Mongabay.co.id

Oday Kodariyah, Pelestari Tanaman Obat Tradisional Indonesia

 

 

Oday Kodariyah [66] tampak sibuk dengan presentasinya mengenai tanaman obat tradisional Indonesia. Selama pandemi corona [COvid-19], dari rumahnya di Jalan Raya Ciwidey, Desa Cukang Genteng, Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dia tidak lelah membagi pengalaman dan ilmunya ke masyarakat luas Indonesia, secara online.

Kamis, 5 November 2020 lalu misalnya. Di hadapan peserta webinar Bioprospecting dan Kearifan Lokal: Peluang dan Tantangan Menuju Pemanfaatan Lestari yang digelar Mongabay Indonesia dan Yayasan KEHATI, dia memaparkan manfaat tanaman obat untuk meningkatkan imunitas tubuh dalam menghadapi semua penyakit, termasuk virus corona.

Oday adalah praktisi tanaman obat nusantara. Total, sekitar 900 tanaman obat dia tanam di kebunnya di Kampung Manggu. Pada 2015, tanaman itu diidentifikasi, hasilnya ada sekitar 418 spesimen koleksi tanaman obat dari 102 famili [suku] dan 341 spesies.

Selain itu, ada dalam bentuk pohon [156 tanaman], perdu/semak [121 tanaman], herba menahun [41 tanaman], herba semusim [28 tanaman], rimpang [23 tanaman], pemanjat berkayu [20 tanaman], herba berumbi [5 tanaman], pemanjat berumbi [3 tanaman], pemanjat, herba merayap [2 tanaman], perdu pemanjat, herba aquatik, efifit, paku, dan sukulen [1 tanaman]. Bahkan, terdapat tanaman obat yang sulit dicari di sekitar Bandung atau Pulau Jawa [48 spesies], dan tanaman obat langka [18 spesies].

“Tanaman yang meningkatkan imunitas tubuh dan wajib diminum rutin selama pandemi adalah jahe [Zingiber officinale], kunyit [Curcuma longa], lengkuas [Alpinia galangal], mengkudu [Morinda citrifolia], serta lainnya,” kata Oday kepada Mongabay Indonesia melalui telepon, Senin [09/11/2020].

Baca: Antara Tanaman Obat, Sumber Daya Genetik, dan Biopiracy

 

Oday Kadariyah (66) pegiat tanaman obat dan herbal Indonesia. Foto: Donny Iqbal/Mongbay Indonesia

 

Lawan corona

Perempuan kelahiran 28 Maret 1954 ini menilai, menyebarnya virus mematikan itu karena ulah manusia sendiri, yang tidak bersahabat dengan alam.

“Awalnya virus itu kan dari satwa liar, lalu menyerang tubuh manusia karena ada proses interaksi.”

Oday mengatakan, satwa liar memang tidak perlu diajak interaksi, apalagi dikonsumsi. “Biarkan saja di habitatnya. Kita berdamai saja dengan alam dengan menjaga tumbuhan, hutan, dan memanfaatkannya dengan bijaksana,” tuturnya.

Dia menegaskan, manusia tak boleh rakus dengan alam. “Alam akan memberikan kebaikan bila kita menjaganya.”

Sebaliknya, alam akan melakukan perlawanan bila diperlakukan dengan semau-maunya. “Caranya dengan hadirnya bencana banjir, kekeringan, atau menyebarnya berbagai virus,” kata dia.

Di balik itu semua, berkah corona yang dirasakan Oday selaku pegiat tanaman obat adalah banyak yang konsultasi dengannya. Masyarakat mulai menanam tanaman obat di halaman rumah dan memanfaatkan sebagaimana mestinya; ada yang merawat bunga untuk hiasan; hingga saling memperhatikan dan peduli lingkungan.

“Semakin banyak orang konsultasi tanaman obat, saya semakin senang karena turut menyebarkan informasi betapa kayanya pengetahuan leluhur kita dalam urusan kesehatan dan lingkungan. Menjaga kesehatan diri sendiri adalah kunci melawan corona ini.”

