Mongabay.co.id

Banjir dan Komitmen Pemerintah Bengkulu Menanganinya

Bengkulu harus siap menghadapi potensi bencana yang bisa terjadi di darat maupun laut. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

 

Debat terbuka putaran kedua Pemilihan Gubernur Bengkulu dan Wakil [pilgub] 2020 bertema Meningkatkan Pelayanan Masyarakat, Menyelesaikan Persoalan Daerah dan Tema Spesifik Lingkungan dilaksanakan Senin malam, 23 November 2020. Debat berlangsung saat hujan deras mengguyur Kota Bengkulu yang diikuti banjir di sejumlah tempat.

Malam itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah [BPBD] Kota Bengkulu mencatat, delapan kecamatan di Kota Bengkulu terdampak banjir yang terjadi sejak Senin sore [23/11/2020]. Lokasinya adalah Kecamatan Ratu Agung, Singaran Pati, Gading Cempaka, Kampung Melayu, Selebar, Ratu Samban, Bangkahulu, dan Palaran. Total 22 kelurahan terdampak dan sebanyak 482 unit rumah tergenang.

Data sementara yang dihimpun BPBD menunjukkan, di Kecamatan Palaran ada 208 rumah terdampak, Ratu Agung [244 unit], Bangkahulu [30 unit], sedangkan kecamatan lain masih dalam pendataan. Di beberapa tempat, ketinggian muka air mencapai pinggang orang dewasa.

Pada debat terbuka itu, tiga kontestan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, yakni pasangan nomor urut 1: Helmi Hasan – Muslihan Diding Sutrisno, nomor urut 2: Rohidin Mersyah – Rosjonsyah, dan nomor urut 3: Agusrin Maryono – M. Imron Rosyadi, sempat saling serang terkait penyebab terjadinya banjir.

Baca: Banjir di Masa Pandemi, Antisipasi Diperlukan Sebelum Bencana Datang

 

Bengkulu harus siap menghadapi banjir dan potensi bencana alam lainnya. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Saling salahkan

Bermula ketika Rohidin Mersyah [cagub petahana] menegaskan, banjir di Bengkulu akibat banyaknya aktivitas di daerah hulu sungai, terutama kegiatan pertambangan batubara. Dia menyebutkan, salah satu perusahaan tambang itu milik keluarga cagub yang ikut kontestan ini.

Faktor kedua, Rohidin menyebutkan banjir terjadi akibat perencanaan tata ruang Kota Bengkulu yang tidak tepat. Bahkan, tidak ada tempat pembuangan akhir sampah, ditambah pertumbuhan perumahan yang tidak menyertai pembangunan drainase.

“Wali Kota Bengkulu harus pastikan tata kota dengan benar,” kata dia.

Helmi Hasan, yang merupakan Wali Kota Bengkulu, langsung menjawab. Menurut dia, pihaknya telah membuat tim reaksi cepat [TRC] menghapi bencana banjir. Dia juga menegaskan, banjir tidak akan selesai bila diurus pemerintah kota saja, menurutnya pihak Pemprov Bengkulu harus ikut bertanggung jawab.

“Pihak Pemprov Bengkulu harus ikut menyelesaikan permasalahan banjir,” ujarnya.

Agusrin Maryono dalam debat itu sempat menyinggung pembangunan PLTU Teluk Sepang, yang dilakukan saat Rohidin memimpin Bengkulu.

“Pembangunan itu harusnya mempertimbangkan aspek lingkungan, jangan asal saja, perhatikan juga nasib nelayan dan petani,” kata Gubernur Bengkulu periode 2005-2010 dan 2010-2012 itu.

Saat suasana semakin panas, Bawaslu Provinsi Bengkulu, melalui Titi Anggraini, moderator debat terbuka menghimbau para konstestan untuk tidak saling serang personal.

Baca: Tanjung Budi yang Bukan Lagi Lumbung Padi

 

Kondisi hulu sungai di Bengkulu yang kini banyak berubah menjadi wilayah pertambangan. Foto: Ahmad Supardi Mongabay Indonesia

 

Pegiat lingkungan kecewa

Uli Arta Siagian, Direktur Genesis Bengkulu, mengaku kecewa dengan debat calon Gubernur Bengkulu bertema lingkungan itu. Menurutnya, isu lingkungan hanya tempelan, tidak mendalam.

“Jawaban tiga pasangan cagub tidak konkrit, tidak menawarkan solusi,” tuturnya kepada Mengabay Indonesia.

