Mongabay.co.id

Pintu Masuk bagi Para Pencuri Ikan adalah Rumpon

 

Upaya untuk mempersempit ruang gerak bagi para pelaku penangkapan ikan secara ilegal, tak terlaporkan, dan tak sesuai regulasi (IUU Fishing) terus dilakukan Pemerintah Indonesia dengan berbagai cara. Salah satunya, adalah dengan mengangkat sejumlah rumpon yang berpotensi menjadi pusat penangkapan ikan ilegal.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (PSDKP KKP) Tb Haeru Rahayu belum lama ini. Menurut dia, keberadaan rumpon selama ini bisa menjadi pemicu terjadinya aktivitas penangkapan ikan ilegal oleh kapal ikan asing (KIA).

“Ruang gerak pelaku illegal fishing kami coba persempit, kami putus salah satu mata rantai pencurian ikan,” jelasnya.

Dari semua wilayah perairan Indonesia, dia mencatat bahwa wilayah perbatasan perairan Laut Sulawesi yang masuk dalam teritori Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 716 menjadi salah satu lokasi perairan yang paling banyak ditemukan rumpon.

Dengan fakta tersebut, Laut Sulawesi juga menjadi lokasi favorit KIA untuk melakukan penangkapan ikan secara ilegal. Jika terus dibiarkan, maka sumber daya ikan yang ada di perairan tersebut akan terus dieksploitasi secara ilegal.

Menurut Haeru, salah satu upaya yang dilakukan untuk menghentikan aktivitas ilegal oleh kapal asing itu, adalah dengan mengangkat rumpon-rumpon yang ada di lokasi perairan tersebut, terutama Laut Sulawesi. Dengan demikian, diharapkan pencurian ikan bisa berkurang dan bahkan berhenti.

Dia melanjutkan, aktivitas IUU Fishing yang masih terus berlangsung di Laut Sulawesi dilakukan dengan modus operandi pengangkatan alat penangkapan ikan (API) jaring purse seine dan pancing tuna. Operasi pengangkatan API tersebut dilakukan oleh kapal perikanan lokal ataupun asing.

“Para pencuri ikan ini sangat bergantung pada rumpon sebagai alat bantu penangkapan. Rumpon-rumpon tersebut dipasang untuk mengumpulkan ikan-ikan jenis pelagis. Mereka memancing dan setting jaring juga di sekitar rumpon,” terang dia.

Contoh pengangkatan rumpon di Laut Sulawesi dilakukan belum lama ini oleh Kapal Pengawas Perikanan Hiu 007. Melalui operasi tersebut, KKP berhasil menertibkan empat buah rumpon yang diduga tidak memiliki surat izin pemasangan rumpon (SIPR).

Menurut Haeru, SIPR diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.26/2014 tentang Rumpon. Selain SIPR, dalam Permen tersebut juga diatur lebih detail tentang pengaturan penandaan rumpon yang dipasang di WPP-NRI.

baca : Perairan Laut Sulawesi Utara Lokasi Favorit Pemasangan Rumpon Ilegal

 

Kapal Pengawas Perikanan Hiu 007 mengamankan empat rumpon dalam operasi penertiban di perairan WPP-NRI 716 Laut Sulawesi, Rabu (14/10/2020). Rumpon-rumpon itu diduga tidak memiliki Surat Izin Pemasangan Rumpon (SIPR). Foto : KKP

 

Kawasan Konservasi

Selain di Laut Sulawesi, sebelumnya operasi pengangkatan rumpon ilegal juga dilaksanakan KKP di kawasan konservasi perairan nasional (KKPN) pulau Pieh yang masuk wilayah administrasi Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Dalam operasi di perairan yang masuk teritori WPP-NRI 572 perairan barat Sumatera Barat itu, KKP berhasil mengamankan enam rumpon ilegal yang diduga kuat menjadi alat untuk melancarkan aksi pencurian ikan oleh kapal asing. Operasi tersebut dilaksanakan Kapal Pengawas (KP) Perikanan Hiu 12.

Haeru menyebutkan, operasi pengangkatan rumpon tersebut dilakukan, karena KKPN perlu mendapatkan pengawasan dengan baik oleh semua pihak. Terutama, karena perairan KKPN memiliki biodiversitas yang tinggi seperti terumbu karang, jenis ikan yang dilindungi, mangrove, dan lainnya.

“Sehingga harus dikelola dan dimanfaatkan secara tertib dan berkelanjutan,” ucapnya.

Rumpon di perairan pulau Pieh dipastikan melanggar peraturan yang ada dan mengundang masuknya kapal berukuran di atas 10 gros ton (GT) untuk menangkap ikan.

Padahal, merujuk pada ketentuan dalam Permen KP No.47/2016 Pasal 5 ayat (2), penangkapan ikan di kawasan konservasi perairan diatur dengan ketat agar bisa dilakukan hanya oleh kapal perikanan dengan ukuran maksimal 10 GT saja.

”Selain tidak memiliki izin, kegiatan penangkapan ikan secara terbatas di KKPN hanya untuk kapal-kapal dibawah 10 GT,” tegas dia.

baca : Ganggu Ekologi Laut, Rumpon Ikan di Seluruh Indonesia Akan Dimusnahkan

 

PSDKP KKP menertibakan rumpon yang dipasang secara ilegal pada Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) Pulau Pieh di WPP-RI 572 perairan barat Sumatera Barat. Foto : PSDKP KKP

 

 

Terpisah, Direktur Pemantauan dan Operasi Armada KKP Pung Nugroho Saksono menjelaskan bahwa penertiban rumpon dilakukan karena pemasangannya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Permen KP No.26/2014 tentang Rumpon.

