- Laut Sulawesi masih menjadi lokasi favorit pemasangan alat bantu penangkapan ikan rumpon. Pemasangan tersebut dilakukan oleh nelayan-nelayan yang berasal dari Filipina dan biasa mencari ikan di perairan laut Indonesia
- Keberadaan rumpon, selain diduga merusak ekologi laut, juga merugikan nelayan lokal. Hal itu, karena rumpon yang mayoritas dipasang di kawasan ZEEI, akan mengumpulkan ikan dan kemudian ditangkap oleh kapal ikan. Oleh itu, ikan pada akhirnya tidak masuk ke wilayah perairan Indonesia
- Agar tidak semakin bertambah banyak, Negara harus mengatur keberadaan rumpon-rumpon yang ilegal. Pengaturan itu, harus dilakukan bisa mengganggu jalur perahu nelayan tradisional dan juga kapal niaga yang melayani seluruh Nusantara
- Maraknya pemasangan rumpon oleh WN Filipina, disinyalir juga dilakukan oleh WN Indonesia. Hal itu, karena di kawasan pulau-pulau di sekitar Sulawesi Utara, khususnya sekitar ZEEI, sudah menjadi umum banyak warga lokal yang menikah dengan WN Filipina dan kemudian beranak pinak
Perairan Laut Sulawesi Utara masih menjadi lokasi favorit penanaman rumpon (fishing aggregating device/FAD) tak berizin yang diduga kuat dilakukan oleh nelayan berkewarganegaraan Filipina. Aktivitas ilegal itu masih terus berlangsung hingga sekarang, karena nelayan Filipina ingin mendapatkan tangkapan ikan yang banyak di perairan laut Indonesia.
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Agus Suherman, dorongan kuat untuk mendapatkan tangkapan ikan yang banyak, memaksa nelayan Filipina untuk mencari akal. Terlebih, karena sejak 2014, mereka sudah dilarang menangkap ikan langsung di perairan laut Indonesia.
“Makanya, nelayan Filipina memasang banyak rumpon di wilayah perbatasan Filipina-Indonesia. Setidaknya, bisa dilihat dengan jumlah rumpon yang berhasil diamankan oleh Kapal Pengawas (KP) Perikanan sepanjang 2019 yang jumlahnya sudah mencapai 33 rumpon,” ungkap dia pekan lalu di Jakarta.
baca : Rumpon Milik Nelayan Asing Masih Banyak di Perairan Indonesia
Agus mengatakan, bukti bahwa masih banyak rumpon yang tertanam di dalam perairan wilayah Sulawesi Utara, terlihat dari hasil pengawasan KP Hiu 15 yang dikendalikan Stasiun PSDKP Tahuna pada Jumat (10/5/2019). Dari opearasi tersebut, kapal menemukan 4 (empat) alat bantu penangkapan ikan rumpon ilegal milik nelayan Filipina.
Menurut Agus, rumpon-rumpon yang dipasang tanpa ada izin dari Pemerintah Indonesia itu berlokasi di wilayah perairan Indonesia, tepatnya sekitar 3 mil laut pada perairan zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI). Lokasi perairan tersebut sebelumnya juga sudah sering ditemukan rumpon yang ditanam oleh nelayan Filipina.
Adapun, keempat rumpon yang berhasil diamankan tersebut, oleh KP Hiu 15 kemudian dibawa dan diserahkan ke Pangkalan PSDKP Bitung. Pemilihan Bitung sebagai tempat penyerahan, karena dari titik lokasi penemukan terjangkau lebih dekat. Selain itu, pada saat operasi, gelombang laut sedang tidak dalam kondisi normal dan itu membuat pengiriman tidak ke Tahuna, melainkan ke Bitung.
Diketahui, sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.26/Permen-KP/2014 tentang Rumpon, setiap orang yang melakukan pemasangan rumpon di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) wajib memiliki surat izin pemasangan rumpon (SIPR).
Rugikan Nelayan
Akan tetapi, Agus menyebutkan, meski sudah ada peraturan, banyak nelayan lokal maupun asing yang memasang rumpon dengan sengaja dan tanpa ada izin dari Pemerintah. Padahal, keberadaan rumpon diketahui menjadi alat bantu penangkapan ikan yang dipasang di laut untuk membuat ikan-ikan berkumpul dan kemudian ditangkap oleh kapal ikan.
“Pemasangan rumpon oleh nelayan Filipina di perbatasan dapat merugikan nelayan Indonesia karena ikan-ikan akan berkumpul di area rumpon dan tidak masuk ke perairan Indonesia. Untuk itu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menekankan pentingnya penertiban rumpon-rumpon ilegal di perairan Indonesia, selain upaya pemberantasan kapal perikanan ilegal,” ujarnya.
baca juga : Pelaku Penangkapan Ikan Ilegal Pakai Modus Baru di Indonesia?
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati berpendapat, keberadaan rumpon di perairan laut Indonesia memang harus diatur oleh Negara. Pengaturan itu, harus dilakukan bisa mengganggu jalur perahu nelayan tradisional dan juga kapal niaga yang melayani seluruh Nusantara. Selain itu, dengan dilakukan pengaturan, ikan juga akan lebih mudah ditangkap oleh nelayan.
“Kalau dia jenis rumpon laut dalam dan banyak jumlahnya, tentu akan mengganggu jalur nelayan dan kapal lainnya. Itu jumlahnya memang banyak sekali dan jelas itu melanggar Permen KP tentang Rumpon,” ucap dia.