Seharusnya, menurut Uli, ketiga pasangan itu menyatakan sikap keberpihakan terhadap lingkungan, memberi garansi kebijakan. “Mereka harus berani menyampaian pandangan ke depan untuk kelestarian lingkungan.”

Terkait banjir, hasil kajian Genesis Bengkulu menunjukkan, sekitar 46 persen Daerah Aliran Sungai [DAS] Bengkulu sudah dikapling konsesi perusahaan pertambangan. Rinciannya, luas konsesi izin pertambangan sebesar 21.694 hektar, sedangkan luas DAS Bengkulu sekitar 51.951 hektar.

“Ada 33 lubang tambang di DAS Bengkulu yang belum direklamasi. Hutan di sekitar DAS juga mulai rusak parah, akibat perubahan fungsi hutan menjadi perkebunan sawit.”

Baca: Banjir dan Longsor, Jangan Sampai Terulang Lagi di Bengkulu

 

Rumah yang terendam banjir di Tanjung Jaya, Sungai Serut, Bengkulu. Foto: Hikma Juwita

 

Zhuan Zhulian, pegiat lingkungan dari Koalisi Langit Biru tampak kecewa dengan debat itu. Dia menilai, masalah banjir sangat kompleks. Permasalahan dari hulu ke hilir mestinya harus dijelaskan, dan dipaparkan juga bagaimana cara memperbaikinya.

Apalagi, Bengkulu mempunyai pengalaman pahit terkait banjir. Tepatnya, peristiwa 27 April 2019 lalu yang menelan korban 30 orang meninggal dan 6 orang hilang.

Berdasarkan kajian Pemerintah Provinsi Bengkulu, penyebab banjir itu disebabkan karena rusaknya hutan di daerah hulu sungai [DUS], penyempitan di berbagai daerah aliran sungai [DAS], pendangkalan di daerah hilir sungai [DIS], dan rusaknya daerah resapan air [DRA] yang berhubungan dengan pembangunan.

“Sepakat dengan DUS, DAS, DIS, dan DRA sebagai masalah utama banjir di Kota Bengkulu. Jika sumber masalah diketahui, harusnya ada kebijakan untuk perbaikan, jangan didiamkan,” kata Zhuan.

Zhuan menuturkan, pada debat itu para kontestan harusnya berani mengatakan, akan mencabut izin usaha pertambangan di hulu. Bila perusahaan itu terbukti nakal, merusak lingkungan, dan menyebabkan banjir.

Para calon gubernur juga harus mampu menjalin hubungan harmonis antara pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten yang berada di aliran sungai yang sama. Salah satu contoh, DAS Bengkulu melewati Kabupaten Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu.

“Pemimpin Bengkulu harus ada visi dan misi menyelesaikan Sungai Air Bengkulu agar tidak banjir setiap tahun.”

Baca juga: Habis Banjir Terbitlah Petisi Tutup Tambang di Bengkulu

 

Banjir yang terjadi di Bengkulu harus diselesaikan persoalannya. Foto: Hikma Juwita

 

Tanggapan warga

Rama Ramadhan [20 tahun], warga kelurahan Rawa Makmur, Kecamatan Muara Bangkahulu, Kota Bengkulu, mengaku tidak menonton debat itu. Dia sibuk mengevakuasi barang-barang di rumahnya agar tidak terencam air.

Dia mengatakan, wilayahnya rutin banjir beberapa tahun terakhir dikarenakan Sungai Bangkahulu yang meluap. “Sungai Bangkahulu tidak mampu menampung limpahan air lagi,” ujarnya.

Hikma Juwita [40 tahun], warga Kelurahan Tanjung Jaya, Kecamatan Sungai Serut, Kota Bengkulu, mengatakan beberapa hari ini ini dia tidak bisa keluar rumah. Sekelilingnya terendam air setinggi mata kaki hingga pinggang orang dewasa.

“Rumah saya tidak kena, karena tanahnya lumayan tinggi, tapi di lingkungan rumah saya banjir,” kata dia.

Hikma mengatakan, banjir di wilayahnya sering terjadi, termasuk ketika hujan mengguyur Kota Bengkulu. “Bahkan kadang, ketika Bengkulu tidak hujan, namun Kabupaten Bengkulu Tengah hujan deras, kami ikut kebanjiran.”

Hikma berharap, anak-anak Sungai Serut dibersihkan agar tidak ada pedangkalan. Dengan begitu, air langsung mengalir ke sungai utama.

“Siapa pun menjadi gubernur, buat kebijakan bermanfaat untuk masyarakatnya. Membuat kanal penampung air bisa dijadikan solusi,” kata dia.

 

 

Exit mobile version