalengka yang akan dikirim ke Tiongkok melalui pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, awal 2019.

 

Satu individu kukang sumatera yang dilepasliarkan di hutan. Foto: Dok. IAR Indonesia

 

Wendi memastikan sejumlah kukang yang diselundupkan itu hasil tangkapan langsung dari alam [fresh capture]. Sebab, konvensi antarnegara dunia yang dibentuk untuk melindungi flora dan fauna yang terancam dari perdagangan internasional atau Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora [CITES] sudah memasukkan kukang dalam Appendix I. Artinya, kukang tidak diperbolehkan untuk diperdagangkan.

“Selain itu, bayi kukang maupun kukang yang lahir di tangan pemelihara, umumnya tidak akan bertahan hidup lama. Hasil survei terhadap pemelihara yang pernah merawat bayi kukang menunjukkan, 70% di antaranya hanya hidup 6 bulan pertama. Sekalipun ada yang bertahan, perbandingannya hanya satu per seribu,” lanjut Wendi yang juga merupakan anggota Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Akuatik, dan Hewan Eksotik Indonesia [Asliqewan].

 

Rute yang harus dilalui saat pelepasliaran kukang sumatera di hutan. Foto: Dok. IAR Indonesia

 

Hal lain yang masih terjadi pada kukang adalah satwa ini sering dianggap sama dengan kuskus dan lemur. Padahal semua itu jenis berbeda, bahkan jauh kekerabatannya.

“Kukang masuk ordo atau bangsa primata, sementara kuskus merupakan marsupialia atau hewan berkantung. Lebih lanjut, kukang dikelompokkan ke dalam prosimian atau primata primitif, karena memiliki bukti sisa-sisa evolusi berupa grooming claw untuk membersihkan dirinya,” tuturnya.

 

Tim medis IAR Indonesia memeriksa kesehatan kukang jawa yang diselamatkan dari perdagangan ilegal beberapa waktu lalu. Foto: Dok. IAR Indonesia

 

Perbedaan lain, kukang tersebar di sebagian besar negara-negara di Asia Tenggara seperti Thailand, Laos, Filipina, Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Di Indonesia, terdapat tiga spesies yaitu kukang jawa [Nycticebus javanicus], kukang sumatera [Nycticebus coucang], dan kukang kalimantan [Nycticebus menagensis].

International Union for Conservation of Nature [IUCN] – badan konservasi dunia yang merilis status satwa kritis- telah mencatat empat jenis kukang baru di Indonesia, Agustus 2020, yaitu kukang bangka [Nycticebus bancanus], kukang kayan [Nycticebus kayanus], kukang borneo [Nycticebus borneanus], dan kukang sumatera bagian utara [Nycticebus hilleri].

“Namun empat spesies baru ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Baik itu dari segi molekuler, morfologi, maupun perilaku,” ujar Wendi.

 

Spesie kukang yang ada di Indonesia. Sumber: Presentasi Wendi Prameswari mengenai Tantangan Konservasi dan Rehabilitasi Kukang di Era Kenormalam Baru

 

Kukang dan kenormalan baru

Pandemi COVID-19 telah memaksa semua orang untuk beradaptasi dengan kenormalan baru. Begitu juga dengan upaya rehabilitasi kukang. Tim tetap memberikan kesejahteraan untuk semua kukang di fasilitas rehabilitasi IAR Indonesia.

Segala hal sudah dipersiapkan sebagai bentuk antisipasi. Di antaranya dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap aspek kesehatan dan keselamatan melalui sejumlah protokol biosecurity dan biosafety. Sebelum ada pandemi, standar prosedur rehabilitasi yang ketat sesungguhnya telah diterapkan.

“Karena, potensi dan risiko penularan penyakit apapun dapat terjadi kapan saja, tidak bisa diprediksi. Kami menyadari, berada di posisi satu tingkat lebih waspada dengan risiko zoonosis,” jelas Wendi.

 

Wendi Prameswari menunjukkan tengkorak kukang sumatera di kantor IAR Indonesia, Bogor, Jawa Barat. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Prosedur perawatan pada situasi ini bertahap. Mulai uji COVID-19 terhadap kukang dan tim, penggunaan masker selama bekerja, hingga mengurangi kontak langsung dengan satwa dan orang-orang yang terlibat langsung.

“Aplikasi kenormalan baru di dunia konservasi khususnya kukang, tidak menjadi suatu hal yang mustahil. Tinggal bagaimana kita mau menerapkan dan beradaptasi secepat mungkin,” ujarnya.

 

Pusat Rehabilitasi IAR Indonesia yang berada di Bogor, Jawa Barat, dilihat dari udara. Foto: Dok. IAR Indonesia

 

Wendi berpesan, upaya konservasi kukang dan primata lainnya di Indonesia bukan hanya tugas satu atau dua pihak, melainkan tanggung jawab bersama. Selain itu, upaya rehabilitasi bukan jawaban utama dalam konservasi kukang dan satwa liar lainnya.

Rehabilitasi merupakan dampak yang ditimbulkan dari kelakuan buruk manusia terhadap satwa liar di habitatnya. Solusi itu semua adalah dengan tidak memburu, memelihara, dan memperdagangkan kukang.

“Jika menemukan kukang di sekitar rumah, kebun, maupun tepi hutan, jangan ditangkap karena biasanya itu adalah kukang liar yang mencari makan. Biarkan saja sambil diamati dari kejauhan. Sebaliknya, jika melihat aktivitas perburuan dan perdagangan kukang, jangan sungkan untuk segera melapor ke BKSDA maupun petugas berwenang,” pungkasnya.

 

 

Exit mobile version