Mongabay.co.id

Memantau Jalur Terbang Layang-layang Asia di Indonesia

 

 

Tubuhnya yang sedang, sekitar 18 cm, tampak terbang berkelompok lalu hinggap di kabel listrik, di satu sudut Kota Jambi. Ratusan hingga ribuan individu itu istirahat malam hari, untuk esoknya melanjutkan aktivitas, terbang mencari makan.

Layang-layang asia dengan nama latin Hirundo rustica adalah burung yang melakukan migrasi dari daerah berbiaknya di Amerika Utara dan Eurasia. Untuk menghindari cuaca ekstrim, burung ini terbang, mencari makan, dan istirahat di daerah lain. Rute perjalannnya terbilang jauh, mulai ke Amerika Tengah dan Selatan, Spanyol selatan, Maroko, Mesir, sub-Sahara Afrika, Timur Tengah, India, Indochina, Malaysia, Australia, hingga Indonesia.

Layang-layang asia masuk keluarga Hirundinidae. Di dunia, ada sekitar 88 jenis yang tujuh di antaranya merupakan residen dan bermigrasi ke Indonesia. Jenis itu bernama layang-layang asia [Hirundo rustica], layang-layang batu [Hirundo tahitica], layang-layang pasir [Riparia riparia], layang-layang gua [Cecropis dauurica], layang-layang bidadari [Petrochelidon ariel], layang-layang pohon [Petrochelidon nigricans], dan layang-layang rumah [Delichon dasypus].

Baca: Kreatifnya Kaysan, Remaja Penggagas Amati Burung di Sekitar Rumah

 

Layang-layang asia merupakan jenis burung yang melakukan migrasi. Foto: Faizal Abdul Aziz

 

Bila dilihat dari morfologinya, burung layang-layang agak sulit dibedakan satu dengan lainnya. Paling kentara pada layang-layang asia dan layang-layang batu. Layang-layang asia lebih besar dari layang-layang batu yang berukuran 13 cm.

Layang-layang asia berwarna biru kilap dan putih. Tubuh bagian atas berwarna biru, pinggir tenggorokan kemerahan, perut putih, ada garis biru pada dada atas. Ekornya panjang dengan bintuk putih dekat ujung bulu. Perbedaan dengan layang-layang batu ada pada bagian perut yang berwarna putih, ekor menggarpu dan tidak panjang, serta tanpa garis biru di dada.

Saat bermigrasi, layang-layang asia akan melakukan perjalanan panjang, melewati berbagai hambatan habitat seperti laut dan gurun. Uniknya, jenis ini mencari makan yang berupa serangga semari terbang.

Baca: Citizen Science, Gerakan Berbasis Masyarakat untuk Pelestarian Burung Liar

 

Layang-layang asia berukuran sekitar 18 cm yang masuk famili Hirundinidae. Foto: Faizal Abdul Aziz

 

Riset yang dilakukan peneliti asal Hongaria, Halmos dan kawan-kawan pada 2010 mengungkapkan, layang-layang asia yang bermigrasi ke Hongaria akan mencadangkan lemaknya sebelum pindah lokasi atau negara lain. Mereka melewati gurun dan dapat terbang tanpa berhenti dari Hongaria hingga ke tepi selatan Sahara.

Selain itu, ada juga penelitian mengenai layang-layang asia saat berada di lokasi bermigrasi. Studi kebanyakan adalah jalur bermigrasi, perilaku saat istirahat, jenis habitat yang digunakan saat bermigrasi hingga anatomi dan biologi burung tersebut.

Di Indonesia sendiri, banyak catatan mengenai layang-layang asia saat bermigrasi, namun masih sedikit yang melakukan penelitian. Berdasarkan hasil kumpulan pengamatan layang-layang asia dari eBird -situs database online observasi burung-, hampir di seluruh Indonesia teramati jenis ini.

Namun, individu yang paling banyak terpantau jumlah dan pengamatnya ada di Aceh, Medan, Pulau Samosir, Riau, Padang, Pulau Siberut, Pulau Mentawai, dan Jambi untuk wilayah sumatera. Di Pulau Jawa ada di Banten, Jakarta, Pamanukan, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Baluran; lalu Pulau Bali; diikuti Pulau Lombok; juga di Pulau Nusa Tenggara Timur yaitu di Labuan Bajo dan Pulau Ende. Di Kalimantan, teramati di Palangkaraya dan Samarinda; sementara di Pulau Sulawesi yaitu di Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan.

Baca: Burung Layang-layang Batu, Si Mungil Penolong Petani

 

Layang-layang asia berkerumun di kabel listrik untuk istirahat. Foto: Fachrudin

 

Kegiatan pengamatan dan penelitian

Di Jambi, beberapa pengamat burung melakukan penghitungan burung layang-layang asia pada Oktober hingga November 2020. Akbar Surya Tanjung, pengamat burung asal Jambi mengungkapkan, dia tahu jenis ini sejak kecil, namun baru sadar jika jenis ini bermigrasi saat diajak memantau tahun 2019. Menurut dia, ada lima titik di Kota Jambi, tempat burung-burung ini beristirahat malam hari.