Baca: Urban Farming, Mandiri Pangan di Masa Pandemi

 

Oday Kadariyah di depan herbarium yang dia bangun bersama keluarga. Foto: Donny Iqbal/Mongbay Indonesia

 

Awal mula sadar menjaga alam

Di depan layar komputer pada webinar 5 November 2020 itu, mata Oday sempat berkaca-kaca, menceritakan kebun tanaman obat yang dia rawat seluas 21,35 hektar. Kebun itu nyawa keduanya.

Bagaimana tidak, 29 tahun silam, Oday didiagnosis menderita kanker serviks. Penyakit itu membuat dia, selama tiga tahun, selalu bersentuhan dengan obat kimia. Puncaknya, ketika tubuhnya tidak sanggup lagi menerima obat tersebut. Bibir dan kaki bengkak, tubuh kesemutan dan gatal, dia juga mengalami pendarahan sampai kadar hemoglobinnya turun drastis.

“Saya tidak menolak obat kimia, tetapi tubuh saya tidak mampu lagi menerima. Akhirnya, saya mencoba obat herbal.”

Penyakit kanker memang begitu membekas bagi Oday, sebab ayah, kakak, hingga sepupunya terserang kanker dengan jenis berbeda, hingga beberapa keluarganya meninggal.

Saat tubuhnya melemah, sang suami, Djadjat Sudradjat [68 tahun], pergi ke berbagai tempat guna mencari obat. Tak luput juga mencari obat tradisional.

“Pernah tiga bulan saya terba­ring tak berdaya. Diberi obat dokter malah muntah. Akhirnya, suami mencoba mengobati dengan obat tradisional,” katanya.

Baca: Melirik Talas Sebagai Potensi Pangan Masyarakat Indonesia

 

Oday menjelaskan berbagai tanaman obat kepada pengunjung di kebunnya. Total sekitar 900 tanaman obat ditanam. Foto: Dok. Oday Kodariyah

 

Tamu dari Sumatera

Pada 1993, Djadjat didatangi saudara dari Pulau Sumatera. Hari itu, dia dibawakan bawang dayak [Eleutherine bulbosa]. Informasi dari orang tua dan leluhur mengatakan, bawang ini obat kanker.

Dengan keyakinan penuh, Djadjat memberikan rebusan bawang dayak kepada Oday. Tak disangka, perlahan hasilnya signifikan. Oday kembali memiliki nafsu makan dan kondisi tubuhnya membaik.

Sejak itu, Djadjat termotivasi belajar soal pengobatan herbal ke berbagai daerah. “Suami dan keluarga besar mendukung sekali upaya penyembuhan saya,” tutur Oday.

Hal itu pun membuat Oday tak ragu meneruskan pengobatan herbal. Bersama sang suami tercinta, mereka memperdalam berbagai literasi dan rujukan tumbuhan obat.

Tahun 2001, Oday mengikuti kursus tanaman obat, kemudian ikut ujian kelayakan menjadi herbalis. “Saya herbalis yang bersertifikat dari Yayasan Karya Sari, sebuah yayasan pengembang tanaman obat.”

Baca: Penelitian: Jahe Merah dan Jambu Biji Potensial Tangkal Corona

 

Ragam tanaman obat yang dikembangkan oleh Oday di kebun miliknya. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Bangkit setelah terpuruk

Dari pengalamannya yang pernah terpuruk, Oday yakin, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan akan muncul setelah merasakan musim pagebluk ini.

“Tidak apa kata terlambat, yang penting melaksanakannya sebaik mungkin,” tutur perempuan alumnus Sekolah Teknik Menengah [STM] Kimia Bandung itu.

Oday meminta masyarakat untuk memanfaatkan dan melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia. Apalagi, kekayaan alam itu dapat diolah menjadi jamu atau obat-obatan tradisonal.

