Mongabay.co.id

AMAN Minta Pengukuran Tanah Adat untuk Waduk Lambo Dihentikan. Kenapa?

Lokasi lahan pembangunan waduk Lambo yang diusulkan pemerintah Kabupaten Nagekeo. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Nusa Bunga yang meliputi wilayah Pulau Flores, Solor, Adonara dan Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) mendesak pemerintah untuk menghentikan pengukuran tanah adat di Rendu dan Ndora.

Pengukuran tanah yang dilakukan tim Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan pengawalan aparat kepolisian ini terkait rencana pembangunan Waduk Lambo di Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores, NTT.

Ketua AMAN Nusa Bunga Philipus Kami kepada Mongabay Indonesia, Senin (26/10/2020) mengatakan, hingga saat ini masih terjadi penolakan keras dari masyarakat pemilik tanah ulayat yang terkena dampak sehingga perlu diperhatikan secara serius oleh pemerintah dalam melakukan pengukuran tanah milik masyarakat.

Lipus sapaan karibnya mengatakan, terdapat sekitar 50 Kepala Keluarga (KK) di Dusun Malapoma dan sebagian besar Masyarakat  Adat Ndora tetap menolak lokasi pembangunan waduk yang ada di Lowo Se.

“Warga mengusulkan lokasi alternatif yang terletak di Malawaka dan Lowo Pebhu namun sangat disayangkan karena sampai saat ini pemerintah belum juga menerima usulan lokasi alternatif tersebut,” sesalnya.

Mantan anggota DPRD Ende ini menjelaskan, penolakan masyarakat merupakan hak dasar masyarakat  sesuai UUD 1945 pasal 18 b ayat 2 dan juga dalam UU No.5/1950 tentang Pokok Agraria.

Lipus berharap agar Kapolda NTT dan Kapolres Nagekeo dapat mengingatkan anggota kepolisian yang hadir di Malapoma dan Ndora untuk dapat memberikan rasa aman, nyaman, mengayomi dan melindungi masyarakat sebagai pemilik hak waris tanah secara turun temurun.

baca : Masyarakat Menolak Lokasi Pembangunan Waduk Lambo, Kenapa?

 

Warga bersiaga di dalam lahan mereka yang masuk dalam peta rencana pembangunan Waduk Lambo di Desa Rendu Butowe, Kecamatan Aesesa Selatan, Kabupaten Nagekeo, NTT. Sementara di jalan tampak aparat kepolisian berjaga-jaga petugas BPN yang mengukur tanah ulayat lokasi waduk Lambo. Foto : Willybrodus Be’i Ou/FPPWL Nagekeo

 

Menolak Pengukuran

Sekretaris Forum Penolakan Pembangunan Waduk Lambo (FPPWL) Willybrodus Be’i Ou, Selasa (27/10/2020) mengatakan situasi di Rendu Butowe masih tetap panas akibat adanya pengukuran oleh petugas BPN Nagekeo.

Menurut Willy sapaannya, petugas BPN tetap memaksa masuk melakukan pengukuran di lokasi lahan warga yang menolak.

Untuk wilayah Rendu pengukuran  dimulai Jumat (16/10/2020) sementara di Ndora mulai Selasa  (20/10/2020) hingga Jumat  (23/10/2020). Sementara Lambo sudah lebih awal pada Senin (5/10/2020) hingga Kamis (15/10/2020).

Willy menegaskan masyarakat penolak pembanguann waduk Lambo di di Lowo Se tidak mengizinkan lahannya diukur.

“Seharusnya pemerintah sudah lebih paham tentang penolakan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat Rendu dan Ndora karena bukan baru kali ini aksi penolakan itu dilakukan. Jauh sebelumnya, gelombang penolakan pembangunan waduk ini telah dilakukan dan diketahui pemerintah,” ungkapnya.

Willy meminta agar petugas BPN dan aparat kepolisian mengurungkan niatnya melakukan pengukuran tanah daripada nekat melakukan pengukuran secara sembunyi– sembunyi dan dikejar masyarakat.

Ia menyebutkan, saat sosialisasi dikatakan ketika tim mau mengukur maka masyarakat harus hadir. Tetapi kenyataan di lapangan saat masyarakat tidak ada baru tim melakukan pengukuran sehingga masyarakat bersiaga di lokasi tanah adat mereka untuk menghalau petugas.

“Di Dusun Malapoma, Desa Rendu Butowe ada 50 KK menolak pembangunan waduk di lokasi Lowo Se dan hanya 4 KK yang menerima. Warga pun tetap berkomitmen menolak dan mengusulkan lokasi alternatif di Malawaka dan Lowo Pebhu,” tegasnya.

baca juga : Tolak Rencana Lokasi Awal Waduk Lambo, Masyarakat Adat Rendu Berikan Alternatif

 

Lokasi lahan pembangunan Waduk Lambo yang diusulkan Pemerintah Kabupaten Nagekeo, NTT, di Desa Rendu Butowe, Kecamatan Aesesa Selatan. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Sementara itu Ketua Forum Penolakan Pengadaan dan Pengukuran Tanah (FP3L) Masyarakat Adat Ndora, Siti Aisyah mengungkapkan, beberapa waktu lalu pihaknya sempat menyita peralatan tim pengukuran tanah karena telah melakukan pengukuran di tanah milik warga.