Merujuk pada Permen tersebut, pemasangan rumpon di perairan pulau Pieh dilakukan tanpa memasang tanda pengenal seperti yang sudah disyaratkan. Kemudian, pemasangan rumpon juga dilakukan pada titik yang berdekatan.

Terkait dengaa operasi pengangkatan rumpon di Laut Sulawesi, Pung Nugroho mengatakan bahwa itu dilakukan karena KKP ingin memutus mata rantai aktivitas IUUF di WPP-NRI 716. Selain itu, operasi pengangkatan juga bertujuan untuk melindungi sumber daya ikan yang ada di perairan tersebut.

“Rumpon-rumpon tersebut berpotensi mengganggu jalur migrasi atau ruaya ikan yang akan berdampak pada berkurangnya ketersediaan ikan di WPP-NRI secara keseluruhan,” jelas dia.

Menurut dia, dari sejumlah studi yang sudah ada, keberadaan rumpon akan mengganggu jalur migrasi ikan (ruaya), terutama untuk ikan-ikan yang dikenal sebagai ikan yang bisa bermigrasi dengan sangat cepat ke berbagai wilayah perairan (highly migratory species), serti ikan Tuna dan sejenisnya.

Dalam melaksanakan operasi, KKP lebih dulu melakukan penelusuran melalui pemetaaan pada sejumlah titik perairan yang dicurigai menjadi lokasi pemasangan rumpon secara ilegal. Lokasi-lokasi yang dicurigai tersebut kemudian ditelusuri dengan menggunakan metode air surveilance (pengawasan udara).

“Operasi pengangkatan dengan melibatkan aparat terkait lainnya akan segera dilakukan mengingat jumlahnya juga masih cukup banyak,” tutur dia.

perlu dibaca : Rumpon Milik Nelayan Asing Masih Banyak di Perairan Indonesia

 

PSDKP KKP menertibakan rumpon yang dipasang secara ilegal pada Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) Pulau Pieh di WPP-RI 572 perairan barat Sumatera Barat. Foto : PSDKP KKP

 

Pencurian Ikan

Diketahui, pengangkatan rumpon terus dilakukan KKP untuk menghentikan aktivitas IUU Fishing di seluruh wilayah perairan Indonesia. Sampai sekarang, operasi tersebut berhasil mengumpulkan 68 rumpon ilegal yang berasal dari sejumlah perairan, dan didominasi dari Laut Sulawesi.

Seperti disebutkan di atas, keberadaan rumpon akan mengundang masuk kapal perikanan untuk menangkap ikan secara ilegal. Aktivitas tersebut terjadi di seluruh wilayah perairan Indonesia, termasuk perairan KKPN.

Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan KKP Matheus Eko Rudianto pada kesempatan berbeda mengatakan, penindakan kapal perikanan yang beroperasi di wilayah perairan yang masuk kawasan konservasi nasional, memang menjadi salah satu fokus dari Pemerintah Indonesia.

Dia menyebutkan, sepanjang Januari hingga April 2020 sudah ada 194 kapal perikanan yang ditindak karena melaksanakan kegiatan penangkapan ikan di 6 wilayah perairan KKPN. Dari jumlah tersebut, 151 kapal ada di Anambas (Kepulauan Riau), 37 kapal di Aru (Maluku), 1 kapal di pulau Pieh, dan 4 kapal di Waigeo (Papua Barat).

“Sedangkan di empat KKPN lain, yaitu Gili Matra (Nusa Tenggara Barat), Kapoposang (Sulawesi Selatan), Padaido (Papua), dan Laut Banda (Maluku) tidak ditemukan adanya pelanggaran,” jelas dia.

Indonesia hingga saat ini sudah memiliki kawasan konservasi perairan seluas 23,14 juta hektare yang terdiri 196 kawasan konservasi. Rinciannya, 10 kawasan konservasi perairan nasional (KKP), 156 kawasan konservasi perairan daerah (Pemda), dan 30 kawasan konservasi (KLHK).

“Capaian tersebut ditargetkan akan terus naik menjadi 32,5 juta ha di tahun 2030, sesuai dengan target yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia dalam Sustainable Development Goals 14,” tegas dia.

baca juga : Benarkah Keberadaan Rumpon Ganggu Ekologi Kelautan di Indonesia?

 

Kapal Pengawas Perikanan Hiu 007 mengamankan empat rumpon dalam operasi penertiban di perairan WPP-NRI 716 Laut Sulawesi, Rabu (14/10/2020). Rumpon-rumpon itu diduga tidak memiliki Surat Izin Pemasangan Rumpon (SIPR). Foto : KKP

 

Dilansir berbagai sumber literasi, rumpon adalah jenis API yang biasanya dipasang di bawah laut, baik perairan dangkal maupun dalam. Tujuan pemasangan rumpon, adalah untuk menarik sekumpulan ikan yang ada dan berdiam di sekitar rumpon dan kemudian ditangkap.

Rumpon yang dikenal dewasa ini, tidak lain adalah karang buatan yang sengaja dibuat oleh nelayan atau pengusaha perikanan. Agar ikan bisa datang lebih banyak, biasanya rumpon juga terdiri dari berbagai jenis barang lain seperti ban, dahan dan ranting pohon.

Agar barang-barang tersebut bisa tetap berada di bawah air, biasanya akan disertai dengan alat pemberat berupa beton, bebatuan, dan alat pemberat lain. Begitu pula, agar posisi rumpon bisa aman di tempat semula, biasanya alat pemberat akan ditambah lagi jika memang diperlukan.

Rumpon yang sudah ditanam tersebut, kemudian akan diberi tanda oleh pemiliknya, sehingga memudahkan mengidentifikasi jika sedang berada di atasnya.

 

Exit mobile version