Bercermin dari pengalaman, Oday sadar, tidak ada satu pun metode yang dapat membuat diri kita sembuh dari penyakit. Kecuali, bersahabat dengan alam, bersahabat dengan diri sendiri, serta berpikir positif.

“Tidak perlu menunggu ada kebun luas, cukup di halaman rumah untuk memulai menanam tanaman yang kita butuhkan sehari-hari. Mulai saja dari tanaman untuk kebutuhan obat hingga kebutuhan dapur. Kita harus kembali belajar pada kearifan dan keahlian leluhur.

Baca juga: Pandemi Corona: Perkuat Keragaman Pangan, Indonesia Sehat Bukan Hanya Beras

 

Oday dengan penghargaan Kalpataru yang dia peroleh sebagai perintis lingkungan

 

 

Penghargaan

Keuletan Oday memperdalam obat herbal dari kearifan nusantara dan menjaga kelestarian alam mendapat pujian Kepala Balai Besar Penelitian Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisonal, Kementerian Kesehatan RI, Akhmad Saikhu. Dia mengatakan, Oday adalah contoh sukses yang mempertahankan eksistensi obat tradisional.

“Obat tradisional tidak akan tergoyahkan di tengah perkembangan ilmu farmasi yang telah menghasilkan berbagai obat kimia,” kata Saikhu saat webinar Bioprospecting dan Kearifan Lokal: Peluang dan Tantangan Menuju Pemanfaatan Lestari.

Oday juga tengah mengembangkan kebun tanaman obat di Bukit Sari Alam, Desa Cukang Genteng, Kecamatan Pasir Jambu, menjadi Herbarium Tanaman Obat Oday Kodariah. Tempat ini menjadi pusat konsultasi, informasi dan wisata herba life style. Tujuannya, mengenalkan tanaman obat Indonesia ke masyarakat luas, terutama anak muda milenial.

Dalam pemanfaatan tanaman obat, Oday menggunakan metode simplisia yang dipadukan dengan pendekatan laboratorium mini [pengeringan, pencampuran, dan pemrosesan]. Dengan begitu, akan diperoleh komposisi manfaat penyembuhan yang maksimal.

Dia juga melakukan konservasi mata air dengan menanam dan mempertahankan beberapa jenis bambu. Juga, berternak kambing untuk dimanfaatkan susunya sebagai obat, dan kotorannya sebagai pupuk organik.

Atas kegigihannya menjaga keharmonisan alam, Pemerintah RI memberikan Oday penghargaan Kalpataru 2018 kategori Perintis Lingkungan. Kalpataru adalah penghargaan yang diberikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada perorangan atau kelompok atas jasanya melestarikan lingkungan hidup di Indonesia. Kalpataru sendiri adalah bahasa Sanskerta yang berarti pohon kehidupan.

 

Kegiatan Oday Kodariyah di kebun. Di sana Oday mengembangkan 900 jenis tanaman obat. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Dapat Pujian

Upaya merawat tanaman obat yang dilakukan Oday juga menuai pujian Rony Megawanto, Direktur Program Yayasan KEHATI. Dia menegaskan, tanamnan obat tradisional memang harus ada yang merawat, supaya bisa dilakukan bioprospecting.

Bioprospecting merupakan upaya pencarian atau eksplorasi sumber-sumber alami untuk molekul kecil, makromolekul, informasi biokimia dan genetik yang dapat dikembangkan menjadi produk bernilai komersial untuk pertanian, akuakultur, bioremediasi, kosmetik, nanoteknologi, atau industri farmasi.

Bioprospecting adalah masa depan kita,” kata Roni.

Roni juga mengatakan, keberhasilan bioprospecting tergantung pada pengetahuan tradisional. Tanpa ilmu ini, akan makan waktu lama, biaya besar, dan probabilitas keberhasilan yang rendah.

“Masyarakat lokal atau adat adalah penjaga keanekaragaman genetik dan pengetahuan tradisional Indonesia,” tutupnya.

 

 

Exit mobile version