Siti mengaku bersama FP3L setiap hari harus berada di lokasi kebun masing-masing untuk menjaga lahannya agar tidak diukur oleh tim pengukur tanah karena bagi FP3L lahan yang telah diukur boleh jadi dipergunakan pemerintah untuk menjadi kekuatan mereka dalam menyetujui pembangunan Waduk Lambo.

“Sekali tolak kami tetap tolak sampai kapan pun. Nyawa jadi taruhan kami untuk mempertahankan tanah titipan leluhur yang telah diwariskan kepada kami,” tegasnya.

 

Tahapan Pengadaan Tanah

Kepala Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Agus Sosiawan saat ditanyai Mongabay Indonesia di Kantor BPN Sikka, Kamis (15/10/2020) mengakui proses pembangunan Waduk Lambo terus berjalan dan tim sedang turun melakukan pengukuran tanah.

Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam laman resminya menyebutkan sosialisasi pengadaan tanah Bendungan Lambo sudah dilakukandi Desa Rendu Butowe Kecamatan Aesesa Selatan, Senin (28/9/2020). Dalam sosialisasi itu, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Nagekeo, Dominikus B. Insantuan  mengatakan terdapat 4 tahapan besar dalam pengadaan tanah yaitu perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan penyerahan hasil.

Dominikus mengharapkan kepada seluruh pemilik tanah terdampak untuk dapat hadir di lokasi pada saat dilakukan pengukuran agar bisa menunjuk batas tanahnya masing-masing.

“Setelah pengukuran selesai, maka tim yang terdiri dari petugas Kantor Pertanahan, Pertanian dan PUPR Nagekeo akan melakukan pendataan. Pada kesempatan itu diharapkan kepada pemilik tanah dapat hadir dan bersama-sama dengan tim mencatat semua jenis tanaman yang mempunyai nilai ekonomis maupun benda mati seperti rumah ataupun kuburan,” harapnya.

perlu dibaca : Mengapa Pembangunan Waduk Lambo Ditolak Masyarakat di Tiga Desa Adat. Apa Masalahnya?

 

Acara sosialisasi pengadaan tanah waduk Lambo yang dilakukan di Desa Rendu Butowe Kecamatan Aesesa Selatan, Nagekeo, NTT, Senin (28/9/2020). Foto : Kementerian PUPR

 

Dominikus melanjutkan, setelah selesai pengukuran dan pendataan, akan diterbitkan peta bidang daftar nominatif dari masing-masing bidang tanah. Saat itu lanjutnya, masyarakat terdampak diajak duduk bersama untuk mencocokan hasil pendataan dengan kenyataan yang ada, tentang luas tanah serta nilai ekonomisnya berkaitan dengan jenis tanaman yang ada.

Setelah terjadi kesepakatan, kata dia, data tanah tersebut akan diumumkan di kantor desa masing-masing, di lokasi pembangunan bendungan dan di kantor camat selama 14 hari kerja.

“Nilai tanah secara ekonomis atau harga tanah termasuk tanaman dan lainnya akan ditentukan oleh tim penilai  atau appraisal ,” terangnya.

Dominikus menjelaskan, untuk bentuk pembayaran ganti rugi, pemilik lahan diberikan kebebasan memilih apakah dalam bentuk uang yang ditransfer ke rekening, ganti tanah maupun ganti dalam bentuk lainnya dalam suatu musyawarah.

Ia katakan setelah kesepakatan tercapai maka Kementerian PUPR melalui PPK Pengadaan Tanah akan melakukan usulan pembayaran ganti rugi tanah kepada Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Kementerian Keuangan.

Disebutkannya, hal ini dilakukan karena Bendungan Mbay/Lambo termasuk salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagaimana diatur dalam Perpres No. 3 tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional.

Terkait hal ini, AMAN Nusa Bunga meminta kepala BPN Nagekeo agar jangan memaksa melakukan pengukuran tanah karena sejak tahun 2001 sampai hari ini masyarakat adat tetap menolak pembangunan waduk yang berada pada lokasi yang sama.

“Kita mendorong untuk dihentikan sementara aktifitas pengukuran tanah agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan bersama. Harus sambil ada komunikasi yang baik dengan berbagai stakeholder untuk segera mengakhiri persoalan ini,” pungkas Philipus.

 

Lokasi lahan pembangunan waduk Lambo yang diusulkan masyarakat adat Rendu, Kabupaten Nagekeo, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

***

 

Keterangan foto utama : Lokasi lahan pembangunan waduk Lambo yang diusulkan pemerintah Kabupaten Nagekeo. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version