Sebelumnya, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan mengungkapkan, langkah yang dilakukan oleh KKP dalam penertiban rumpon ilegal merupakan langkah yang tepat. Mengingat, keberadaan rumpon ilegal memang dinilai sudah mengganggu ekologi ikan di laut. Gangguan itu muncul, karena rumpon menghalangi jalan masuk ikan ke wilayah laut yang bisa diakses oleh nelayan tradisional.
Untuk itu, Abdi Suhufan mendorong KKP untuk bisa konsisten dalam melaksanakan operasi penertiban rumpon yang ilegal di seluruh wilayah perairan laut Indonesia. Selain di wilayah perbatasan antar negara, dia menyebut kalau rumpon ilegal juga bisa ditemukan di wilayah perairan lain dan itu dinilai juga mengganggu alur pelayaran kapal-kapal pedagangan ataupun perikanan.
“Apalagi, dari segi pendapatan negara, keberadaan rumpon tersebut tidak juga menambah kas negara. Untuk itu, patroli perbatasan perlu diintensifkan untuk menertibkan semua rumpon yang ilegal. Walau sebenarnya, bukan rumpon milik nelayan asing saja yang banyak, milik nelayan dalam negeri juga jumlahnya mencapai lebih dari 100 ribu rumpon,” jelas dia.
Sementara, Direktur Eksekutif Pusat Studi Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim berpendapat kalau tidak semua rumpon yang ada di perairan Indonesia bisa merusak ekologi laut. Hal itu, tergantung dengan lokasi perairan yang menjadi tempat dipasang rumpon. Untuk kasus di ZEEI perbatasan dengan Filipina, bisa dipastikan bahwa tidak semua rumpon berbahaya.
“Pemasangan rumpon tidak mengganggu sepanjang ditata dan dikelola dengan baik dan berkelanjutan. Umumnya, nelayan tradisional yang memiliki dan mengoperasikannya. Artinya, dari kesan penggunaan alat bantu penangkapan ikan yang merusak,” jelas dia.
perlu dibaca : Benarkah Keberadaan Rumpon Ganggu Ekologi Kelautan di Indonesia?
Opsi Pencaharian
Untuk kawasan ZEEI di Sulawesi Utara, menurut Halim, sejauh ini masih rendah pemanfaatan sumber daya ikan di sekitar Laut Sulu. Oleh itu, pemasangan rumpon akan selalu menjadi opsi mata pencaharian yang dilakukan masyarakat setempat di Talaud dan sekitarnya. Opsi tersebut akan menjadi prioritas, jika musim ombak atau cuaca ekstrem sedang melanda kawasan perairan di sekitar tempat tinggal mereka.
Di luar kondisi cuaca dan pemanfaatan SDI, Halim menyebutkan, maraknya pemasangan rumpon yang dilakukan WN Filipina, disinyalir juga dilakukan oleh WN Indonesia. Hal itu, karena di kawasan pulau-pulau di sekitar Sulawesi Utara, khususnya sekitar ZEEI, sudah menjadi umum banyak warga lokal yang menikah dengan WN Filipina dan kemudian beranak pinak.
“Jadi, praktik kawin-mawin antara WNI dan WNA Filipina di perbatasan Indonesia (Kabupaten Kepulauan Talaud di Sulawesi Utara) dan Filipina (Provinsi General Santos atau Davao) sudah biasa terjadi,” tuturnya.
Diketahui, pada April dan Maret 2019, KKP juga mengamankan rumpon ilegal di perairan Sulawesi Utara. Dalam dua kali operasi yang dilakukan, sebanyak 20 rumpon ilegal yang diduga kuat dipasang oleh nelayan Filipina berhasil diamankan kapal pengawas perikanan. Operasi tersebut dilakukan KP Orca 04 dan KP Hiu 15 dan hasilnya dibawa ke Pangkalan PSDKP Bitung.
Operasi tersebut dilakukan, dengan melakukan integrasi pengawasan melalui operasi udara (air surveillance), di mana data-data yang dihasilkan oleh operasi udara, berikutnya dijadikan sumber informasi bagi kapal pengawas perikanan untuk melakukan operasi penertiban.
menarik dibaca : Ganggu Ekologi Laut, Rumpon Ikan di Seluruh Indonesia Akan Dimusnahkan
Dilansir berbagai sumber literasi, rumpon adalah jenis alat bantu penangkapan ikan yang biasanya dipasang di bawah laut, baik perairan dangkal maupun dalam. Tujuan pemasangan rumpon, adalah untuk menarik sekumpulan ikan yang ada dan berdiam di sekitar rumpon. Setelah terkumpul, ikan-ikan tersebut biasanya akan ditangkap.
Rumpon yang dikenal dewasa ini, tidak lain adalah karang buatan yang sengaja dibuat oleh nelayan atau pengusaha perikanan. Agar ikan bisa datang lebih banyak, biasanya rumpon juga terdiri dari berbagai jenis barang lain seperti ban, dahan dan ranting pohon.
Agar barang-barang tersebut bisa tetap berada di bawah air, biasanya akan disertai dengan alat pemberat berupa beton, bebatuan, dan alat pemberat lain. Supaya posisi rumpon bisa aman di tempat semula, biasanya alat pemberat akan ditambah lagi jika memang diperlukan.
Meski rumpon adalah karang buatan yang berfungsi sebagai rumah ikan yang baru, namun pembuatannya biasanya dilakukan sealami mungkin mendekati rupa asli dari karang alami. Rumpon yang sudah ditanam tersebut, kemudian akan diberi tanda oleh pemiliknya, sehingga memudahkan mengidentifikasi jika sedang berada di atasnya.