“Lokasi paling banyak individunya masih terpusat di Pasar Angsa Dua, kemudian menyebar di beberapa tempat seperti depan Rumah Sakit Theresia, dan depan Hotel Abadi. Ada juga di depan Swalayan Mandala, dan sepanjang jalan arah ke Hotel Novotel,” terangnya, Minggu [15/11/2020].

Baca: Merpati Batu, Burung Dara yang Mendunia

 

Layang-layang asia tidka hanya hinggap di kabel listrik untuk istirahat, tapi jugadi bangunan ruko atau pohon di sekitar. Foto: Fachrudin

 

Akbar mengungkapkan, dia dan temannya mengamati dan menghitung laying-layang asia dari awal kedatangan, pertengahan Oktober, dan dilanjut awal November, dimulai pukul 5 sore hingga 23.30 WIB.

Menurut dia, ada kenaikan jumlah individu di selang waktu tersebut. Di Pasar Angsa Dua, awal Oktober jumlahnya sekitar 5.000 individu, meningkat di pertengahan Oktober [8.000 individu] dan awal November [12.000 individu].

“Total yang kami hitung hingga 25ribu burung pada lima titik di Kota Jambi. Burung-burung ini saat malam hari akan bertengger di kabel listrik, pohon, dan bangunan ruko. Kami akan tetap memantau hingga tahun depan untuk melihat kapan burung-burung ini kembali ke lokasi berbiak atau berpindah tempat,” jelas Akbar.

Baca: Menghitung Burung Pemangsa Migrasi, Bagaimana Caranya?

 

Layang-layang asia di tengah Kota Jambi. Foto: Fachrudin

 

Ignatius Pramana Yuda, Indonesian Ornithologists’ Union [IdOU] dan dosen Fakultas Teknobiologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta [FTb UAJY] mengungkapkan, meskipun layang-layang asia sangat mudah diamati, namun belum banyak peneliti yang tertarik.

“Di Yogja, kami mengidentifikasi burung-burung ini bertengger saat sore, apakah di pohon, di bangunan, atau di kabel listik. Di dekat situ kami standby, untuk menghitung jumlahnya,” jelas Pram, Senin [16/11/2020].

Pram menuturkan, dia dan peneliti burung yang tergabung dalam Jogja Birdbanding Club pernah melakukan beberapa kali penelitian layang-layang asia. “Ditangkap untuk diukur bobot tubuh hingga diteliti molekulur bulunya.”

Baca juga: Mengapa Beberapa Jenis Burung Memiliki Kecerdasan Luar Biasa?

 

Pengamat burung asal Jambi melakukan survei dari Oktober hingga awal November 2020, untuk menghitung populasi layang-layang asia. Foto: Akbar Surya Tanjung

 

Konservasi layang-layang asia

Indonesia yang menjadi salah satu jalur terbang Asia Timur-Australasia, menjadi lokasi burung saat bermigrasi dengan jumlah jenis dan individu yang tinggi. Menurut tulisan Wieland Hem dan kawan-kawan [2020], jalur terbang ini menjadi lokasi terbanyak yang digunakan burung bermigrasi dan juga jenis terancam punah.

Program pemantauan, tentunya bisa dijadikan cara untuk melihat, menurun atau meningkatnya burung bermigrasi setiap tahunnya.

“Pemantauan yang terencana perlu dilakukan agar dapat diagendakan setiap tahun. Mulai dari populasi, persebaran burung, waktu datang dan pindah, hingga saat kembali ke lokasi tidur dan pagi mencari makan,” lanjut Pram.

 

Layang-layang batu, jenis yang hampir mirip layang-layang asia. Foto: Fransisca N Tirtaningtyas

 

Menurut Pram, jenis layang-layang sangat baik mengontrol serangga maupun hama. Penelitian mendalam seperti analisis makan dan pendekatan scatology [kotoran burung] sangat bermanfaat untuk melihat jenis serangga apa saja yang dimakan jenis ini.

“Hasil pantauan dan penelitian penting juga disebarluaskan ke masyarakat agar mengerti fungsi burung-burung di alam liar. Dengan begitu, masyarakat semakin peduli dan menjaga keberadaan satwa bersayap itu,” terangnya.

 

Daftar Bacaan:

Eaton, JA., van Balen, B., Brickle, NW & Rheindt, FE. 2016. Birds of the Indonesian Archipelago. Greater Sundas and Wallacea.Lynx Edicions. Barcelona.

eBird. 2017. eBird: An online database of bird distribution and abundance [web application]. eBird, Cornell Lab of Ornithology, Ithaca, New York. Available: http://www.ebird.org. [Accessed: 15 November 2020].

Halmos, G., Karcza, Zs., Németh, Á.& Csörgő, T. 2010. The Migratory Fattening of the Barn Swallow Hirundo rustica In Hungary. Acta Zoologica Academiae Scientiarum Hungaricae 56 [1]: 73–87.

Heim, Wieland., Heim, Ramona J., Beermann, Ilka., Burkovskiy, Oleg A., et al. [2020]. Using geolocator tracking data and ringing archives to validate citizen-science based seasonal predictions of bird distribution in a data-poor region. Global Ecology and Conservation, 24: 1-13.

https://www.worldbirdnames.org/new/

Winkler, D. W. [2006] Roosts and migrations of swallows. Hornero 021 [02]: 085-097.

 

 

Exit mobile version