Mongabay.co.id

Rubama dan Semangat Perempuan Penjaga Hutan Aceh

 

 

Rubama tengah santai bersama beberapa temannya, saat Mongabay Indonesia berkunjung ke rumahnya di Desa Nusa, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, pada Sabtu [5/12/2020].

Rubama adalah sosok inspiratif. Perempuan yang kerap disapa Ru itu, merupakan peraih penghargaan dari Yayasan KEHATI untuk kategori Prakarsa Kehati tahun 2020.

Rubama yang aktif di Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh [HAkA] dinobatkan menjadi yang terbaik tahun ini, karena keberhasilannya mendampingi masyarakat Desa Damaran Baru, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh.

Baca: Rubama, Perempuan Inspiratif Gampong Nusa

 

Rubama yang merupakan sosok indpiratif bagi perempuan di Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Masyarakat di desa yang terletak di kaki gunung berapi Burni Telong itu, berhasil menjaga hutannya yang merupakan penyangga Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] dari kegiatan ilegal. Terutama, illegal logging dan perambahan.

Menariknya, yang menjaga kawasan hutan Desa Damaran Baru tersebut, bukan hanya laki-laki. Kaum perempuan pun terlibat langsung, dalam pelestarian kawasan hutan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Kabupaten Bener Meriah.

Baca: Para Perempuan Penjaga Sumber Daya Alam Aceh

 

Pendampingan masyarakat adalah bagian hidup Rubama. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kabar gembiranya, setelah didampingi Rubama, Lembaga Pengelola Hutan Kampung [LPHK] Damaran Baru pada 2019, mendapatkan izin pengelolaan kawasan hutan lindung melalui skema hutan desa. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melalui Surat Keputusan Nomor: SK.9343/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/11/2019, memberikan izin pengelolaan seluas 251 hektar.

Selanjutnya, perempuan-perempuan yang tergabung dalam LPHK Damaran Baru membentuk Community Patrol Team: Women’s ranger/Mpu Uteun. Tugasnya mulia, menjaga agar hutan di kaki gunung Burni Telong, terutama di sekitar Wih [Sungai] Gile tidak rusak.

MPU Uteun Damaran Baru adalah kelompok perempuan pertama di Provinsi Aceh yang berpatroli menjaga kawasan hutan dari segala kegiatan merusak.

Semua itu, tentunya tidak terjadi dalam waktu singkat. Butuh waktu bagi Rubama memberikan pendampingan kepada masyarakat, khususnya perempuan Desa Damaran Baru.

Baca: Hidup Mati Ranger untuk Hutan Leuser

 


 

 

Awal pendampingan

Rubama berkisah, awal mula keterlibatannya mendampingi masyarakat desa di dataran tinggi Gayo itu. Pada 14 September 2015, Desa Damaran Baru diterjang banjir bandang yang menghancurkan sejumlah rumah masyarakat.

“Selain air dan lumpur, Sungai Gile juga membawa bongkahan kayu sisa pembalakan dan perambahan.”

Rubama yang saat itu menjadi pengurus Badan Eksekutif Komunitas di Solidaritas Perempuan-Aceh, datang ke Damaran Baru, mendampingi masyarakat.

“Saya melihat ada kegelisahan masyarakat tentang kondisi hutannya yang rusak. Bencana kian menyadarkan mereka untuk menjaga hutan namun mereka tidak berani melakukan perlindungan langsung karena tidak memiliki izin,” ujar perempuan yang lahir pada 17 Agustus 1985.

Baca: Pande Ketut Diah Kencana, Peneliti Bambu Tabah untuk Konservasi dan Olahan Pangan

 

Rubama, peraih Prakarsa Kehati. Foto: Dok. HAkA

 

Pada 2018, Rubama bergabung dengan Yayasan HAkA yang fokus pada advokasi perlindungan kawasan hutan, habitat, serta implikasinya pada populasi spesies. Keinginan masyarakat Damaran Baru untuk dapat menjaga hutan lindung di daerah mereka yang dibantu Yayasan HAkA perlahan mendekati kenyataan.

Rubama kembali menjadikan Desa Damaran Baru sebagai rumah kedua, mendampingi masyarakat mengakses informasi, hingga memberikan pengetahuan apa yang harus dilakukan untuk menjaga hutan.

“Kami hanya memberikan mereka informasi dan pengetahuan. Keputusan apa yang harus dilakukan ada di tangan masyarakat,” ujar Rubama.

Baca juga: Oday Kodariyah, Pelestari Tanaman Obat Tradisional Indonesia

 

Ranger perempuan Mpu Uteun yang menjaga kelestarian hutan di desanya. Foto: Dok. HAkA

 

Proses panjang

Setelah proses panjang, akhirnya masyarakat Damaran Baru, beserta Rubama dan Yayasan HAkA bisa bernapas lega. Kementerian LHK mengeluarkan izin hutan desa yang pemanfaatan dan pembudidayaannya dilakukan melalui pengembangan konsep Green Economy, hingga perempuan-perempuan di desa itu membentuk tim patroli.

“Tapi pengorganisasian belum selesai dan tidak boleh berhenti. Masyarakat harus terus diperkuat dan diberikan informasi yang benar. Mendampingi masyarakat tidak bisa dilakukan setengah hati. Ada program maupun tidak, masyarakat di tingkat tapak harus terus diperkuat, bukan diajari,” katanya.

Baca: MpU Uteun, Ranger Perempuan Penjaga Hutan Aceh

 

Kepedulian perempuan Damaran Baru, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh, menjaga hutan patut dicontoh. Foto: Dok. HAkA

 

Rubama juga mengungkapkan, memberikan pendampingan untuk masyarakat di tingkat tapak tidak bisa dilakukan hanya berdasarkan jadwal program lembaga. Kegiatan masyarakat harus diperhatikan.

“Misalnya, perempuan-perempuan di Desa Damaran Baru, selain sibuk di rumah, mereka juga harus memanen kopi di kebun sendiri atau di kebun orang.

Kita tidak bisa datang dan berbicara dengan mereka pada jam kerja, kita yang ikut jadwa mereka. Biasanya pada jam istirahat siang atau malam hari,” jelasnya.

 

Ranger MpU Uteun, penjaga hutan di Bener Meriah, Provinsi Aceh, yang seluruh anggotanya perempuan. Foto: Dok. HAkA

 

Kemampuan Rubama mendampingi masyarakat memang teruji. Sebelum mendampingi masyarakat Damaran Baru, perempuan yang telah meraih beberapa penghargaan ini juga berhasil mendampingi masyarakat kampungnya sendiri.

Desa Nusa, Kecamatan Lhoknga, dijadikannya desa wisata berbasis masyarakat sekaligus mengelola sampah plastik menjadi kerajinan tangan.

“Kemenangan ini adalah pemantik untuk terus belajar. Saling memperkuat gerakan di tingkat tapak, guna memastikan sumber-sumber kehidupan tetap ada, tegakan pohon terus beragam, dan hutan kian hijau. Langkah-langkah kecil harus terus dilakukan untuk merawat keanekaragaman hayati Indonesia, yang kian tergerus sistem ekonomi ekstraktif dan masifnya eksploitasi sumber daya alam,” tulis Rubama di akun media sosialnya.

 

 

Exit mobile version